● 12 •• Jahat ●

149 12 0
                                    

Hari ini adalah hari spesial bagi Ponpes Darul 'Ilmi. Sebab pada hari akan ada acara haul atau peringatan hari kematian Romo Kyai. Beliau adalah pendiri Ponpes Darul 'Ilmi sekaligus ayah kandung Kyai Fatah Abdillah.

Suasana Pondok sangat ramai. Banyak orang yang bertugas mengatur jalannya acara nanti malam. Denger-denger untuk memperingati haul Romo Kyai Umar Abdillah akan diadakan pengajian akbar. Acara besar itu akan dibuka untuk umum dan tentunya dihadiri oleh berbagai pihak. Juga mengundang beberapa Kyai dari pondok pesantren lain. Para alumni Ponpes Darul 'Ilmi juga turut meramaikan acara ini.

Sedangkan untuk para santri saat ini sedang membersihkan area pondok. Para santri terlihat sangat antusias menyambut hari spesial ini. Sebab acara ini hanya diadakan setahun sekali.

Tari beserta kawan-kawannya juga ikut serta dalam acara ini. Mereka membantu membersihkan area pondok dan lapangan untuk area pengajian nanti malam.

Mereka kini sudah siap dengan peralatan bersih-bersihnya. Tari dan Diba yang membawa sapu lidi, Milla membawa pengki alias cikrak.

Mereka turut membersihkan lapangan bersama santri dan siswa lain. Sesekali mereka juga berbincang hal yang tidak penting. Apalagi Milla, gadis itu seolah tak ada kata capek jika berbicara. Sangat cocok jika disandingkan dengan Tari. Cerewetnya sebelas dua belas.

"Dib Mil kemarin aku denger katanya nanti malam ada penampilan spesial dari santriwan, emang bener ya?" tanya Tari.

Matanya menatap Diba dan Milla yang sedang bekerja sama untuk memasukkan sampah dedaunan ke pengki.

"Kayaknya iya Tar," jawab Diba singkat.

"Semoga saja iya. Milla pengen banget liat penampilan spesial mereka. Sespesial apa sampai ditampilkan di acara besar seperti ini? Semoga aja ada Kahfi," sahut Milla sembari berandai-andai Kahfi diatas panggung sambil melambaikan tangan kearahnya.

"Malah mikirin cowok. Buang dulu sampahnya baru halu," decak Diba yang dibalas tawa Tari. Sedangkan Milla, ia langsung pergi sambil menghentakkan kaki sebal.

Diba dan Tari tertawa pelan melihat kelakuan Milla yang jauh dari kata anggun.

🌽

"Latihannya cukup sampai disini, ingat nanti ba'da dzuhur kita kumpul lagi buat gladi bersih, jangan ada yang nggak hadir. Ingat ini acara penting. Di acara ini harga diri pondok kita juga dipertaruhkan. Jadi, saya harap kalian mengerti dan paham, assalamu'alaikum," ucap seorang lelaki dengan tubuh tinggi dan rambut panjang sepunggung.

Para santri yang berada di aula mengangguk patuh dengan arahan dari lelaki itu. Santri-santri itu merupakan santri pilihan yang akan menampilkan sesuatu yang spesial untuk acara nanti.

Mereka berjumlah sepuluh orang. Tiga orang diantaranya adalah Apta, Kahfi, dan Barra. Mereka akan menampilkan seni hadroh. Apta bersama seorang santriwan lain menjadi vokalis.

Sedangkan Kahfi dan Barra, mereka mendapatkan bagian rebana dan bass.

🌽

Ba'da maghrib suasana Pondok mulai ramai. Tamu undangan mulai berdatangan, para alumni juga sudah hadir dan mengisi kursi yang disediakan. Tak tertinggal orang tua santri dan siswa juga turut hadir.

Tari dan kedua sahabatnya berdiri di depan pintu masuk. Mereka menunggu orang tua masing-masing. Tari terlihat tidak tenang, ia menoleh ke kanan kiri untuk memastikan kehadiran orang tuanya.

Dari kejauhan tampak seorang wanita dan pria yang berjalan berdampingan. Tari tersenyum senang, ia tahu wanita dan pria itu adalah Umi dan Abinya.

Tanpa berpamitan pada kedua sahabatnya, Tari berlari menghampiri orang tuanya dan memeluknya bergantian.

"Umi ..." teriak Tari sambil berlari seraya merentangkan kedua tangannya.

Uminya tersenyum seraya melambaikan tangan. Tari memeluk Abinya erat, ia sangat rindu. Sudah hampir satu semester mereka tidak bertemu.

"Abi ... Tari kangen," gumam Tari sambil mengeratkan pelukannya.

"Abi juga kangen Tari, gimana baik-baik aja kan disini?" tanya Abi seraya melepas pelukannya pelan. Tangannya memegang pundak Tari.

"Alhamdulillah Tari baik-baik aja Bi," jawab Tari dengan gembira.

"Ya ... udah lupa sama Uminya, mentang-mentang nggak ketemu satu semester Uminya dilupa," sindir Umi seraya mengibaskan tangannya disekitar kepala.

Tanpa menjawab sindiran Uminya, Tari langsung memeluk wanita itu. Mereka berpelukan lumayan lama. Dan tak ada kata yang terucap kecuali suara hembusan nafas keduanya.

"Umi ... Tari kangen banget sama Umi. Udah lama nggak julidin Umi, untung disini ada partner julid. Tari kan nggak kesepian jadinya," lirih Tari. Raut mukanya ia buat sesedih mungkin supaya Uminya terharu.

Namun realitanya, sebuah sentilan mendarat di keningnya.

"Lambenya tolong dirumat, Umi jadi nyesel punya anak kamu Tar," ucap Umi tanpa filter. Bahkan beliau mengeluarkan logat Jawanya. Begini lah Umi, ibu paling kejam menurut versi Batari Indira Adistia.

Tari berakting seolah sedang tersakiti. Ia memegang dada kanannya sambil memasang wajah sedih. Bibirnya mengerucut dengan mata mengerjap minta ditampol.

Dan benar saja, Umi langsung menjewer telinga Tari yang tertutup jilbab. Meski tertutup jilbab, rasa sakit itu sangat terasa.

"Abi ... Umi jahat, minta uang tambahan dong," ucap Tari dengan tampang tidak berdosa membuat Umi semakin berminat untuk menampol putri satu-satunya ini.

"Heh lambemu duwat-duwit, gemi Tar ..." sahut Umi dengan tatapan tajam, setajam silet.

"Umi nggak boleh gitu, katanya ustadz kita nggak boleh ngomong kasar. Daripada ngomong kasar terus berdosa mending ngasih uang Tari. Eum ... dua ratus ribu cukup kok," balas Tari dengan senyumannya.

"Abi ayo ke masjid kita sholat isya' dulu. Berdoa supaya kita dikasih momongan lagi, biar Tari bisa Umi buang ke panti asuhan," ajak Umi pada Abi.

"Astagfirullah ... Umi jahat banget sih, ini anaknya Umi lo. Kok Umi tega banget, Tari nggak mau ya punya adek," gerutu Tari.

Namun Umi dan Abinya malah pergi duluan ke masjid. Tari hanya menghela napas pasrah. Mau marah tapi pamali. Nggak marah kok nggak bisa.

B e r s a m b u n g








Maaf kalau bahasanya sedikit gimana-gimana gitu 👉👈

Umi emang suka gitu, nggak bisa kalem kaya anaknya

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya

Betul tidak?





See you next part ❤

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang