thirty four: The Death Eaters Took My Baby Away

917 124 1
                                    

original: 8 Feb 2021

minor revision: 27 Des 2021

***

n.b. (27/12/21) This chapter's title's inspired by Ramones' song "The KKK Took My Baby Away"

***

Tanpa alasan yang jelas, Lyra tiba-tiba tertawa keras. Ia jatuh terduduk dan mulai memeluk kedua lututnya. Napasnya semakin memburu ketika monster itu semakin mendekat dan pada akhirnya berada di hadapannya. Tawanya berhenti seketika dan air mata tiba-tiba mengalir.

Lyra diam terduduk dalam waktu lama, seolah tenggelam dalam dunia lain. Pandangannya kosong dan ia hanya terdiam dengan bulir air mata yang terus mengalir dari kedua pelupuk matanya. Terdiam dalam waktu lama, tanpa ia sadari sekelilingnya menggelap.

***

Di pojok ruangan, terlihat sosok Lyra yang tengah memeluk kedua lututnya dalam kondisi tertidur. Rambut putihnya berantakan dan matanya bengkak, jalur bekas air mata masih terlihat jelas di kedua pipinya. Perlahan, matanya terbuka, menampilkan iris merah crimson yang terlihat kelelahan. Tanpa aba-aba matanya tiba-tiba membuka lebar-lebar dan melihat ke sekelilingnya dengan waspada, lengkap dengan tongkat sihir mengacung. Setelah melihat bahwa tak ada siapapun di sana, Lyra menghela napas lega dan menurunkan tongkatnya.

"Monster itu sudah pergi," gumamnya lemah.

Lyra perlahan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, hanya untuk melihat dirinya yang berantakan di cermin. Wajahnya lagi-lagi terlihat pucat dan suram. Ia hanya pernah melihat monster itu sekali, bertahun-tahun lalu ketika ia bermimpi buruk untuk pertama kalinya, monster yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun, karena saat itu pun dirinya tak mengetahui siapa sosok misterius itu yang terus menyalahkan dirinya yang masih kecil atas kematiannya.

Tepat di hari itu, mimpi buruknya menjadi kenyataan. Kepalanya masih terasa pusing dan berputar-putar. Lyra perlahan mendudukkan dirinya ke sofa di tengah ruang tamu dan memandang kosong tempat monster itu sebelumnya berada.

"Welcome to the madness, my serpentine."

Lyra langsung menoleh ke belakang ketika mendengar bisikan aneh itu, namun tak ada siapapun. Hanya udara kosong yang berhembus pelan. Lyra tersenyum miring, lalu kembali pada wajah datarnya. Kakinya dengan cepat melangkah keluar dari rumah dengan membawa banyak Galleon. Ia berjalan cepat menuju toko ramuan yang ia datangi dan melihat wanita paruh baya itu sedang berjaga seperti biasanya.

"Oh, kau datang di saat yang tepat, ramuanmu sudah siap," ujar wanita itu begitu melihat sosok Lyra.

Tanpa sadar Lyra menghela napas lega, setidaknya ia bisa lebih tenang hari itu. Begitu selesai membayar ramuan-ramuan itu, Lyra berjalan pulang ke rumah. Tanpa membuang waktu, Lyra langsung menenggak ramuan-ramuan itu sekaligus sesuai instruksi yang diberikan. Begitu selesai meminum semuanya Lyra merasa kepalanya sangat sakit dan tubuhnya terasa begitu lelah. Ia pun memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan tidur.

***

Hari-hari berlalu dengan normal bagi Lyra, terutama setelah ia meminum semua ramuan yang ia beli dari toko. Sepanjang hidupnya, Lyra tak pernah merasa setenang ini.

Lyra menghempaskan dirinya ke lantai dengan napas tersengal-sengal setelah berlatih beberapa mantra. Sejak mengonsumsi ramuan-ramuan itu tubuhnya menjadi lebih mudah lelah daripada sebelumnya. Ia menepuk baju latihannya dari debu yang menempel dan perlahan bangkit. Matanya sedikit membulat ketika melihat angka 12 tertera di hadapannya. Ia langsung merapihkan dirinya dan mengganti pakaiannya menjadi piyama.

MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang