Prolog

897 41 0
                                    

Ketemu sama lagi aku di work ketigaku, semoga kalian suka yaa ...


>>><<<

"Tari ... Umi sama Abi udah sepakat buat masukin kamu Pondok Pesantren Darul 'Ilmi. Kamu tau kan, Ponpes miliknya Kyai Fatah 'Abdillah," tutur Umi lembut.

Keluarga kecil itu kini tengah berkumpul di ruang tamu sambil membicarakan pendidikan Tari. Tari hanya menyimak setiap kata yang diucapkan Umi-nya sambil memakan pilusnya.

"Gimana nduk kamu nggak keberatan kan kalau kita masukkan ke pondok? Kalau kamu mau besok Abi daftarkan," tanya Abi sambil menatap Tari.

Tari memakan butiran terakhir pilusnya lalu menghembuskan napas pelan. "Tari ngikut aja kemauan Umi sama Abi. Tari nggak keberatan juga kalau harus mondok," jawab Tari santai.

"Kamu serius Tar? Kamu yakin mau mondok, biasanya juga di rumah bangun jam setengah enam. Itu pun kalau dibangunin Umi," tanya Umi masih tidak percaya.

Tari menatap Umi-nya lembut. Setiap perkataannya pasti fakta. Apalagi perkataan yang ini, Tari tidak bisa mengelak sama sekali.

"Umi-nya Tari yang paling cantik ... Tari serius. Lagian kalau di rumah Tari cuma dengerin ceramahnya Umi. Kalau Tari mondok kan nggak denger ceramahnya Umi lagi. Kasihan tau telinganya Tari, tiap hari harus dengerin ceramahnya Umi yang sembilan puluh sembilan koma sembilan persen bermanfaat," ucap Tari santai. Sesekali ia membenarkan posisi jilbabnya yang sedikit bergeser.

"Astagfirullah sabar ... Tari ini titipan dari Engkau. Tolong beri lah hamba kesabaran untuk menghadapi titipan-Mu ini ya Allah," gumam Umi pelan.

Tari menyedot susu uht strawberry yang disediakan Umi-nya. Lalu ia menatap Abi dan Umi-nya bergantian.

"Abi, Tari berangkatnya ke Pondok kapan?" tanya Tari sembari menyedot susu kotaknya sampai tandas. Lalu Tari melemparkannya ke tempat sampah dekat pintu, dan goll ... bungkus susunya masuk ke tempat yang seharusnya.

"Ya ndak tau. Nunggu informasi dari pihak Ponpes," jawab Abi lirih. Beliau masih fokus dengan salah satu kitab kuning koleksinya. Saking banyaknya kitab kuning, Tari sampai tidak hafal apa saja namanya. Yang Tari tau hanya kitab Tafsir Jalalain dan Bulughul Maram. Karena dua kitab itu sering dipelajarinya saat Tari masih di bangku Madrasah Tsanawiyah.

Tari mengangguk paham. Saat anak-anak lain menolak keras saat hendak dimasukkan ke pesantren, Tari malah menyambutnya dengan senang hati. Karena ia memiliki pedoman 'jika itu pilihan orang tua tidak mungkin salah sebab orang tua paling tau apa yang dibutuhkan anak-anaknya'.

"Abi ... waktu pendaftaran Tari ikut nggak?" tanya Tari.

"Ikut lah Tar, yang mau mondok kan kamu, masa kamu nggak ikut," jawab Abi sambil menatap wajah imut putrinya.

"Hmm iya Bi, Tari mau ke kamar dulu ya. Mau bobok," ucap Tari lirih. Ia terlihat sangat mengantuk. Padahal nggak ngerjain apa-apa. Cuma rebahan di sofa sambil streaming youtube sama nyemil pilus sampai dua bungkus, tortilla satu bungkus, dan susu kotak dua bungkus.

"Astagfirullah anakmu Bi," ucap Umi sambil menggeleng.

"Anakmu juga gitu lo," sahut Abi tak mau kalah.

"Kok anak kita hobi banget rebahan ya Bi. Padahal kita tuh nggak kek gitu. Terus dia titisan siapa?" tanya Umi heran.

"Titisan kamu lah. Yang mengandung Tari kan kamu jadi sifat-sifatnya juga njiplak kamu. Coba kamu inget dulu waktu seumuran Tari kamu juga mageran kan?"

"Nggak ya, enak aja. Waktu seumuran Tari aku bantuin Emak jahit baju pelanggan."

"Kalian kalau mau nggibahin Tari rada jauh dong. Biar Tari nggak denger. Nggibah kok deket orangnya," sindir Tari dari dalam kamarnya.

"Biar nggak dosa Tar. Makanya kita ngomongin kamu didekat kamarmu. Kalau kamunya dengar kan bukan ghibah, jadi kita nggak dosa. Iya nggak Bi?" tanya Umi sambil menyenggol lengan Abi.

"Tauk serah kalian!"

>>><<<

Kalau ada typo atau kesalahan lainnya kasih tau ya 😉

Terima kasih udah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini, semoga kalian suka dan ikuti terus ceritanya sampai ending 😁

Luv yu buat kalian 💙

Sweet Regards 🍀
-Fanila-

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang