03

4.1K 507 29
                                    

Hari Sabtu, pukul satu siang, cuaca cerah dengan langit biru membentang tanpa awan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Sabtu, pukul satu siang, cuaca cerah dengan langit biru membentang tanpa awan. Di dalam kamar minimalis, Yuta dan Winwin sibuk mengerjakan tugas sekolah di lantai yang dipenuhi buku, kertas, dan cemilan. Meja kecil di dekat mereka hampir penuh dengan bungkus snack dan kaleng minuman yang terbuka.

"Susah ya, Win," keluh Yuta, mendengus kesal sambil melongok ke buku catatannya. Matanya tampak lelah setelah menatap angka-angka rumit yang seolah tak ada habisnya.

Winwin mengangguk, menunjukkan rasa setuju tanpa banyak bicara. Matanya tetap fokus pada lembar tugas di depannya, walaupun pikirannya mulai terasa jenuh.

Merasa tidak lagi sanggup berkonsentrasi, Yuta bangkit dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang terletak hanya beberapa langkah dari meja. Dia menatap langit-langit kamar yang putih kosong, sambil menarik napas panjang. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Mungkin karena perasaan rindu yang tiba-tiba muncul—rindu pada seseorang yang dulu pernah memenuhi harinya.

"Yut, aku pulang dulu ya. Sudah sore." Winwin mulai membereskan buku-bukunya yang berserakan di lantai, memasukkan satu per satu ke dalam ranselnya.

"Mau diantar?" tanya Yuta, setengah bangkit dari kasurnya.

Winwin terkekeh pelan sambil menggeleng. "Rumah kita dekat, Yuta. Tidak perlu repot-repot."

Namun, di dalam hati, ada bisikan kecil yang berharap Yuta tetap memaksakan diri untuk mengantarnya. Mungkin ia tidak akan menolaknya jika Yuta benar-benar bersikeras.

Setelah menggendong ransel hitamnya, Winwin berjalan keluar dari kamar Yuta. Rasanya lebih tenang setelah menghabiskan waktu bersama temannya itu, meskipun akhir-akhir ini, perasaan yang muncul saat berada di dekat Yuta sering kali membuat jantungnya berdebar tak menentu. Ada sesuatu yang berubah, dan dia belum siap untuk mengakuinya.

Winwin berjalan sekitar 30 meter menuju rumahnya. Sesampainya di sana, suara pertengkaran orang tuanya kembali terdengar memenuhi ruang tamu. Ini bukan hal baru—hanya rutinitas yang sudah biasa ia hadapi. Ia berjalan lurus menuju kamarnya, mengabaikan kekacauan yang terjadi di luar.

Setelah menyimpan ranselnya di atas meja belajar, Winwin membaringkan tubuhnya di atas kasur. Pandangannya mengarah ke langit-langit kamar, matanya terlihat lelah. Namun ada senyuman kecil yang menghiasi wajahnya, senyum yang memendam segala kepahitan yang ia rasakan di rumah.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Winwin mengangkatnya tanpa ragu ketika melihat nama yang muncul di layar.

"Nanti malam datang ya, aku mengadakan pesta ulang tahun," terdengar suara Jaehyun di seberang sana. Terasa ceria, namun mendadak.

"Mmm, tidak janji. Tapi akan kuusahakan ya," jawab Winwin, nada suaranya terdengar setengah enggan. Dia tidak tahu apakah dia bisa datang, apalagi dia belum sempat menyiapkan hadiah. Saat ini, uangnya juga pas-pasan.

"Ok, see you," Jaehyun mengakhiri panggilan.

Sesaat setelah menutup telepon, ponsel Winwin berbunyi lagi, kali ini pesan masuk.

T!NG

YUTA N
jaehyun mengundang mu tidak, win?

                                               Si Cheng
                                             iyaa, kenapa yut?

YUTA N
mau berangkat bersamaku?

                                                  Si Cheng
                                             boleh, pukul berapa?

YUTA N
Pukul 8 malam aku akan ke rumah mu


Winwin menatap layar ponselnya, kemudian tersenyum.

HEATHER | YUWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang