04. Fiks Itu Calonku

231 18 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Tari masuk sekolah sebagai siswi MA Darul 'Ilmi setelah kegiatan MOS  (Masa Orientasi Siswa) berlangsung selama tiga hari.

Tari memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah lewat pantulan dirinya di cermin. Ia terus tersenyum sambil berputar-putar, mungkin maksudnya mau cosplay film India.

Ia tampak cantik dengan balutan seragam MA Darul 'Ilmi. Dengan setelan kemeja warna biru muda dengan logo Yayasan Darul 'Ilmi di saku dan rok panjang berwarna navy. Dipadukan dengan jilbab syar'i warna biru muda.

Setelah merasa puas mengagumi kecantikannya, Tari mengolesi tangannya dengan handbody aroma sakura. Entah kenapa ia sangat menyukai aroma sakura. Bunga khas Jepang itu sangat memikat dan membuatnya jatuh cinta.

"Dib Mil ayo berangkat," ajak Tari seraya menggendong tasnya di punggung.

"Bentar Tar tak pakai jimat," ucap Milla ngawur.

"Nggak usah jimat-jimatan. Syirik," sahut Diba. Ia kembali merapikan dasinya juga kerudungnya.

"Bener tuh Mil dengerin apa kata Ustadzah Diba," imbuh Tari.

"Ini tuh jimat sakti pemberian nenek-nenek terdahulu," balas Milla seraya menyemprotkan parfum aroma melati.

"Terserah Mil. Semerdeka mu aja. Yuk Tar berangkat," ajak Diba sembari menarik tangan Tari.

"Dadah Milla," ucap Tari seraya melambaikan tangannya.

"Dah ... hati-hati."

___

Tari, Diba, dan Milla saat ini tengah duduk santai sambil menanti guru yang akan. Mereka bertiga duduk sendiri-sendiri karena memang bangkunya hanya untuk satu orang. Meski begitu mereka tetap duduk berdampingan satu sama lain.

Teman sekelas mereka juga lumayan banyak, sekitar tiga puluhan. Saat Tari sedang berbincang dengan Milla, tiga siswa memasuki kelas. Mereka bertiga berpenampilan sangat rapi dan tentunya berpeci.

Tari sampai bengong begitu melihat mereka. Tetapi yang paling menarik perhatiannya adalah seorang siswa yang berdiri yang paling tengah. Siswa tampan yang berwajah datar.

"Masya Allah, yang paling tengah fiks jodohnya Tari," gumamnya seraya tersenyum kearah siswa itu. Entah siswa datar itu melihatnya atau tidak.

"Astagfirullah, tampannya mereka. Mata suci Milla sudah ternodai ya Allah," ucap Milla sembari menutup matanya menggunakan kedua tangan. Tetapi ia merenggangkannya sehingga masih bisa melihatnya sedikit.

"Pokoknya fiks yang paling kanan jodohnya Milla," ucapnya.

Sedangkan Diba, ia sama sekali tidak tertarik dengan kehadiran tiga siswa itu. Tidak seperti kedua sahabatnya yang heboh.

Lantas ketiga siswa itu berjalan mencari kursi yang masih kosong. Dan kebetulan tinggal tiga kursi yang masih belum berpenghuni. Itu pun berdampingan dengan bangku Tari.

"Alhamdulillah, rejeki putrinya Umi. Dapat teman ganteng pula. Tunggu Umi suatu saat nanti dia akan jadi mantumu," lirih Tari.

Saat ini keberuntungan sedang berpihak pada Tari. Siswa yang berdiri paling tengah tadi kini duduk disampingnya. Tari terus berusaha mencuri-curi pandang siswa itu. Meski belum tau namanya, Tari telah dibuat jatuh cinta.

"Masya Allah, ganteng banget sih kamu. Ini baru namanya calon suami Tari," gumam Tari. Matanya seolah terkunci hanya untuk menatap lelaki itu.

"Astagfirullahaladzim, inget Tari itu dosa. Belum mukhrim, nanti kalau udah sah boleh diliatin terus. Sekarang jangan ya," menolong Tari lalu ia memejamkan kedua matanya dan memalingkan pandangan ke arah lain.

Suara langkah kaki memasuki kelas mengalihkan perhatian Tari. Ia segera duduk setenang mungkin.

"Assalamu'alaikum anak-anak," ucap seorang ibu guru yang berdiri didepan sembari tersenyum simpul. Beliau sangat cantik dan masih muda. Sepertinya beliau berumur sekitar dua puluh dua tahunan.

"Wa'alaikumsalam bu," jawab seluruh siswa-siswi kompak.

"Perkenalkan saya Khusna Az-Zahra, selama satu tahun kedepan saya akan menjadi wali kelas kalian," ucap bu Khusna memperkenalkan diri.

"Baik bu."

___

Susu strawberry dan tortilla, dua snack yang membuat Tari lupa segalanya. Ia sangat menikmati jajanannya sambil membaca novel yang ia pinjam dari perpustakaan tadi pagi.

Tari membaca buku novelnya sembari menunggu waktu sholat asar tiba. Ia sesekali tertawa karena adegan lucu yang dibacanya. Kadang raut wajahnya juga lesu saat membaca adegan sedih.

Derap langkah kaki membuyarkan fokus Tari pada novelnya. Ia pun menutup novel itu dan meletakkannya di rak. Lantas ia berjalan mendekati pintu dan membukanya.

"Kok nggak ada siapa-siapa ya? Tadi kaya ada orang lewat. Eum ... mungkin santriwati kamar sebelah," ucap Tari heran. Matanya menengok ke kanan ke kiri namun tidak ada orang sama sekali.

Tari kembali menutup pintunya dan mengambil lagi novel tadi. Ia akan melanjutkan membaca sembari menghabiskan snacknya. Ngomong ngomong soal Diba dan Milla, mereka sedang keluar membeli kebutuhan pribadi.

Baru saja Tari merebahkan tubuhnya di kasur pintu kamarnya terbuka lebar-lebar dan menimbulkan suara bantingan yang cukup keras.

"Assalamu'alaikum ..." pekik Milla sambil menenteng belanjaannya.

"Assalamu'alaikum Tar. Maaf kelamaan, nih Milla penyebabnya masa mau beli sabun mandi aja bingung," ucap Diba menyalahkan Milla.

Milla menatap tajam Diba, seenaknya saja kalau ngomong. Padahal Diba sendiri kalau beli sikat gigi juga lama.

"Nggak lama kok, oh iya Dib mana pesananku? Nggak lupa kan?" tagih Tari. Sebelum Diba dan Milla berangkat, Tari menitip tortilla satu bungkus dan dua botol susu strawberry.

"Nggak lah, ini Tar," balas Diba lalu mengambil pesanan Tari dari plastiknya.

"Makasih, total semuanya berapa?" tanya Tari seraya merogoh saku roknya. Ia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan. "Segini cukup nggak?" tanyanya.

"Nggak usah Tar, lagian aku nggak punya kembalian," tolak Diba halus.

"Yaudah kalau nggak mau. Gantinya suatu hari nanti aku bakalan traktir kamu," ucap Tari seraya mengembalikan uangnya ke saku.

"Tau gini mending aku aja yang beliin Tari jajan," lirih Milla.

___

Seusai sholat Isya' berjamaah dan ngaji kitab, Tari beserta kedua sahabatnya kembali ke kamar. Setibanya di kamar mereka langsung membaringkan badan di kasur.

"Kalian udah nentuin mau ikut ekstrakurikuler apa?" tanya Milla. Ia menatap teman-temannya yang sedang berbaring.

"Belum Mil, kamu sendiri mau ikut ekstrakurikuler apa?" tanya Diba.

"Nggak tau, aku dari dulu nggak pernah ikut ekstrakurikuler, Tari kamu ikut apa?" Milla menatap Tari yang sedang memeluk erat gulingnya.

"Jurnalistik," jawab Tari mantap. Ia pun bangkit dari kasurnya dan duduk tegak.

"Jurnalistik? Seriusan?" tanya Diba dan Milla bersamaan.

"Serius. Kalian gimana?" tanya Tari. Milla menggeleng pelan. Ia sama sekali tidak berminat ikut ekstrakurikuler. Sedangkan Diba ia menerawang langit kamar.

"Aku pengen ikut qiro'ah deh, kayaknya seru. Aku pengen nyoba hal baru," sahut Diba.

"Hah? Seriusan?"

/\/\/\/\/\

To be continued ...

Gimana udah suka belum sama cerita ini?

Tunggu part selanjutnya ya ... papay ...

Sweet Regards
Fanila 🍀

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang