Bab 13

55 11 10
                                    


Written by: @marshine__ (wattpad) and nis.mardiah (instagram)


"Manusia tuh memang enggak bisa teguh pendirian. Hari ini bilang kalau nunggu itu ngebosenin. Besoknya malah nungguin."


Airin menatap bangga bulatan-bulatan setiap tanggal kalender bermotif batik miliknya di atas meja belajar. Genap tiga puluh hari sudah, interaksi dirinya dan Bayu Dirgaputra terbilang mulus seperti jalan tol. Beberapa kali candaan, bertukar cerita menunggu kantuk menyerang di malam hari hingga jalan-jalan santai sepulang kuliah sudah mereka lalui.

Astaga, ini seperti mimpi! pekik Airin dalam hati.

Airin menyesal dulu pernah terpikir untuk berhenti mengagumi dan menunggu Bayu, karena jujur saja menunggu dengan sejuta harapan tanpa kepastian adalah hal yang sangat membosankan.

Pikiran Airin menerawang, menerka-nerka langkah apa lagi selanjutnya. Apakah hanya bertahan di posisi gebetan atau naik menjadi ... jadian? Airin menggelengkan kepalanya mengusir pikiran tadi. Ia teringat akan peristiwa lain yang sekarang sukses membuat dirinya menggigit bibir dalam, antara tersipu bercampur malu. Satu minggu lalu tepatnya peristiwa itu.

***

"Aku balik ya, Ai."

Airin mengangguk pada Bayu setelah menyerahkan helm miliknya.

Bayu yang sudah menyalakan mesin motor, tiba-tiba memutar lagi kuncinya hingga mesin kembali mati. Bayu tiba-tiba mengangguk sopan. "Sore, Om," sapanya.

Tatapan Bayu yang terarah ke belakang Airin, membuat Airin menoleh cepat. Lalu membelalak melihat siapa yang berdiri di balik pagar.

"Pa ... pa? Sejak kapan di rumah?" tanya Airin dengan cepat. Airin segera menoleh kepada Bayu, memelototi cowok itu agar segera enyah secepat mungkin. Pulang, Bay, sebelum kamu dibawa ke meja bundar!

Sayangnya Bayu malah tersenyum ke arah papa Airin yang mulai membuka pintu pagar.

"Papa rencananya besok baru pulang, tapi sudah selesai semua urusan, ya pulang aja," jawab papa Airin. "Tadi dari mana?"

"Ke perpustakaan kota, temanin Airin cari referensi jurnal buat tugas dari dosennya, Om." Bayu menjelaskan dengan tenang.

"Pa, udah ya. Bayu mau pulang, lanjut tugas buat presentasi besok," sela Airin agar papanya tidak berlanjut menjadi polisi dadakan.

Bayu mengangguk. "Iya, Om. Kalau begitu saya pa—"

Papa Airin berdehem. "Habis bawa jalan anak orang tanpa ijin. Langsung pulang gitu?" tanyanya. "Sopan yang begitu?"

Bayu duduk di ruang tamu Airin dan benar kata Airin tadi, meja ruang tamunya berbentuk bundar. Bayu seperti akan disidang perkara oleh papa Airin seperti sekarang.

"Siapa nama kamu?" tanya papa Airin dengan menaik turunkan kaca mata.

"Nama saya Bayu, Om."

"Nama lengkap." Papa Airin sedikit memiringkan kepala.

"Dirgaputra."

Situasi seperti apa sih sebenarnya ini?

"Udah punya SIM?" tanya papa Airin sembari mengangkat dagu.

Bayu awalnya menatap tidak percaya. Namun, tangannya tetap merogoh dompet kulit dari kantong dan menyerahkan SIM C miliknya pada papa Airin.

"Papa apaan sih? Udah kayak penjahat aja ditanyain begitu," protes Airin melihat tingkah papanya yang membuatnya kasihan pada Bayu terjebak di situasi tak masuk akal ini.

BK8 - Renjana AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang