05. Dia Mas Raden

221 19 0
                                    

Pagi ini cuaca sangat mendukungnya untuk mengawali kegiatan. Seperti biasa, Tari telah siap dengan seragamnya meski jam baru menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh menit.

Sembari menunggu waktu sarapan, Tari menyiapkan buku-bukunya dan tak lupa membawa novel kemarin. Hari ini waktunya untuk mengembalikan novel itu, nanti ia akan meminjam lagi.

Tari juga memasukkan secarik kertas tentang pilihan ekstrakurikuler. Tari telah mengisinya sesuai dengan hati nuraninya. Ia juga telah siap untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ia pilih.

Begitu pula dengan Diba dan Milla, mereka masih membereskan buku-bukunya.

"Tar Mil ayo sarapan. Udah jam segini lo," ucap Diba seraya memandang jam dinding.

"Ayo aku juga udah lapar, hari ini ibu dapur masak apa?" tanya Milla penasaran.

"Apapun itu yang penting sarapan. Asalkan jangan lauk urap. Aku nggak suka," balas Tari.

Diba dan Milla kompak menatap Tari heran, "kamu kenapa nggak suka urap? Padahal enak lo, seger-seger gitu," ucap Milla.

"Sayurannya hambar, terus lam-nya pahit, kecambahnya juga nggak enak, timunnya nggak ada rasa. Terus yang dibuat lauk apa?"

"Sak karepmu Tar," ucap Diba.

Seusai sarapan bersama, mereka bertiga langsung ke sekolah. Sesampainya di kelas mereka segera bersih-bersih. Padahal belum ada jadwal tapi ya sudahlah. Itung-itung sebagai ibadah.

Mereka bertiga saling berbagi tugas. Ada yang menghapus papan tulis, membersihkan meja, dan menyapu lantai.

Ketika sedang larut dalam kegiatan masing-masing suara tapak kaki terdengar mendekati kelas. Namun mereka bertiga tidak menyadarinya.

Hingga berdiri lah tiga sosok siswa kemarin. Siswa yang diakui Tari sebagai calon suaminya.

Mereka berdiri tegap di luar kelas sambil memandang gadis-gadis itu membersihkan kelas. Gadis-gadis itu sama sekali tidak sadar jika ada tiga siswa itu. Andai mereka tau pasti mereka tidak dapat menahan kehisterisannya alias kelebayannya kecuali Diba. Karena hanya Diba satu-satunya gadis normal di triangle friendship Tari, Milla, dan Diba.

Ketiga siswa itu masih setia berdiri ditempat tanpa bersuara. Kadang mereka melirik gadis-gadis itu sebentar lalu pura-pura membaca buku.

"Astagfirullah! Kalian ngapain nggak masuk?!" Tari meneriaki mereka karena terkejut. Tetapi begitu melihat siswa yang berdiri paling tengah ia langsung kicep. Tak lagi bersuara sedikit pun.

Mereka bertiga hanya mengendik acuh. Lantas mereka masuk dan duduk di bangku masing-masing. Saat mereka berjalan melewati Tari, Tari sempat melihat nama mereka lewat papan namanya.

Siswa paling tengah, yang menurutnya paling tampan, dia bernama Raden Apta Gumilar. Waw nama yang bagus. Sedangkan yang berdiri yang paling kanan, dia bernama Kahfi Muallim. Lumayan tampan orangnya. Dan yang paling kiri, dia bernama Barra Dzuhairi.

"Akhirnya Tari bisa tau nama calon suami Tari," batinnya.

"Tunggu ya Mas. Aku pastikan aku dan kamu menjadi kita dan suatu hari nanti kita akan dipersatukan oleh Yang Maha Kuasa. Aku akan mendoakanmu disetiap sujudku. Dan meminta pada Sang Kuasa untuk mempersatukan mu dan aku. Saranghae Mas Raden."

>>><<<

"Bagaimana anak-anak sudah faham?" tanya bu Khusna. Di kelas ini beliau mengajar mata pelajaran Sejarah Indonesia.

"Paham bu," jawab semua siswa serentak.

Mereka berkata paham supaya pelajaran cepat usai. Padahal dari awal mereka tidak memperhatikan penjelasan bu Khusna. Hanya memainkan alat tulis sambil sesekali menguap dan terpejam.

Apalagi Tari sejak bu Khusna memasuki kelas ia sudah menguap berkali-kali. Sehingga puncaknya saat bu Khusna mulai menjelaskan inti pelajaran Tari meletakkan kepalanya di meja dengan mata terpejam.

Menurut Tari mata pelajaran Sejarah sama saja dengan mendongeng. Mirip dongeng pengantar tidur. Buktinya banyak yang ketiduran saat mapel ini.

Kalau Diba, jangan tanyakan lagi dia. Diba adalah contoh siswi teladan. Ia paling menyukai ketertiban, kedisiplinan, dan ketaatan. Intinya Diba paling menyukai kesempurnaan.

Kalau Milla, sudah pasti ia tengah mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. Ia terus menatap siswa kemarin yang bernama Kahfi Muallim.

"Wajahnya datar aja ganteng, apalagi kalau senyum beh ... gimana kabarnya hati ini?" gumam Milla.

Ketiga siswa kemarin memang sangat tampan. Banyak yang langsung menyukainya. Tetapi mereka hanya berbisik tanpa ketiga lelaki itu tau.

Meskipun mereka tampan, mereka juga sangat dingin dan tak tersentuh. Bahkan saat semua siswa saling berkenalan mereka hanya diam dan sibuk dengan urusan masing-masing.

Hingga banyak yang mengatakan mereka itu sombong, sok berkuasa, nggak butuh teman hingga ada berkata kalau mereka itu bisu. Habisnya belum ada satu pun siswa yang mendengar suara mereka. Tetapi itu hanya kata mereka. Mereka tidak tau bagaimana aslinya.

Saat Tari tertidur di mejanya, Apta--salah satu dari tiga serangkai-- tanpa sengaja memerhatikan Tari.

Ia tidak bisa berbohong jika Tari itu cantik. Apalagi alisnya yang tebal dan matanya yang cantik. Benar-benar menghipnotis setiap mata yang melihatnya.

Apta buru-buru memalingkan muka. Ia tidak mau menatap gadis itu lama-lama. Apta tidak mau terjerat jebakan setan yang menjebaknya lewat gadis itu.

Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi. Tari perlahan membuka matanya. Hanya bel yang dapat membangunkannya. Ia menoleh ke kanan dan kiri.

Sudah sepi hanya ada Apta dan kedua temannya. Bahkan Diba dan Milla sudah tidak ada. Teganya mereka meninggalkan Tari disini. Bersama Apta juga, meresahkan.

Tari mrngucek matanya lantas berkedip berkali-kali. "Kamu tau dimana dua siswi yang duduk disitu?" tanya Tari sambil menunjuk dua bangku yang ada dibelakangnya.

Mereka bertiga hanya diam. Tari yang tak suka diabaikan akhirnya mulai sebal.

"Kalau ada yang nanya dijawab dong, masa ganteng-ganteng tapi kaya patung. Padahal mukanya udah pas banget kalau jadi menantunya Umi," ujar Tari ngaco.

"Mereka keluar," jawab Apta singkat. Ia bahkan tidak menatap orang yang mengajaknya berbicara.

"Ohh oke makasih. Oh iya inget namaku Tari. Bisa juga dipanggil zaujati."

Tari segera berlari keluar kelas. Sekarang ia mempunyai hobi baru. Yaitu menggoda mas Raden. Meskipun ia goda raut wajahnya tetap datar Tari tetap bertekad untuk menggodanya lebih dari ini.

B e r s a m b u n g  . . .

Sampai jumpa next part ...

Sweet Regards
Fanila 🍀





Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang