17. New Version

139 16 0
                                    

Tari memandang keluar lewat jendela kamar. Dilihatnya Diba sedang duduk sendirian dibawah pohon rambutan sambil membaca buku.

"Mungkin gak sih Diba cemburu liat aku sama Milla barengan terus, terus Diba merasa diabaikan?" ucap Tari bermonolog.

Tari menengok kembali keluar jendela, syukurlah Diba masih disitu. Oke, tekadnya kembali ada. Tari akan menghampiri Diba kembali. Semoga sukses!

"Diba ..." panggil Tari. Ia sedikit berlari menghampiri Diba. Sedangkan Diba, hanya menatap Tari malas.

Tari duduk disebelah Diba lalu tersenyum penuh arti, "Dib aku minta maaf kalau ada salah sama kamu, tolong jangan diem-dieman gini terus."

"Terus mau kamu apa?" tanya Diba.

Senyuman kembali tercetak dan menimbulkan lesung pipi, "kita baikan!"

"Jujur aku masih kecewa sama kamu dan semudah itu baikan?" Diba menatap Tari dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Iya. Karena aku tau dimana letak kesalahanku dan aku akan berusaha untuk memperbaikinya termasuk memperbaiki hubungan kita," kata Tari panjang lebar.

"Kamu kira kita pacaran? Hah?!" kata Diba sedikit menaikkan intonasi bicaranya. Namun, Tari malah tertawa melihat Diba yang sedikit kesal padanya.

Jujur saja selama berteman dengan Diba baru kali ini, Tari melihat Diba kesal.

"Gimana mau baikan nggak? Aku udah bawain coklat masa nggak mau?"

"Iya kita baikan," balas Diba lalu mengambil sebatang coklat yang dibawa Tari.

Bahagia, itu yang Tari rasakan. Refleks, ia memeluk Diba hingga membuat perempuan itu terasa tercekik.

"Kamu mau balas dendam sama aku dengan cara nyekik aku, gitu? Hah?!" sentak Diba. Nafasnya tadi hampir saja berhenti gara-gara kelakuan perempuan minim kesopanan yang duduk didepannya ini.

"Astagfirullah, seorang Rafiqah Adiba bisa ngegas juga? Wow sebuah keajaiban yang fana'," sahut Tari seraya bertepuk tangan heboh.

"Aku juga manusia, ada kalanya aku kalem, ada waktunya juga aku ngegas, dan sekarang aku lebih ngegas lagi kalau ada kamu. Udah lebay, aneh, minim akhlak, dan tentunya bikin darting," papar Diba.

Bukannya marah dan tersindir dengan perkataan Diba, Tari malah tersenyum kearah Diba. Membuat gadis itu bergidik ngeri.

"Diba tadi ngomong apa? Darling? Oh terima kasih, saya tidak menerima panggilan spesial dari sesama jenis," kata Tari.

"Batari!" teriak Diba. Namun, Tari sudah terlebih dahulu kabur sebelum dihajar habis-habisan oleh Diba versi terbaru. Diba yang sudah diupdate menjadi lebih menyeramkan dan nggak bisa santai.

Tapi tidak mengapa, Tari menyukai Diba new version.

***

Rebahan di kasur masing-masing sambil menyantap camilan memang moodbooster terbaik untuk anak pondok. Mereka suka menghabiskan bersama teman sekamarnya.

"Tar, Dib bentar lagi ujian terus kita naik kelas dua belas, kalian seneng nggak?" tanya Milla tiba-tiba.

Diba menengok lalu menatap Milla sebentar, "biasa aja," jawab Diba seadanya dan sejujur-jujurnya.

Nah kan, Diba versi lama kembali lagi. Sebenarnya gimana? Diba punya kepribadian ganda atau ... entahlah.

"Kalau aku sih, suka iya, sedih juga iya. Sukanya karena aku bentar lagi mau kuliah dan nikah, sedihnya aku berpisah sama kalian," ujar Tari sambil berpura-pura menangis. Akting lagi kan? Oke harus sabar!

Punya teman seperti Tari, stok kesabaran harus melimpah ruah. Kalau bisa sampai turah-turah.

"Kalian mau denger ceritaku nggak?" tanya Milla bersemangat.

"Nggak!"

"Nggak!"

Kompak. Tari dan Diba kompak menolak penawaran Milla. Karena mereka tau, ujung-ujungnya Milla menceritakan tentang Kahfi, yang katanya mau jadi suaminya.

Halunya terlalu tinggi! Tapi tidak berbeda dengan Tari. Milla menghalukan Kahfi. Tari menghalukan Apta.

Sedangkan Diba? Ammar? Atau Barra.


Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang