16

1.8K 312 34
                                    

Winwin terbangun dari tidurnya dengan kepala yang masih sedikit berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Winwin terbangun dari tidurnya dengan kepala yang masih sedikit berat. Pagi itu dimulai dengan suara bising alarm dari ponselnya, memaksanya untuk membuka mata dan melihat layar yang menunjukkan tanggal: 3 Desember, Kamis. Untungnya, sekolahnya sedang libur hari ini karena para guru tengah mengadakan rapat antar sekolah.

Namun, ada satu hal yang mengganjal. Rencananya untuk bersantai dan tidur seharian harus batal karena Yuta sudah lebih dulu memaksanya untuk menemani ke mal. Dalam hati, Winwin menggerutu. Kalau yang meminta orang lain, mungkin dia bisa menolak. Tapi, kalau Yuta? Entahlah, sulit sekali berkata tidak.

Dengan enggan, Winwin bangkit dari ranjangnya. Dia merapikan tempat tidur, lalu berjalan menuju jendela dan membuka tirai, membiarkan sinar matahari pagi masuk ke dalam kamar. Cahaya yang masuk terlalu terang, membuatnya harus menyipitkan mata sejenak. Setelah itu, ia berbalik menuju lemari, mengambil handuk, dan keluar dari kamar untuk menuju kamar mandi. Karena kamar tidurnya tidak dilengkapi kamar mandi dalam, ia harus sedikit berjalan keluar ke koridor.

Setelah bersiap, harinya pun dimulai, meskipun dalam hati ia masih ingin kembali ke tempat tidur. Tapi, janji sudah dibuat, dan ia tidak mau mengecewakan Yuta.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

———
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

Sweater yang dikenakan Winwin

Sweater yang dikenakan Winwin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaos yang dikenakan Yuta

Kaos yang dikenakan Yuta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

Sesampainya di mal, Yuta langsung menyeret Winwin menuju toko pakaian. Yuta dengan antusias memilih berbagai macam kaos, kemeja, dan hoodie, sementara Winwin hanya mengikutinya dengan langkah malas. Saat Yuta mulai mengambil beberapa pakaian wanita dengan warna cerah, terutama bernuansa merah muda, Winwin memijat pelipisnya sambil menahan napas.

“Bagaimana menurutmu yang ini?” tanya Yuta sambil menyodorkan setelan dress wanita dengan aksen renda di bagian ujungnya.

Winwin mendengus pelan. "Yuta, apa kau sudah gila? Aku ini pria! Kenapa kau bertanya pendapatku soal pakaian wanita? Lebih baik tanya saja pada pegawai toko!" Nada suaranya terdengar jengkel, dan matanya berputar malas.

Yuta tertawa kecil, tidak terganggu sama sekali. "Yah, siapa tahu kau mau mencoba gaya baru? Lagipula, kau pasti cocok kalau pakai ini—"

Belum selesai Yuta bicara, Winwin langsung mencubit lengannya dengan keras, membuat Yuta tersentak kaget. "Sakit, tahu!" protesnya, meskipun bibirnya tetap tersenyum geli.

Setelah cukup lama berkeliling dan memilih banyak pakaian, akhirnya mereka membawa semua belanjaan ke kasir. Setelah selesai membayar, keduanya berjalan keluar dari toko dengan banyak kantong belanja di tangan, melangkah beriringan menuju pintu keluar mal. Winwin masih merasa sedikit jengkel dengan tingkah Yuta, tapi dalam hatinya, ia senang bisa menghabiskan waktu bersama sahabatnya.
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

———
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

Perjalanan pulang dari mal tidak memakan waktu lama. Jalanan terasa lengang karena kebanyakan orang masih sibuk bekerja, berbeda dari keramaian biasanya di akhir pekan. Saat tiba di rumah Yuta, Winwin turun terlebih dahulu dari motor, disusul oleh Yuta yang membawa banyak kantong belanjaan. Mereka masuk ke rumah dengan langkah santai.

Winwin langsung duduk di sofa, menghela napas panjang. Lelah terasa setelah seharian berjalan-jalan di mal. Yuta menaruh semua barang belanjaan di lantai, lalu mendekat ke arah Winwin, merebahkan kepalanya di paha sahabatnya itu.

Yuta menatap dagu Winwin dengan lembut, lalu mengulurkan jempolnya untuk mengelus dagu pria berambut hitam itu. "Capek, ya?" tanyanya, suaranya penuh kehangatan. Winwin menepis tangan Yuta dengan lembut dan menunduk, sehingga mata mereka bertemu. "Menurutmu?" jawabnya singkat.

Yuta lalu bangkit dan duduk di samping Winwin, tangannya dengan perlahan mengelus surai hitam temannya. "Mau minum sesuatu?" tanyanya lagi.

"Aku ambil sendiri. Di kulkas, kan?" Winwin segera berdiri dan berjalan menuju dapur, lalu membuka pintu kulkas dan mengambil sebotol yogurt untuk dirinya sendiri serta Soju untuk Yuta. Kembali ke ruang tengah, ia menyerahkan Soju pada Yuta dan meneguk yogurt miliknya.

Selama beberapa saat, Yuta tidak melepaskan pandangannya dari wajah Winwin. "Kenapa menatapku begitu?" Winwin bertanya, sedikit bingung, lalu kembali meneguk minumannya.

Yuta terkekeh, lalu menatap Winwin dengan penuh keisengan. "Kau benar-benar pria, kan, Win?"

"Uhuk!" Winwin langsung tersedak, dan yogurt yang diminumnya tumpah membasahi bajunya. Wajahnya memerah, menatap Yuta dengan tatapan tajam. "Berhenti meragukan genderku, sialan!" teriaknya, sementara Yuta tertawa terbahak-bahak melihat reaksi temannya itu.

Yuta berjalan mendekat, melihat Winwin berusaha menghapus noda yogurt dari sweaternya. "Bodoh, gosok seratus kali pun nggak bakal hilang. Ganti saja dengan sweaterku," sarannya sambil menunjuk ke arah tas belanjaan.

Dengan kesal, Winwin menghela napas. "Di mana sweaternya?" tanyanya. Yuta mengarahkan pandangannya ke tas belanjaan, dan Winwin mulai mencari-cari hingga menemukan sweater biru langit.

"Yuta, tutup matamu."

"Hah?" Yuta tampak bingung, tapi akhirnya berbalik. "Oke, oke, aku tidak akan lihat apa-apa."

Winwin memastikan Yuta tidak melihatnya, lalu melepas sweater yang kotor dan menggantinya dengan yang baru. "Sudah."

Yuta berbalik, memandang Winwin dengan senyum lebar. "Sweater itu lebih cocok kau pakai, cantik," ujarnya, matanya berbinar menggoda.

Winwin berusaha menahan senyumnya, tapi hatinya sudah berbunga-bunga.

⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀
⠀⠀⠀

HEATHER | YUWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang