Bab 29

25 3 0
                                    

Written by: Edithyra


"Ngapain lo di sini?" Bayu sontak berdiri begitu Revan dipersilakan masuk oleh Airin. Nada suaranya terdengar sengak. Tidak menduga bahwa akan bertemu Revan di sini.

"Airin yang ngundang gue asal lo tahu," balas Revan tidak kalah garang. Raut wajahnya menyiratkan hal yang sama seperti Bayu. Harusnya dia tidak terkejut jika Bayu juga hadir di tengah-tengah mereka. Bayu kan memang dekat dengan Airin, sangat dekat malah.

Bayu yang mendapat jawaban seperti itu hanya membisu. Lantas menoleh ke arah Airin yang masih berada di dekat pintu. Tatapannya tajam, menanti penjelasan dari perempuan tersebut. Atmosfir di ruang tamu rumah Airin menegang. Selain Airin yang tampak pucat karena khawatir rencananya tidak akan berjalan baik, kedua temannya –Moses dan Cika juga merasa ketar-ketir.

Airin segera menyadarkan dirinya. Buru-buru meninggalkan pintu dan menempatkan diri diantara kedua laki-laki yang menaruh hati padanya itu. Ya, memang Airin lah satu-satunya cara untuk bisa menyelesaiakan permasalahan kedua laki-laki itu. Seolah ini adalah takdir yang diberikan kepadanya. Airin menenangkan dirinya sebelum memulai perkataannya.

"Sebelumnya aku minta maaf kalau kesannya kayak menjebak kalian. Aku nggak ada maksut kayak gitu," Airin menjeda ucapannya, mengatur napasnya lagi. Bayu dan Revan memerhatikan gerak-gerik perempuan itu dengan saksama.

"Tapi berhubung kalian berdua sama-sama percaya ke aku, dengan nyeritain masalah kalian, aku rasa aku boleh ikut andil buat nyelesain masalah kalian. Karena jujur, ini juga jadi beban buat aku," final Airin. Perasaannya lega, dia berhasil menyampaikan apa yang dia rasakan dengan gamblang. Harapannya sekarang hanya satu, kedua laki-laki itu bisa menerima itikad baiknya.

Namun, harapan hanyalah harapan.

"Aku pulang dulu, Ai." Bayu dengan wajah kesalnya tiba-tiba pamit kepada Airin. Mengambil langkah besar menuju pintu keluar. Dia tidak tahan berada di sini, tidak setuju dengan rencana Airin untuk mendamaikan dirinya dengan Revan.

"Tunggu, Bay!" pekik Airin tepat ketika Bayu meraih kenop pintu. Siap untuk melesat keluar dari rumah perempuan itu. Yang sayangnya urung dilakukan karena Airin mencegahnya,

"Kamu nggak bisa terus-terusan menghindar kayak gini. Kamu nggak suka sama Revan karena dia punya masalah sama kamu. Dan ini waktunya buat ngejelasin semuanya, kamu mau tahu cerita yang sebenernya kan, Bay?"

Bayu melepas pegangannya dari kenop pintu. Berbalik menghadap Airin serta tiga orang lainnya yang masih terpaku di tempatnya. Tatapan Bayu masih nyalang. Entahlah, sosoknya yang lembut kepada Airin seolah menghilang begitu saja. Dia sedang dikuasai amarah karena melihat keberadaan Revan di dekatnya.

"Cerita yang sebenernya apa, Ai? Apalagi yang perlu dijelasin? Udah jelas kalau Revan yang nabrak Dani dan bikin dia meninggal!" Napas Bayu memburu. Kepalanya mulai berdenyut karena teringat soal Dani.

Airin tidak merespon ucapan Bayu. Justru melayangkan tatapan kepada Revan yang sedang memalingkan wajahnya. Kedua tangan laki-laki itu mengepal. Tampak menahan sesuatu di dalam dirinya yang tidak Airin ketahui. Yang rupanya merupakan perasaan dilema apakah dia harus jujur atau tidak kepada Bayu.

"Van, sebagai temen lo, gue lagi nyoba bantuin lo nyelesain masalah lo. Lo nggak mau 'kan terus-terusan diliputi rasa bersalah? Sekarang gue udah kasih kesempatan buat lo, sisanya terserah lo." Airin berujar dengan tegas. Yang nyatanya disetujui oleh hati kecil Revan. Hanya saja, Revan masih digelayuti oleh rasa ragu yang membuatnya membisu. Dia tidak menyangka jika masa ini akan datang begitu cepat, dia belum siap.

BK8 - Renjana AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang