24. A Few Years Later

158 17 0
                                    

Tari menatap pantulan dirinya di cermin. Ia sangat bangga dengan dirinya. Ia sungguh cantik, pintar, sholihah, tapi sayangnya masih sendiri. Tetapi tidak apa-apa, Tari bangga dengan dirinya. Sanggup menanti seseorang yang menjanjikannya akan kembali. Bahkan kini hampir tiga tahunan mereka tidak saling bertemu, tidak saling berkirim pesan, tapi saling menyimpan kontak.

Setelah merasa penampilannya sudah sopan dan patut, Tari mengambil tote bag nya dan segera menemui Uminya untuk berpamitan. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan sarjana di salah satu Universitas terkemuka dan ia sedang dalam tahap pengerjaan skripsi. Doakan saja cepat selesai.

Ngomong-ngomong soal kedua sahabatnya, Tari tidak terlalu mengetahui bagaimana kabar mereka. Tetapi yang pasti Diba berkuliah di luar negeri dan Milla yang memutuskan untuk menikah muda. Siapa suaminya Tari kurang tau.

Kalau Apta ... ia sedang menempuh pendidikan sarjana sama seperti dirinya. Apta juga sedang mengerjakan skripsi yang sebentar lagi selesai tinggal menunggu langkah selanjutnya. Selain berkuliah, Apta juga turut membantu Ayahnya di perusahaan.

"Umi ... Tari mau otw. Assalamu'alaikum," pamit Tari kemudian mencium punggung tangan wanita yang merupakan orang yang paling berjasa dalam hidupnya.

"Wa'alaikumsalam, makan dulu sayang ..." ujar Umi seraya membalikkan tahu gorengnya yang mulai matang.

"Nanti aja Umi, ini urgent. See you Umi ..." kata Tari lalu melangkah menuju garasi untuk mengambil motor matic, yang menjadi sahabat karibnya sejak masuk kuliah.

Umi menggeleng pelan melihat putri bungsunya yang kini sudah beranjak dewasa. Memikirkan Tari membuatnya teringat Tara. Bagaimana kabarnya disana bersama sang istri juga putra tunggalnya.

"Udah lama Tara nggak kesini, jadi kangen anaknya," monolog Umi seraya tertawa pelan. Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggangnya.

"Udah deh Bi nggak usah manja, udah punya cucu juga!" ejek Umi tanpa mempedulikan suaminya yang menggeliat di lehernya.

"Umi ... Abi laper, mau dikasih morning kiss," bisik Abi seraya mengendus pipi istrinya.

"Nggak ada morning kiss noh kiss aja gulingnya. Udah pagi bukannya bangun malah kelon sama guling!" cibir Umi. Mukanya terlihat tidak bersahabat, tatapannya bikin mleyot karena takut.

Abi mengerucutkan bibirnya dan mata yang berkedip-kedip, membuat Umi ingin menusuknya. Mumpung lagi pegang pisau.

Tanpa takut Abi malah mengeratkan pelukannya dan berbisik, "hari ini tanggal berapa Umi?"

"Tujuh belas," jawab Umi singkat.

"Ouuuu pantesan. Umi hari ini libur ya? Udah duduk aja sana, biar Abi yang masak," ujar Abi lalu mengambil alih pisau dari tangan istrinya.

"Terima kasih Abi, jadi makin sayang deh," balas Umi lalu spontan mencium pipi kiri suaminya lalu melepas appron yang ia kenakan dan memasangkannya di tubuh kekar suaminya.

"Terima kasih sayang."

🕌

Apta memarkirkan mobilnya lalu keluar dengan elegan. Hari ini ia ada keperluan dosennya. Jika sudah selesai ia segera ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah menantinya.

Apta langsung menemui dosennya di ruangan beliau tapi ditengah jalan ia berpapasan dengan seorang mahasiswi yang terang-terangan mengakui jika ia menyukai Apta. Langsung saja Apta menolaknya. Apta menolaknya bukan karena tidak menarik. Tetapi hatinya sudah terkunci untuk siapapun kecuali sesosok gadis penyuka susu yang kini sedang menunggunya. Menunggunya untuk datang dan menemui kedua orang tuanya.

"Mas Apta!" panggil mahasiswi tadi.

Tak mempedulikan kehadiran gadis tengil itu Apta langsung berlalu. Tak ada kata menyerah sepertinya dalam diri mahasiswi itu. Buktinya sekarang ia masih membuntuti dan meneriaki namanya.

"Mas ... tunggu," panggilnya dan dengan lancangnya ia memeluk lengan Apta.

Apta yang belum pernah disentuh wanita manapun langsung menghempaskan gadis tengil itu. Lancang sekali gadis itu memeluk lengannya Tari saja belum pernah. Oh no ... lengannya sudah terkotori!

Gadis tadi hanya mundur beberapa langkah tidak sampai terjatuh. Napasnya memburu dan tatapannya tajam. "Kenapa aku didorong? Salah ya?" tanya Ghea—mahasiswi tengil.

"Sangat salah. Kita bukan mahram Ghea," terang Apta.

"Tapi kamu kan belum beristri," balas Ghea.

"Kamu salah, yang sudah memiliki pendamping," jawab Apta. Membuat Ghea melotot tak percaya.

"Mana orangnya?"

Apta menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Seorang gadis manis sedang tersenyum disebelah laki-laki, dan lelaki itu Apta.

Ghea langsung bungkam. Gadis di foto sangat cantik apalagi dengan balutan baju syar'i nya. Seketika harapan Ghea untuk bersama Apta luntur. Ghea kira Apta hanya berbohong soal hubungannya. Ternyata benar. Apta sudah milik orang lain dan Ghea tidak mau merusak kebahagiaan orang itu.

"Maaf Mas saya sudah lancang. Saya tidak tau kalau kamu sudah beristri," lirih Ghea yang dibalas deheman Apta.

Tiba-tiba ada angin yang tidak terlalu kencang, namun membuat rok Ghea yang panjangnya diatas lutut terangkat tertiup angin. Mata Apta tak sengaja melihat pemandangan berdosa itu. Ia spontan menutup mata lalu bergegas pergi. Sedangkan Ghea, ia mematung malu sambil menekan roknya supaya tidak tertiup angin untuk kedua kalinya.

🕌

Tari memasuki rumahnya dengan senyum yang terpatri di wajah cantiknya. Melihat kedua orang tuanya sedang bemesraan di sofa, Tari dengan santainya mengambil tempat duduk diantara Abi dan Uminya. Membuat kedua orang tuanya terkejut juga menahan diri untuk tidak memarahi putri bungsunya ini.

"Abi, Umi, Tari ada kabar bahagia untuk kalian," ujarnya dengan mata yang berbinar bahagia.

"Apa?" tanya Abi sedikit dongkol. Wajahnya sedikit masam sejak kedatangannya Tari.

"Tari bisa wisuda dua minggu lagi!" pekik Tari dengan bahagia. Ia memeluk kedua orang tuanya erat hingga air matanya tak sengaja turun.

"Alhamdulillah ... terus kapan mau kasih Umi cucu," ujar Umi membuat Tari sedikit cemberut.

"Nanti Umi ... Tari masih menunggu," jawab Tari pasti.

"Nunggu siapa sih?" tanya Abi sedikit sewot.

"Jodoh Tari yang kini masih berjuang. Dia minta Tari supaya nunggu. Dia juga udah janji sama Tari," jelas Tari dengan senyuman manisnya.

"Hhhh ... iyain saja."

🕌

Raden Gumilar
Tar boleh minta nomor Ayahmu

Pesan Apta sedikit mengejutkan jantung Tari. Tanpa berpikir sepuluh kali, Tari langsung mengirimkannya.

Kalau boleh tau buat apa?

Raden Gumilar
Buat silaturahmi saja, terima kasih

Ohh iya, sama-sama







Bersambung dulu ...

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang