Written by: @gariskelut
"Pelan-pelan minumnya. Nanti keselek, bobanya loncat."
*
Kalau saja tanah bisa terbelah tiba-tiba detik ini, Airin memilih untuk melompat ke dalamnya dan menyembunyikan diri dari tatapan Bayu yang terlihat menahan tawa.
Bagaimana tidak? Setelah Cika membisikan nama Bayu, Airin terbatuk-batuk hingga nasi goreng yang belum sepenuhnya terkunyah, apalagi tertelan, terpaksa tersembur kemana-mana layaknya air yang keluar dari pancoran hingga mengenai wajah Moses yang duduk di depannya.
Astaga.
"Sorry, Mos, sorry." Airin mengelap wajah Moses dengan sapu tangan yang selalu tersedia di dalam tas ransel merahnya. Gerakan tangan Airin di wajah Moses tidak ada lembut-lembutnya. Terlihat seperti orang yang sedang mengamplas permukaan kasar.
"Gila lo. Muka gue lama-lama bisa rata lu gosok kayak gitu." Moses mengempaskan tangan Airin dari wajahnya. Cika sudah ngakak setan di samping Airin. Teman tak beradab.
Airin melirik takut-takut tempat di mana tadi Bayu berada. Cowok itu masih duduk di tempatnya dan masih memandang Airin dengan tatapan geli. Buru-buru Airin menghabiskan makanannya, dan melesat pergi. Mengabaikan seruan Moses dan Cika. Ia terus melangkah tanpa menoleh kebelakang.
Sepanjang jalan ia merutuki dirinya yang bisa-bisanya terbatuk dengan sangat tidak elit dan sang pujaan hati–Bayu—melihatnya. Huh.
Tanpa sadar, ia menabrak seseorang. Membuat barang bawaan orang yang ditabrak Airin berhamburan ke mana-mana. Astaga, kenapa hari ini ia sial sekali.
"Sorry, Kak." Airin membantunya memunguti barang-barang yang berserakan di lantai lorong fakultas bahasa.
Ketika Airin mendongak, ternyata orang yang ditabraknya adalah cowok ganteng, tapi masih gantengan Bayu.
"Makasih." Suara serak-serak basah cowok itu mengudara saat Airin mengangsurkan barang-barangnya.
Airin mengangguk. Lalu beringsut pergi setelah mengucap maaf untuk kedua kalinya kepada cowok yang entah siapa namanya itu.
***
Kemungkinan bertemu dengan orang yang sama di hari yang sama namun di tempat yang berbeda sangatlah sedikit. Tapi, Airin kini bertemu lagi dengan sosok cowok yang tadi bersitubruk dengannya saat di kampus.
Saat ini Airin sedang nongki-nongki cantik di cafe bersama cowok itu yang ternyata bernama Higa.
Bagaimana bisa? Oh tentu saja bisa.
Saat Airin tengah ngadem-ngadem di cafe dan memanfaatkan fasilitas wifi yang ada, cowok itu dengan sendirinya menghampiri Airin.
"Hai, gue duduk sini, ya." Airin tengok kanan-kiri, padahal masih banyak bangku kosong.
"Eh, lo cewek yang tadi, 'kan?"
Seketika pupil mata Airin membesar. Ia baru ngeh kalau cowok itu adalah cowok yang tadi. Jadilah mereka berkenalan dan mengobrol dengan canggung. Setidaknya itu yang dirasakan Airin. Ia tidak terbiasa mengobrol santai dengan lawan jenis selain Moses dan ayahnya.
"Lo fakultas apa?" tanya Higa sambil membetulkan bando di kepalanya. Higa ini berambut gondrong ikal, memakai bando agar rambutnya tidak menghalangi penglihatan.
"FIB," jawab Airin singkat. Kan, Airin ini bisa sangat bobrok saat bersama teman-temanya, dan bisa menjadi kalem kalau dengan orang baru dikenal. Jaga image, katanya.
"Woi, Bayu!" Tiba-tiba Higa menyerukan nama Bayu. Apa tadi? Bayu?
Bayu yang mana, nih?
"Eh, Higa!"
Ya amsyong, suara itu ....
Bangku di sebelah Airin ditarik bersamaan dengan sosok yang menarik bangku tersebut duduk tepat di sampingnya. Sial, jantung Airin langsung dugun-dugun tak karuan.
Higa dan Bayu bersalaman ria ala cowok-cowok gentle.
"Kenalin, nih, Bay. Airin," kata Higa, "Airin, ini Bayu, teman gue," lanjutnya.
Airin mengangguk, wajahnya masih kaku. Bayu menampilkan senyum tipisnya. Oh, ternyata Bayu jika dilihat dari dekat ketampanannya bertambah 3 kali lipat. Airin sampai salah fokus karena melihat kumis tipis serta lekuk kecil di kedua pipinya saat cowok itu tersenyum. Keduanya bersalaman singkat.
"Lo kok bisa kenal sama Higa, Ai?" tanya Bayu.
What? Apa tadi katanya? Ai ...? Aiyang atau Airin? Sungguh penggalan nama yang sangat ambigu.
"Baru aja kenal." Higa yang menjawab. "Tadi kita nggak sengaja tabrakan, terus ketemu lagi di sini."
Bayu mangut-mangut saja, lalu meraih minuman Higa, dan menenggaknya seakan kalau minuman itu miliknya. Higa hanya mendengus melihat kelakuan Bayu.
"Lo sejurusan sama Bayu, Rin?" tanya Higa, "Bayu juga, 'kan, anak FIB."
"Enggak. Gue sasing, dia sasind." Malah Bayu yang jawab. Tapi ....
Kok dia bisa tahu jurusan gue, sih, batin Airin menjerit. Setengah terkejut setengahnya lagi senang karena ternyata Bayu tahu jurusan apa ia berada. Oke, tenang, tenang. Tarik napas, embuskan.
Airin mengangguk, mengiyakan ucapan Bayu.
"Kalian berdua udah saling kenal, ya?" Higa memicing menatap Bayu dan Airin bergantian.
"Dia adek kelas gue pas SMA, Ga," sahut Bayu santai. Lalu kembali meminum minuman milik Higa. Kali ini menghabiskannya hingga tetes terakhir.
Saat Higa mencak-mencak karena minumannya di habiskan, Airin sibuk untuk menormalkan degub jantungnya yang menggila. Hanya Bayu yang bisa membuatnya seperti ini. Desirannya masih sama seperti saat masa sekolah menengah akhir kala itu.
Airin menyedot bobanya rakus karena saking senangnya. "Pelan-pelan minumnya. Nanti keselek, bobanya loncat," celetuk Bayu mengulum senyumnya.
Malunya bukan main. Bayu pasti menyindir kejadian di kantin tadi saat Airin keselek ketika makan nasi goreng. Airin hanya cengar-cengir saja. Mendadak bodoh.
***
Airin mengamati langit-langit kamarnya. Membayangkan bagaimana kalau atap kamarnya itu berlubang dan dapat membawa Airin pergi ke dimensi lain. Oke, abaikan pemikiran absurd Airin yang sering kali hadir saat ia sedang gabut.
Seketika ia teringat kejadian tadi siang. Bagaimana akhirnya Airin tahu bahwa Bayu ternyata mengenalnya. Menyadari keberadaannya. Spekulasi yang muncul karena ucapan Moses tempo hari akhirnya terbantahkan dengan hanya satu kalimat, "Dia adek kelas gue pas SMA."
"Arrrghhhh." Seprei coklatnya berantakan karena Airin melompat-lompat kegirangan hingga membuat rambut dark brown-nya yang dikuncir kuda bergerak kesana-kemari
"Bayu mengenalku, Bayu mengenalku, horeee, horeee~." Suara falsnya mengudara. Melantunkan lagu libur telah tiba yang Airin ubah liriknya.
Seketika ia berhenti melompat. Sedikit blank karena kewarasaan serasa menghantamnya. "Setelah tahu kalau Bayu kenal gue, lalu apa?"
Ah sudahlah, Airin akan pikirkan itu nanti. Yang terpenting sekarang adalah ia harus membagi kesenangannya pada Cika, terutama Moses. Ia akan pamer pada cowok itu yang sudah mempertanyakan, "... memastikan bahwa dia tau nama lo."
"Hei, jangankan tahu nama. Dia juga tahu kalau gue adek kelasnya," monolognya seraya mengambil HP di atas nakas.
Baru mau men-dial nomor Chika. Panggilan dari nomor tidak dikenal masuk. Alis Airin bertaut. "Siapa, nih?"
Ia menerima panggilan tersebut lalu suara orang dari sebrang sana pun terdengar.
"Halo."
KAMU SEDANG MEMBACA
BK8 - Renjana Airin
Romance"Masya Allah! Emang ya Rin, lo nggak salah pilih suka sama Bayu," bisik Cika yang membuat Airin menyikut lengan Cika. Ini bukan kali pertama Cika memergoki cowok itu sedang memperhatikan Airin. "Gue rasa dia juga suka sama lo deh, Rin. Gue selalu li...