Bab 10

65 10 9
                                    

Written by GCAmelis

(wattpad @gaphpad; instagram @gaphrut @mulaidarig)


"Oh di sini rupanya wanita yang aku cari."

Airin melongo melihat seorang pria membuka pintu secara paksa. Serta merta dia berdiri begitu mengenali pria itu. Jantungnya hampir melompat dari rongga dadanya saat pria itu melambaikan tangan kepadanya.

Kegaduhan apa lagi sih yang dibuat anak ini?

"Kamu kenal dengan dia?" tanya Pak Bambang pada Airin. Ingin rasanya Airin menggeleng, tetapi tidak mampu. Terbayang nilai E di kartu hasil studinya nanti. Tak pernah disangkanya, mengenal seseorang, bahkan untuk selintas saja, bisa membuat hidupnya menjadi sangat sial.

Tiba-tiba handphone di saku kemeja Pak Bambang berbunyi sangat keras. Pak Bambang langsung sibuk dengan handphone-nya, sementara Airin langsung menggunakan kesempatan itu untuk mengusir pria pendobrak yang berada di dekat pintu.

Airin melotot tajam dan menggerak-gerakkan bibirnya tanpa suara, "Pergi dari sini sekarang juga!". Tidak mempan. Pria itu bersiap melangkah hendak menghampirinya, tetapi urung begitu melihat ekspresi Airin selanjutnya. Gadis itu menjambak rambutnya dengan frustasi dan membuka mulutnya selebar mungkin. Airin benar-benar berusaha mencegah pria kurang ajar itu mendatanginya.

"Iya, Bunda. Ayah segera ke sana, ya. Coba napasnya yang tenang ...." Pak Bambang dengan panik segera berjalan menuju ke meja dosen dan membereskan barang-barangnya.

"Hari ini sampai di sini dulu. Tolong doakan istri saya mau lahiran," ucapnya singkat sebelum keluar dari ruang kelas. Dalam sekejap, telepon itu mengalihkan dunia Pak Bambang dan menyelamatkan hidup Airin. At least, for now.

Tanpa menunda, Airin langsung mendatangi Revan yang sedang cengengesan dan membentaknya, "Lo gila, ya!"

"Yes, babe. I am crazy over you," jawab Revan sambil tersenyum miring. Apakah semua hal selalu mudah untuk orang ini? Kayaknya dia gak pernah sadar kalau sikap tidak pedulinya itu sangat merugikan orang lain!

"Lo mau apa, sih?" Airin meninggikan suaranya sampai oktaf tertinggi. Berharap hal itu bisa membuat Revan bersikap lebih baik sedikit.

"Mau gue itu ...."

"Mau gue itu lo?" pekik Airin sebal, menirukan ucapan Revan dulu.

Revan terkekeh sambil menggeleng.

"Have fun, yuk!" ucapnya santai, tapi berhasil membuat Airin mengingat lagi kejadian saat Revan melecehkannya. Airin segera mengusap dagunya kasar karena jijik.

Tiba-tiba, seseorang mendorong Revan sampai punggung cowok itu membentur dinding. Airin langsung panik saat tahu Moses-lah yang mendorong Revan. Dengan santai Revan menegakkan badannya, membersihkan debu di jaketnya, dan menatap Moses sambil tersenyum sinis. Airin langsung merentangkan kedua lengannya lebar-lebar, membuat jarak di antara Revan dan Moses.

Keadaan kelas jadi semakin heboh. Beberapa anak mulai berkumpul mengelilingi mereka. Entah mau bantu melerai, sekedar ingin tahu, atau— Ya, ampun! Serius? Airin terperanjat melihat beberapa teman kelasnya sudah mengeluarkan handphone untuk merekam kejadian itu.

"Guys, jangan gini, dong! Please, simpan handphone-nya! Ini cuma salah paham. Bisa tinggalin kita, kan? Please ...," pinta Airin dengan nada memelas. Terdengar desahan kecewa dari beberapa orang sebelum kumpulan itu benar-benar bubar.

"Waktu tadi gue bilang have fun, itu maksudnya mau ngobrol biasa. Tanggapan kalian terlalu berlebihan." Revan bicara dengan anteng.

Haruskah ngajak ngobrol sampai mendobrak pintu dan menginterupsi kelas?

BK8 - Renjana AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang