Written by: Mona_Cim
Airin menuruni panggung ketika penampilannya usai. Langkah kakinya berjalan tampak gusar menuju tempat di mana Revan muncul. Namun cowok itu telah menghilang kembali saat Airin lengah sedikit saja. Airin mempercepat langkahnya, menelisik sekitar dengan perasaan kalut. Sungguh, Airin ingin mengajak cowok itu berbicara lagi padanya.
Airin merasa lega, ketika mendapati Revan yang ingin menuruni tangga. Lekas Airin berlari ke arahnya.
"Revan tunggu!"
Namun Revan tak menyahut. Langkahnya makin dipercepat saja. Manik matanya tersirat kesedihan yang dalam. Berusaha menahan sesuatu yang akan keluar dari sudut matanya. Beruntungnya Airin berhasil berdiri di depan Revan. Menatap lekat cowok itu yang memilih menunduk.
"Revan, lo kenapa? Kenapa ngilang semenjak pembicaraan kita waktu itu?" tanya Airin menuntut penjelasan.
Revan tak menjawab, tapi berhasil membuat Airin terkejut melihat air mata menetes ke bawah. Revan menitikkan air mata, entah karena sebab apa.
"Lo nangis?" tanya Airin kalut.
"Maaf."
Hanya satu kata itu yang terdengar. Revan memilih mengantup rapat-rapat mulutnya. Mencoba menghalau air mata itu keluar, tapi tak bisa. Hati Airin mencelos, tangannya meraih lengan Revan dan membawa cowok itu duduk di tengah tangga.
"Tolong jangan gini, Van. G-gue nggak nuduh kakak lo yang salah dalam kasus adiknya Bayu. Y-ya kalau emang itu faktanya, gue nggak benci kok sama lo. Ketidaksengajaan nggak bisa dicap sebagai sebuah kejahatan. Revan, kalau emang lo merasa bersalah, lo bisa perbaiki dari sekarang. Mungkin satu-satunya orang yang paling benci lo adalah Bayu. J-jadi ... lo bisa minta maaf sama Bayu, Revan," tutur Airin hati-hati. Takut membuat Revan tersinggung atas perkataannya.
"Ini tentang nyawa, Ai. Siapa yang bisa maafin orang segampang itu kalau nyawa orang kesayangannya jadi taruhan? Gue ngerti gimana hancurnya kehilangan," sahut Revan menatap Airin dengan mata merahnya.
"Tapi nggak ada salahnya kalau lo mau coba, Rev. Juga ... gue temen lo sekarang. Gue bakal bantu semampu gue supaya hubungan lo sama Bayu bisa membaik. Ayo perbaiki hubungan kalian dari sekarang!" ucap Airin tersenyum tulus.
Revan menatapnya getir. Senyuman Airin seakan meremat hatinya dengan kuat. Senyuman itu seakan-akan mendampinginya melepas rasa yang Revan pendam untuk Airin.
Airin, kenapa mencintai lo sesakit ini?
Moses celingak-celinguk mencari keberadaan Airin. Hingga netranya menangkap Revan yang mencoba memeluk Arin di tengah tangga. Moses berdesis, dengan langkah cepat ia menuruni tangga dan membelah jarak antara Revan dan Airin.
"Jauh-jauh dari Airin!" ketus Moses menatap tajam ke arah Revan.
"Mos! Lo apa-apaan sih?" kesal Airin.
"Rin, dia tadi mau peluk lo, kan? Lo mana tau kalau dia ngerencanain sesuatu. Dia bisa aja tikam lo dari belakang," sinis Moses.
"Ya ampun, Moses. Lo—"
Tiba-tiba Revan mencengkram kerah baju Moses. Matanya yang masih memerah menatap Moses penuh amarah. Sementara Moses malah menunjukkan senyum tengilnya.
"Apa-apaan nih? Terbukti 'kan lo emang selalu kasar?" cerca Moses terkekeh.
"Moses udah! Revan, please. Jangan buat keributan di sini," ucap Airin memohon.
Namun Revan tak mengalihkan tatapan membunuh itu pada Moses. Bukan apa, terlalu menyakitkan ketika tidak melakukan apapun malah dituduh sebagai pelaku kejahatan.
"Dengar gue baik-baik. Gue emang anak yang nggak bener. Gue kadang emang badung. Gue emang cinta sama Airin dan pernah benci sama Bayu. Tapi apa lo nggak berpikir manusia juga bisa sadar diri? Manusia bisa berubah karena satu hal yang ia sadari. Lo nggak akan pernah tau apa yang ada di hati dan pikiran gue. Jadi kalau lo nggak bisa hargain perubahan gue, mending diem! Jangan sok jadi manusia paling baik di hadapan gue!" cetus Revan melepaskan kerah. Revan berjalan dengan perasaan dongkol meninggalkan mereka berdua.
Airin menatap nanar kepergian Revan. Tatapannya bergulir ke arah Moses yang masih mematung di sampingnya.
"Lo lihat sendiri kan, Mos? Lo keterlaluan tau nggak?! Apa lo nggak pernah kepikiran kalau manusia bisa berubah? Jangan pandang orang hina hanya karena dia pendosa dulunya." Usai mengatakan hal itu Airin meninggalkan Moses.
***
Cika mengetuk pintu kamar Airin. Tanpa menunggu sahutan sang pemilik kamar, Cika masuk begitu saja. Netranya menangkap sosok Airin berbaring sambil menatap langit-langit kamar.
"Ai, gue datang nih," ucap Cika.
"Dah tau."
"Lo ngapain sih? Eh, Ai. Gue habis beli buku novel loh. Rekomendasi dari teman gue. Lo tau nggak karakter tokohnya siapa? Namanya Zhudy! Ahahahahhaa ... gue ngukuk sumpah. Mana kelakuannya absurd macam dia lagi. Berasa baca buku dari planet lain gue tuh." Cika membuka novel di tangannya, lalu menutup mulut menahan tawa. Airin menoleh sambil menatapnya heran.
"Ahahahahaha!"
"Lo mau numpang gila jangan di sini. Gue masih waras, Cik."
Cika menghapus jejak air matanya. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu.
"Oh iya, Ai. Kata Moses lo baikkan sama Revan?"
"Moses cerita ke elo?"
"Iya. Katanya lo ngomelin dia demi Revan. Sakit hati noh temen lo," sahut Cika seraya menutup bukunya.
"Ya kan salah dia juga. Kenapa nggak ngehargain orang yang mau berubah."
"Lo yakin sama Revan, Ai? Apa dia beneran berubah?" tanya Cika yang sedang duduk di kursi belajar Airin sambil membaca novel.
Airin yang sedari tadi rebahan memilih bangkit. Airin membawa bantal ke dalam pelukannya.
"Gue yakin, Cik. Kali ini Revan jujur. Gue bisa liat dari sorot matanya kalau dia beneran jujur. Bahkan dia sampe nangis di depan gue. Sumpah, gue nggak bisa nahan air mata gue sendiri."
"Kalau lo yakin sih, ya gue mencoba untuk percaya. Tapi si Moses tuh. Curhat sambil ngomel ke gue. Katanya lo udah kemakan ucapan Revan. Gue bingung sih," celoteh Cika.
"Awalnya gue sempet nggak percaya. Tapi setelah dia cerita tentang keluarganya, gue jadi paham. Mungkin kalau bener kakaknya Revan nabrak adiknya Bayu, itu pun bukan salah dia. Revan nggak berniat untuk itu."
"Satu-satunya cara supaya masalah ini clear adalah, Revan harus ngomong sendiri sama Bayu," ucap Cika yakin.
"Masalahnya, Bayu emangnya mau ketemu sama Revan? Mereka nggak bakalan langsung adu jontos gitu?"
"Ya kudu bantuan kita, Ai. Jangan lemot deh. Kita bisa temuin mereka berdua. Bikin mereka ngobrol dan betul-betul dengerin satu sama lain. Itu jalan terbaik, Ai."
Airin berpikir. Benar juga apa yang dikatakan oleh Cika. Masalah ini tak akan selesai jika mereka saling diam dan bermusuhan.
"Oke. Gue bakal urus Revan dan lo sama Moses urus Bayu. Kita bakal susun rencana gimana mereka ketemu dan di mana tempat yang cocok untuk mereka berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
BK8 - Renjana Airin
Romance"Masya Allah! Emang ya Rin, lo nggak salah pilih suka sama Bayu," bisik Cika yang membuat Airin menyikut lengan Cika. Ini bukan kali pertama Cika memergoki cowok itu sedang memperhatikan Airin. "Gue rasa dia juga suka sama lo deh, Rin. Gue selalu li...