Bab 14

45 9 14
                                    

Written by : Edithyra


Airin terkesiap, seketika menolehkan pandangannya pada sosok yang baru saja menyebut namanya.

Ya Tuhan, tidak bisakah penderitaan Airin berhenti sampai di sini saja? Kenyataan bahwa acara 'kencan'-nya dengan Bayu yang gagal sudah membuat perasaan Airin diselimuti mendung seperti langit di atas sana. Sekarang ditambah harus bertemu dengan cowok ini pula. Sepertinya hujan sudah turun lebih dulu di dalam hati Airin. Bukan hanya hujan, angin puting beliung rupanya juga turut serta.

"Rin, kok malah bengong. Kesambet lo?" ucap cowok itu yang sekarang sudah berdiri di dekat Airin.

"Hah? Oh, hai." Airin masih linglung, mengangkat tangan kanannya sekilas sekedar untuk memberikan salam. "Lo kok... bisa di sini, Van?" Gadis itu melontarkan pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin dia ajukan. Basa-basi saja agar tidak terkesan kaku. Meskipun tidak suka dengan seseorang, tapi tidak ada salahnya kan untuk bersikap baik.

"Bisa, lah. Kenapa nggak? Ini kan tempat umum." Oke, jawaban yang masuk akal. Membuat Airin merutuki dirinya karena basa-basi yang membuatnya terlihat bodoh.

"Nggak tahu kenapa gue tiba-tiba pengen banget nongkrong di sini. Eh, ternyata ketemu sama lo. Kita jodoh kali, ya?" Revan tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya, menggoda Airin.

"Males banget." Airin memutar bola matanya dan melengos begitu saja, berniat untuk meninggalkan Revan bersama gombalannya yang sama sekali tidak menyentuh hati Airin. Malah membuatnya semakin muak.

"Eh, mau kemana? Buru-buru banget, baru juga ketemu."

Tangan Revan sudah memegang lengan Airin untuk mencegah kepergian perempuan tersebut. Kedua mata Airin seketika melotot akibat tindakan yang Revan lakukan. Namun, cowok itu tidak gentar dan malah menarik Airin kembali masuk ke café.

"Temenin gue nongkrong dulu lah. Yuk."

"Van, gue mau baliikk!!"

Malang nasib Airin. Langit yang sejak tadi sudah sendu akhirnya menumpahkan air matanya. Turut berduka dengan hal-hal buruk yang menimpa Airin hari ini.

***

"Lo nggak makan? Nggak laper?"

Revan menggulung mi yang berada di dalam mangkuk lalu menyuapkan ke dalam mulutnya. Cowok itu mengunyah makanannya santai dengan tatapan mata yang terkunci pada Airin. Khawatir jika gadis itu akan hilang jika dia berkedip barang sedetik.

Bahkan saat memesan makanan tadi Revan tetap memegangi Airin seperti bocah 5 tahun yang suka berlarian ke sana-ke mari. Airin benar-benar lepas dari genggaman Revan setelah cowok itu menemukan tempat duduk yang sesuai dengan keinginannya. Ternyata Revan memilih tempat di mana Airin menunggu Bayu selama 3 jam tadi. Airin tidak percaya dengan takdir yang seperti mempermainkannya hari ini. Lucu sekali.

Airin tidak menggubris pertanyaan Revan. Lebih serius memerhatikan rintik hujan yang semakin deras di luar sana, sama seperti suasana hatinya yang bergemuruh karena sebal. Tidak jadi bertemu Bayu, bertemu Revan, dan sekarang malah terjebak hujan bersama cowok menyebalkan ini.

"Aaa ...." Revan sudah menyodorkan satu suap mi di hadapan Airin. "Ayo buka mulutnya anak manis." Cowok itu tersenyum sumringah.

Airin mengernyit, buru-buru menjauhkan kepalanya dari makanan yang sudah siap masuk ke dalam mulutnya tersebut. Menatap Revan dengan raut tidak suka.

BK8 - Renjana AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang