Bab 15

52 9 3
                                    

Written by: ziandelein


Hati itu rapuh. Sedikit saja tergores, lukanya akan terasa begitu perih. Jadi, bagaimana kau akan mengobatinya?

*

"Bayu?" ucap Airin lirih.

Ia mematung. Iris matanya tertuju pada sosok tinggi tegap di arah pintu kaca. Ia tak pernah berpikir bahwa Bayu akan datang dalam keadaan basah kuyup. Terlebih lagi, sekarang sudah lewat dari waktu yang dijanjikan.

Bayu berjalan ke arahnya setelah celingukan di dekat pintu. Dadanya sesak. Bibirnya kelu. Respons apa yang harus ia tunjukkan kepada Bayu?

"Eh, Bayu! Mobil lo ke mana? Sampe basah kuyup begini." Revan tertawa sumbang kemudian menghadang langkah Bayu untuk lebih mendekati Airin.

"Minggir lo!" sentak Bayu seraya mendorong bahu Revan agar tak menghalangi langkahnya.

Revan terdorong sedikit. Mendecih, tetapi sama sekali tak beranjak dari hadapan Bayu. Ia tak akan membiarkan Bayu mengecewakan Airin lagi.

"Lo harusnya sadar diri. Lo itu udah ngebuat Airin kecewa karena nunggu selama tiga jam!"

"Gue tahu, tapi gue punya alesan!" Nada bicara Bayu meninggi, mengimbangi nada Revan yang juga tinggi. "Minggir! Urusan gue bukan sama lo!"

Bayu memajukan langkah dan menabrak bahu Revan. Ia membuat Revan benar-benar naik pitam. Revan dengan gesit mencekal tangan Bayu agar tak bergerak lebih jauh. Sedetik selanjutnya, ia langsung berbalik badan dan menghantamkan tinjuan ke pipi Bayu. Bayu terhuyung hingga ambruk. Sontak saja kejadian tadi membuat seisi kafe memperhatikan mereka.

"Tiga jam itu gak sebentar, kampret!"

Bayu terduduk di atas lantai. Sama sekali tak membalas. Ucapan Revan sepenuhnya benar. Ia sudah membuat Airin menunggu lama. Tak seharusnya ia datang sekarang dan berharap Airin masih menunggunya.

Airin menatap Bayu tanpa mengatakan apa pun. Tak ada pembelaan yang Airin tujukan untuk Bayu. Netranya redup. Benar-benar cerminan mata yang penuh kekecewaan.

Orang-orang sekitar mengacungkan kamera guna merekam apa yang terjadi. Revan segera mendekat ke arah salah satu gadis lalu merampas serta membanting ponsel milik gadis tersebut.

"Gue bakal kasih kompensasi ke lo," bisiknya pada gadis itu dan kembali berucap dengan lantang, "kalo kejadian malem ini ada yang upload, gue gak bakalan segan-segan hubungin pengacara gue buat tuntut lo semua!" Tangannya mengacung kepada seisi kafe. Membuat mereka buru-buru menurunkan ponsel.

Sementara itu, Airin dengan bodohnya masih diam di tempat. Tak beranjak sama sekali. Kini, Bayu telah bangkit dan berdiri di hadapan Airin.

"Ai, aku minta maaf. Aku punya alesan dan aku gak bisa jelasin itu sekarang." Tangan Bayu hendak meraih tangan Airin dan menggenggamnya, tetapi gadis itu menepis.

"Iya, aku bakalan maafin kamu, Bay. Tapi, aku lagi gak mau dengerin penjelasan apa pun. Aku capek, Bay."

Airin memaksakan sunggingan senyum di bibirnya, sebelum berlalu melewati Bayu—yang sukses membatu begitu saja. Butiran air sudah mendesak keluar dari matanya. Ia berusaha menahan diri agar tak menangis di hadapan orang-orang sebelum melesat pergi dari kafe dan menerobos hujan.

Revan segera berlari dan mengejar Airin. Di luar hujan sedang deras-derasnya. Ditambah bunyi guntur yang terdengar beberapa kali begitu memekikkan telinga. Ia tak bisa membiarkan seorang gadis menderita sendirian di bawah hujan.

BK8 - Renjana AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang