original: 4 Nov 2021
minor revision: 30 Des 2021
***
Dia terbujur di sana, kaku tak bergerak. Nyawanya masih berada di dalam raganya, tapi isi kepalanya sudah melanglang buana, yang tak nyata wujudnya. Teriakan dari luar semakin tak terdengar, menandakan semakin sedikit di antara mereka yang bertahan hidup. Dirinya dapat mendengar semuanya itu, tapi dia terjebak dalam dunia penuh khayal, fantasi yang ia ciptakan dari hati terdalamnya.
"Apakah aku sudah mati?" tanyanya, kepada sosok berjubah hitam yang tak berwajah.
Angin dingin menerpanya, dan suasana terasa begitu mencekam. Sosok berjubah hitam kemudian mengayunkan sabitnya, dan lagi-lagi pandangan berganti. Matahari sudah tinggi, langit biru terlihat sejauh mata memandang. Tawa anak-anak yang tengah berlarian terdengar jelas di telinganya, dan ia hanya bisa terdiam. Tak dapat berbuat apa-apa ketika anak laki-laki berambut pirang itu bermain dengan raut bahagia bersama gadis kecil berambut cokelat.
Sosok berjubah putih kali ini terlihat di sebelahnya. Dirinya melirik sekilas, kemudian mengembalikan perhatiannya pada anak-anak yang kini sudah mengenakan jubah hitam dan dasi hijau dengan garis-garis perak.
"Ini nyata, kau tahu itu?" tanya sosok berjubah putih itu.
"Aku tahu," jawabnya.
Sosok putih itu kembali memberikan pertanyaan, "Ya, kau tahu itu. Kau ingin kembali?"
Dirinya kini terdiam, melihat kedua anak-anak itu kini telah tumbuh menjadi remaja. Tertawa dengan pipi merona merah, begitu bahagia. Namun rambut gadis itu menjadi putih, seputih salju, dan dasi itu menjadi merah bergaris emas.
"Kembali kemana? Aku tidak ingat lagi. "
Angin menerbangkan rambutnya, dan kini ia menyadari bahwa helaian rambutnya berwarna putih. Warnanya sama seperti milik gadis itu.
"Memori ini, kau pikir berasal dari mana?"
Dirinya terdiam, tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Pertanyaan yang terlalu sulit untuk dirinya jawab saat ini. Lagipula tak ada ruang dan waktu yang membatasi, ia bisa menjawabnya kapan saja, atau bahkan pertanyaan itu tak perlu dirinya jawab. Bukankah begitu?
***
Hermione menatap Ginny yang baru saja sampai di tempat itu, kemudian tersenyum sekilas padanya. Ketika Ginny melihat Lyra yang terbaring di salah satu kasur di sana, ia terlihat begitu terkejut.
"A-apakah ia sudah ..."
Tahu apa yang dimaksud Ginny, Hermione menggeleng.
"Tidak, tapi keadaan mentalnya semakin memburuk. Kuharap tidak ada lagi kejadian buruk setelah ini."
Tepat setelah ucapan itu, pintu masuk dibuka lebar-lebar. Mata Hermione melotot ketika ia melihat sosok penggerak perang besar itu, Voldemort, berdiri di barisan paling depan.
"TIDAK!" teriak Professor McGonagall.
Hermione mengikuti arah pandangan Professor McGonagall, dan kakinya terasa lemas saat itu juga. Ia ikut berteriak, bersama-sama dengan Ron dan Ginny, tak percaya dengan apa yang dilihat oleh kedua matanya.
"DIAM!" seru Voldemort, dan mereka semua terdiam.
"Semua sudah berakhir. Turunkan dia, Hagrid, di kakiku, tempat dimana dia seharusnya berada!"
Hermione dapat melihat tubuh Harry diturunkan ke rerumputan. Ia sama sekali tak bisa mempercayainya.
"Dia tidak ada apa-apanya, hanya anak yang mengorbankan orang lain demi dirinya!" teriak Voldemort sambil tertawa melengking.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask
FanficLyra Charlotte White, gadis sempurna dari asrama Gryffindor, salah satu sahabat dari Harry Potter, seorang pureblood yang elegan nan ramah. Setidaknya begitulah yang dipikirkan semua orang. Sayangnya tak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pun L...