Bangun tidur, wudhu, sembahyang subuh, ngaji, bersih-bersih, mandi, lalu sarapan. Kegiatan yang harus dilakukan seluruh santri Darul 'Ilmi setiap paginya. Tak boleh ada yang terlewatkan. Mungkin bagi sebagian orang ini kegiatan yang monoton.
Tetapi bagi para santri yang mengerti makna mondok mereka pasti menganggap ini sebagai pembelajaran untuk kemudian hari supaya makin disiplin dan semakin baik dalam menghandle ataupun membagi waktu.
Sedangkan menurut Tari, ini kegiatan yang membahagiakan. Mengapa? Karena kegiatannya di rumah jauh lebih monoton.
Kalau sedang di rumah, setelah sembahyang subuh Tari langsung menuju dapur. Bukan membantu Umi memasak, tapi untuk mengambil susu kotak dan snacknya.
Umi tidak memperbolehkan Tari membantu memasak. Karena sekalinya Tari memasak, rasanya sungguh diluar dugaan. Kadang rasanya keasinan, kadang hambar, dan lebih parahnya lagi gosong.
Namun kini setelah mondok di Darul 'Ilmi perlahan kemampuan memasak Tari meningkat. Meskipun hanya memotong sayuran dan mengulek bumbu. Kadang kala Tari juga diminta untuk menumis bumbu, memarut kelapa, juga menggoreng tempe atau tahu.
Setidaknya kemampuan barunya ini dapat ia tunjukkan pada Uminya nanti. Pasti Uminya nanti bangga dengan pencapaiannya.
Atau malah sebaliknya, Uminya malah menertawakannya. Kalau saja ada nominasi Ibu tergalak dan bermulut pedas pasti Uminya Tari juaranya.
Tari yakin itu.
🌽
Bel istirahat dan pulang adalah bel yang paling dinantikan semua siswa dimanapun sekolahnya. Tak terkecuali MA. Darul 'Ilmi. Apalagi ketika mata pelajaran matematika, jam istirahat lah yang paling dinantikan kehadirannya.
Suasana kelas 11 kini sangat sunyi. Tidak ada satu pun guru yang mengajar. Ya jamkos, karena jamkos ini lah semua siswanya memilih untuk tidur. Apalagi anak pondok, mereka tertidur di mejanya.
Laki-laki perempuan sama saja. Hobi tidur. Apalagi Tari dan Milla, mereka sudah masuk ke alam mimpi sejak guru masih ada. Apta pun lelaki cuek yang berbicara seperlunya, kini sedang tertidur di mejanya sambil menekuk tangan dan menjadikannya sebagai bantal.
Sedangkan Diba, ia sedang membaca buku tanpa mempedulikan sekelilingnya yang tertidur. Bosan karena membaca rentetan kalimat yang beribu-ribu itu Diba meletakkannya di kolong meja.
Ia menoleh ke kanan kiri untuk melihat siapa saja yang terbangun. Di sebelah kanannya semua pada tidur. Saat ia menoleh ke kiri, terdapat seorang siswa yang sedang menggambar sesuatu di bukunya.
Diba menatap siswa itu cukup lama hingga akhirnya siswa itu tau kalau ia sedang diperhatikan. Siswa itu yang tak lain adalah Barra, ia tersenyum kearah Diba lalu kembali menggoreskan pensil diatas kertas.
Diba tertegun sejenak lalu mengangguk sebagai balasan atas senyuman tadi. Tak mau terus menatap siswa itu, Diba kembali membaca bukunya.
Tak lama kemudian, Tari mulai membuka matanya. Matanya masih menyesuaikan dengan kondisi cahaya. Setelah kesadarannya mulai kembali, Tari menegakkan badan lalu menatap siswa yang tertidur di bangku sampingnya.
Wajahnya tampak tenang dan adem. Hidungnya yang mancung, alisnya yang tebal kaya ulat bulu, juga bulu mata yang lentik, dan bibir yang kissable membuat Tari gagal fokus.
Ia menggigit bibir bawahnya sambil mengerjap berkali-kali. Kalau saja lelaki disampingnya ini suaminya, Tari akan memeluknya sampai kehabisan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ]
Novela Juvenil•• 𝑪𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒘𝒂 𝒑𝒆𝒔𝒂𝒏𝒕𝒓𝒆𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 •• 𝔟𝔶: 𝔉𝔞𝔫𝔦𝔩𝔞𝔟𝔩𝔲𝔢 _______ Batari Indira Adistia, gadis remaja yang merupakan penggila tortilla dan susu strawberry. Kisah hidupnya sangat dramatis dan pen...