● 13 •• Mantu ●

154 15 0
                                    

Sesudah shalat isya' berjamaah, Tari dan kedua orang tuanya duduk santai sambil menunggu acara dimulai. Sesekali terdengar perdebatan antara pasangan ibu dan anak yang tidak pernah akur itu.

Sedangkan sang ayah hanya memainkan ponselnya membuka aplikasi game offline miliknya. Sang ayah sama sekali tidak mempedulikan anak dan istrinya yang sedang beradu mulut. Mau mereka baku hantam pun sang ayah tidak akan peduli. Jahat memang, tapi itu lah ciri khas keluarga Tari.

Tak lama kemudian, sang mc naik ke panggung. Mc tersebut adalah kepala pengurus pondok. Ia berdiri diatas mimbar seraya mengucapkan salam untuk mengawalinya dan menatap lurus kedepan menghadap hadirin yang datang.

Acara pertama adalah pembukaan lalu dilanjut pembacaan ayat suci Al-Qur'an dan disambung dengan sambutan dari ketua panitia, kepala daerah sekitar termasuk kepala desa setempat, dan terakhir sambutan dari Pengasuh Pondok Pesantren Darul 'Ilmi.

Acara demi acara kini telah terlewati. Setelah sambutan dari Pengasuh Ponpes dilanjut dengan istirahat yang akan diisi dengan penampilan spesial hadroh oleh para santri terpilih.

Tari tampak antusias menyambut penampilan ini. Para santri pun mulai menaiki panggung dan duduk sesuai barisan saat latihan dan gladi.

Sudut bibir Tari terangkat membentuk senyuman ketika melihat Mas Santrinya ikut tampil. Apalagi posisinya sebagai vokalis. Tari sangat tidak sabar untuk mendengarkan suara merdu calon imamnya itu.

Setelah mengucapkan salam, Apta dan rekan vokalis nya memulai menyanyikan lagu-lagu qosidah diiringi rebana yang dipukul berirama.

Senyuman di bibir Tari semakin manis. Ia menatap Apta dengan terharu dan tersentuh. Suara calon imamnya itu sangat merdu. Ingin rasanya Tari berduet dengannya. Tetapi, ia insecure dahulu dengan suaranya.

Mana bisa Tari bernyanyi semerdu itu. Yang ada suara Tari memekakkan telinga dan membuat telinga budek seketika.

"Umi Umi ..." panggil Tari sambil menggoyangkan lengan Uminya.

Umi menoleh dan bergumam sebagai balasan.

"Umi liat deh santri yang duduk diurutan kedua dari utara, yang lagi megang mic, Umi lihat kan?" tanya Tari antusias.

"Lihat. Kamu kira Umimu ini buta? Memang dia siapa? Temenmu?" tanya Umi sedikit sewot.

"Itu calon mantunya Umi. Ganteng kan?"

Umi melongo dengan ucapan gadis kecilnya ini. Jari-jari Umi mendarat di kening Tari. Sebuah jitakan mampir kesitu. Meninggalkan rasa sakit yang masih terasa.

"Kenapa sih Umi suka banget nyentil kening anaknya. Untung Tari sayang, kalau nggak ... udah Tari buang ke panti jompo," gerutu Tari kesal.

Kini giliran cubitan keras mampir ke lengan Tari. Untung saja Abi langsung membekap mulut Tari, supaya Tari tidak sampai keceplosan teriak.

"Abi ... Umi itu lo jahat banget. Masa anaknya dikasarin terus. Umi mau ya Tari laporin ke LPAI, nanti Umi dipenjara. Yeay ... Umi sendirian," ucap Tari dengan kurang ajarnya.

Umi mencubit lagi lengan putrinya. Ia menatap tajam Tari. "Diam atau Umi buang!"

🌽

Suasana Pondok kembali seperti semula. Setelah kegiatan haul yang dilaksanakan tadi malam hanya tertinggal para santri dan siswa Darul 'Ilmi. Mereka semua datang pagi-pagi untuk membersihkan area lapangan yang kini sudah mirip tempat pembuangan sampah.

Semua orang yang hadir ikut andil dalam kegiatan bersih-bersih ini. Tak ada yang leha-leha istirahat saja. Karena disini mottonya satu bekerja semua turut serta.

"Mil sini belum bersih kok malah kesitu?" protes Tari sambil menunjuk sisi kanannya yang masih banyak sampah berserakan.

Milla menatap sampah-sampah itu sebal. "Nggak papa sini duluan aja," sahut Milla seraya memungut sampah gelas plastik yang tak sengaja diinjaknya.

"Lebih baik dari sisi kanan dulu baru kekiri bukan sebaliknya," ujar Tari.

"Udahlah Tar ikut aku aja ..."

"Enggak mau, harus dari kanan dulu baru kiri."

"Ribut aja terus sampai matahari terbit dari barat," potong Diba. Entah darimana asalnya hingga ia muncul begitu saja.

Tari dan Milla diam seketika. Mereka menatap Diba dengan akting memelasnya. Kalau seperti ini sudah mirip kaya Upin-Ipin yang dimarahi kak Ros.

"Ya maaf, Milla lo ngeyel," elak Tari.

"Ngeyel itu apa?" tanya Milla dengan wajah polosnya.

Diba dan Tari saling berpandangan lalu tertawa bersama.

"Kamu nggak tau artinya? Seriusan?" tanya Diba dengan muka yang masih menahan tawa.

"Itu bahasa Jawa kan, ya aku nggak tau lah. Kalian kan tau aku asalnya Jakarta. Mana paham bahasa kalian," jawab Milla.

"Eh iya lupa aku. Ngeyel itu artinya kaya keras kepala gitu lo," ucap Tari menerangkan. Milla mengangguk paham lantas kembali memungut sampah.

🌽

Pukul sepuluh siang kegiatan bersih-bersih baru saja selesai. Semua santri kembali ke asrama dan siswa-siswi dipulangkan.

Sembari menikmati waktu istirahat Tari duduk santai dibawah rindangnya pohon rambutan. Ia menatap halaman pondok yang ramai akan santri. Tak lupa juga ia membawa snack kesukaannya, tortilla.

Untuk me time nya Tari lebih menyukai kesunyian. Tari tidak terlalu suka keramaian, tapi bukan berarti ia menyukai kesendirian.

"Assalamu'alaikum," sapa seseorang dari samping Tari.

"Wa'alaikumsalam," jawabnya lalu menoleh kearah sumber suara.

"Kamu masih ingat aku nggak?" tanya santri yang mengucap salam tadi.

Tari menggeleng pelan, memorinya masih berusaha mengingat siapa santri ini. Kaya pernah ketemu tapi lupa.

"Oh iya aku baru ingat. Kamu santri yang nabrak aku kemarin-kemarin kan, kamu juga pernah nolong aku pas di minimarket. By the way makasih ya udah ditolongin," ucap Tari.

Santri itu tersenyum lalu menelungkupkan tangannya didepan dada, "aku Ammar, kalau boleh tau namamu siapa?"

"Tari," jawabnya seraya menangkupkan kedua tangannya didepan dada, mengikuti apa yang dilakukan Ammar padanya.

"Mar aku balik ke asrama dulu ya, mau beres-beres. Maaf nggak bisa lama, assalamu'alaikum," pamit Tari.

Beres-beres asrama hanya alibinya supaya bisa menjauh dari Ammar. Bukannya tidak nyaman, Tari hanya tidak terbiasa dengan kehadiran orang baru.

"Wa'alaikumsalam, hati-hati Tar," balas Ammar diiringi senyuman.

Setelah Tari pergi, Ammar juga beranjak pergi. Namun tak sengaja ia menginjak sesuatu yang keras. Ammar pun menunduk dan melihat apa yang ia injak.

Sebuah gelang dengan hiasan kupu-kupu dan bunga-bunga yang terlihat kusam. Ammar mengambilnya dan membersihkannya dengan meniup debu-debunya.

"Gelang kupu-kupu? Punya Tari mungkin?" tebak Ammar. Ia pun menyimpan gelang itu dan akan memberikannya pada Tari besok.

To be continued ...

Ciee ... besok udah puasa 😄
Semoga puasanya lancar ya, aku pribadi mengucapkan

MARHABAN YA RAMADHAN

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan, puasanya full ya jangan bolong-bolong 😃



Sweet Regards
Fanila

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang