Fadhil Rasydan
Malam ini aku pulang kerja lebih cepat dari biasanya, pengunjung cafe tidak begitu banyak di hari rabu sehingga aku diperbolehkan untuk pulang duluan. Hal yang paling aku suka ketika pulang malam adalah bisa menghirup udara segar di malam hari karena asap kendaraan tidak begitu banyak. Aku membuka kaca helm dan membiarkan dingin nya angin malam menyapu kulitku. Sudah hampir sebulan sejak aku bekerja dan menjalani hari-hari yang cukup melelahkan. Setiap hari selasa dan kamis sepulang sekolah aku dan Aleta akan belajar bersama di perpustakaan daerah. Kami mengerjakan soal latihan sbm dan Aleta akan menjelaskan beberapa cara supaya aku bisa menjawab soal dengan cepat, karena ketika pelaksanaan utbk nanti tidak hanya tentang ketepatan jawaban tapi juga diperlukan kecepatan mengerjakan soal supaya aku bisa menjawab banyak soal dengan benar dan mendapat skor tinggi.
Sebenarnya aku sedikit khawatir mengenai pekerjaan ini, karena aku tidak pernah memberitahukan orangtuaku mengenai alasan aku selalu pulang malam, terutama ibuku yang pasti menyadari perubahan dari jadwalku yang biasanya selalu sampai dirumah tepat waktu, kalaupun terlambat pulang aku selalu meminta izin terlebih dahulu. Tapi aku tidak punya pilihan lain, jika aku memberitahukan mereka sekarang maka sudah pasti mereka tidak akan menyetujui dan malah menyuruhku untuk berhenti. Semoga saja ibuku bisa memahami pilihanku meskipun beliau tidak mengatakan apapun semenjak terakhir kali aku ikut makan malam bersama papa.
Aku membuka pintu rumah dengan pelan kemudian menguncinya kembali. Dengan langkah pelan aku mengendap menuju dapur untuk mengambil minum, kemudian tiba-tiba saja lampu ruang tengah menyala menampilkan kedua orangtuaku yang tengah berdiri di ruang tamu sambil menatapku menyelidik.
"Dari mana kamu jam segini baru pulang"
Pertanyaan tegas dari papa membuat nyaliku seketika menciut, mengapa mereka belum tidur padahal sekarang sudah hampir jam 12 malam."Aku habis kerja"
"Kerja? Udah ga mau sekolah kamu makanya kerja? Anak SMA harusnya belajar, bukan malah nyari uang, kalau kayak gini terus kamu ga akan bisa lolos sbm"
"Aku kerja buat ngumpulin uang untuk kuliah nanti pah, karena papa ga mau ngebiayain aku"
"Kuliah? Jadi kamu tetap memilih jurusan musik?"
"Iya"
Aku menjawab pertanyan papa dengan tegas meskipun rasanya jantungku berdegup tidak karuan. Aku berharap dengan ini semoga papa bisa mengerti dan mulai mempertimbangkan keinginanku."Berapa kali harus papa katakan, musik itu tidak bisa menghasilkan, di jaman sekarang kamu ga akan dipakai kalau hanya bermain gitar, memangnya mau jadi apa kamu? Pengamen ? Berkeliaran di jalan tol dan lampu merah ? "
Perkataan papa seketika menusuk dadaku, apakah menjadi seorang musisi memang serendah itu di mata beliau? Apakah pekerjaan yang dihargai itu adalah pekerjaan yang hanya duduk di depan komputer atau pekerjaan yang katanya wakil rakyat tapi tidak pernah hadir rapat dan tetap bisa dapat gaji besar?"Kalau papa ga setuju, aku akan berusaha sendiri!"
Aku hampir berteriak ketika berbicara yang selanjutnya membuat diriku tertimpa bencana."Kamu ga mau mendengar perkataan papa? Baiklah, berarti kamu memang tidak membutuhkan orangtua, mulai besok kamu tidak akan lagi mendapat uang jajan, silahkan hidup bebas sesuai keinginan mu"
Orangtuaku segera pergi ke kamar meninggalkanku sendirian di ruang tamu bersama kegelapan. Aku menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mataku. Sekeras apapun aku mencoba menjelaskan, mereka tetap tidak akan memahami impianku, pada akhirnya aku memang harus berusaha sendiri untuk menggapainya.
****
Aku memegang perutku yang sudah berbunyi meminta ku untuk segera mengisinya. Pagi tadi aku melewatkan sarapan dan sekarang aku harus menanggung akibatnya belajar dengan perut keroncongan. Pembicaraan dengan papa semalam membuatku ingin segera keluar dari rumah tanpa melihatnya, sehingga aku berangkat cukup pagi bahkan sebelum orangtuaku bangun.
Aku sangat ingin jajan ke kantin tapi aku teringat bahwa sekarang aku tidak lagi mendapat uang jajan, sehingga aku harus lebih hemat dalam menggunakan uang. Aku mengecek ponselku dan tidak ada satupun pesan dari Risha, ini aneh biasanya dia akan menanyakan keberadaan ku sewaktu istirahat, tapi karena kemarin-kemarin aku sedang bersama Aleta di perpustakaan sehingga aku tidak membalas pesan tersebut. Apakah sekarang aku harus menemuinya dikelas?
Aku memutuskan untuk menuju ke kelas Risha, mungkin saja dia sedang membaca novel bersama Agnes, tapi bagaimana jika ternyata Risha tidak ada di kelas? Baiklah aku hanya tinggal menghubunginya saja. Tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk sampai ke kelas nya karna jarak kelas kami tidak begitu jauh. Saat memasuki kelasnya aku langsung mencari keberadaan Risha, dan melihat nya sedang duduk di tempat duduk belakang bersama seseorang. Mereka terlihat sedang menulis sesuatu di buku, aku memperhatikan lebih jelas seseorang yang sedang bersama Risha dan menyadari bahwa dia adalah Reivan. Aku mengenal Reivan karena kami pernah mengikuti eskul basket namun dia keluar semenjak kelas 11. Aku baru tahu bahwa Risha sekelas dengan nya, tapi apakah hanya perasaan ku saja atau mereka terlihat cukup dekat ?"Risha!"
Risha mengalihkan pandangan nya dari buku catatan dan melihat ke sumber suara yang memanggilnya, dia sangat terkejut mengetahui bahwa aku sudah berada di kelasnya."Fadhil, tumben lo kesini?"
Aku menghampiri Risha dan tersenyum ke arah Reivan."Iya, tiba-tiba gua kangen sama lo, oh iya lo lagi ngapain?"
"Oh ini, gua lagi ngerjain tugas sama Reivan"
"Wiih sekarang Risha udah rajin ya, lo mau ke kantin ga Rish?"
Risha tidak langsung menjawab dia melirik ke arah Reivan kemudian menatapku."Sori Fadhil, gua harus ngerjain tugas kelompok mtk, soalnya habis istirahat nanti kita harus presentasi"
Aku merasa sedikit kecewa ketika Risha menolak ajakanku, tapi aku tidak bisa memaksanya karena tugas tersebut memang jauh lebih penting."Yaudah, gua bakal ke kantin sendiri, bye Rish"
Aku segera berbalik dan keluar dari kelas Risha, ketika aku baru akan mencapai pintu keluar tiba-tiba saja Risha memanggilku."Fadhil tunggu"
Risha menghampiriku membuatku bingung, kupikir dia akan melanjutkan mengerjakan tugas nya."Kenapa Rish?"
"Pulang sekolah nanti lo sibuk ga? Gua mau ngajak lo nyobain minuman coklat yang pernah gua bilang itu, enak banget tau"
Aku sebenarnya ingin mengiyakan ajakan Risha tapi aku teringat bahwa kamis sore adalah jadwalku untuk belajar bersmaa Aleta sehingga dengan terpaksa aku harus menolak kembali ajakannya."Gua kayaknya gabisa Rish, sori ya mungkin lain kali"
Aku merasa sedih ketika melihat Risha sedikit kecewa tapi dia berusaha menyembunyikannya."Oh, yaudah lain kali aja"
"Jangan cemberut gitu dong, kemarin kan kita udah main sepatu roda, apa mau main itu lagi?"
Aku mencubit pipi Risha sambil menawarkan nya untuk bermain sepatu roda lagi dan di balas dengan gelengan darinya.
"Ga ga, sekali aja""Lanjut lagi belajarnya, jangan lupa nanti makan, gua duluan ya"
"Iya Fadhil"
Aku menghela nafas pelan setelah keluar dari kelas. Niat awal menemui Risha untuk menghilangkan stress justru menjadi bumerang bagiku karena harus menyaksikan pemandangan yang tidak menyenangkan. Aku merasa sedikit khawatir tentang kedekatan mereka, karena tidak mungkin laki-laki dan perempuan dapat berteman. Meskipun aku percaya pada Risha, tapi tidak ada yang tau apa yang akan terjadi di masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Pura - Pura 2 (Find Yourself)
Teen FictionArisha Cantika tidak menyangka hari pertama sekolahnya akan menjadi bencana sekaligus mempertemukannya dengan Reivan Adhitama . Risha bersyukur bahwa Reivan tidak menyimpan dendam pada dirinya karena pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu menye...