Kok lo mau sih temenan sama Haechan?
Sebait pertanyaan yang sudah sering kali di lontarkan pada kelima teman Haechan sejak mereka di bangku SMP hingga sekarang, yang mereka lakukan hanya tertawa untuk mewakilkan jawaban dari pertanyaan yang tak mereka harapkan itu, karena mereka tau betul kemana pertanyaan itu mengarah.
Sampai akhirnya pertanyaan itu juga menghampiri Veela saat ia pertama kali masuk sebagai siswa baru di SMA Haechan karna ia datang bersama Haechan.
Emang apa salah nya berteman dengan Haechan? Pikir Veela saat itu, ya walaupun first impresion nya pada Haechan bukanlah yang termasuk bagus, ya gimana engga, pertama ketemu aja Haechan main nyelonong masuk kamar dia, ya tapi sebenarnya emang salah Veela juga ga ngunci pintu balkonnya.
Ngomong-ngomong soal 'ngunci pintu balkon' seperti yang Veela sarankan tadi malam, dimana Haechan harus memegang duplikat pintu balkonnya agar Haechan bisa leluasa masuk ke kamarnya.
Kalau boleh berucap, bukankah Veela sama saja sedang menjerumuskan diri sendiri ke 'kandang buaya' benar bukan?
Tapi Veela tetap bersikeras agar Haechan tetap menduplikat pintu balkonnya, buktinya saja kini Veela tengah merengek di sepanjang jalan menuju parkiran motor sekolah mereka, yang membuat mereka bertujuh menjadi pusat perhatian.
"Gila, lo datang bulan emang aktif begini terus ya Vi?" tanya Jaemin sambil menyembunyikan wajahnya karena malu, takutnya citra ketampanannya akan meluntur jika ketauan sedang bersama gadis pecicilan seperti Veela.
"Kok tau lu?" tanya Yangyang yang baru saja mentransletkan yang Jaemin ucapkan pada Shotaro, cowok blasteran Jepang ini walaupun sudah mau genap enam tahun di Indonesia, kosa katanya masi kurang untuk mengetahui hal-hal yang lebih spesifik, misalnya saja 'datang bulan'.
Mungkin karena circle pertemanannya cuman bareng nolnol doang kali ya, buktinya abangnya Yuta sangat aktif di kampus sebagai raja pergombalan serta perbuayaan antar fakultas bersama teman-temannya yang jumlahnya unlimited, jadi kosa kata bang Yuta lebih banyak.
"Nih tadi malam dia beliin softex ke kedai gue, kaga pakai bayar, gile gatuh. Percuma aja punya adek yang kaya melintir." Jaemin mencibir sembari menyikut Haechan,"Bayar woi, mak gue nanyain kenapa barangnya hilang satu tapi uangnya ganambah."
"Utang lo mau gue kasi bunga aja?" ancam Haechan tanpa melirik Jaemin yang langsung ngeri-ngeri sedap, utang dua puluh, kenak bunga, kira-kira bisa jadi empat puluh kali ya? Ogah ah, mending uang kedai aja yang ilang dari pada harus uang nya yang hilang.
"Astagfirullah Echan, haram nak bunga-bungaan." Renjun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menepuk punggung Haechan,"Tapi bolehlah, bunganya kasi ke gue aja, gapapa, itung-itung sedekah sama orang yang haus harta."
"Dih gila," celetuk Veela sambil menatap Renjun aneh,"Istighfar lo."
"Astaghfirullah, hamba khilaf."
"Khilaf-khilaf, besok juga lo ulang," julid Jeno dengan wajah yang halal untuk di ajak baku hantam hingga ke ring tinju.
"Lagian buat apasih ngeduplikatin kunci balkon lo? Takut ilang apa gimana? Makanya Vi kunci tu jangan di kasi harapan-"
"- mon maap, letak sinkronnya dimana gitu ya mas Dilan?" tanya Shotaro yang Alhamdulillah berhasil mentransletkan ucapan Jaemin kali ini dengan cepat.
"- ya biar ga hilang... Biasanya yang di kasi harapan tuh hilang Ro!" tegasnya yang terlihat seperti sedang mencurahkan perasaan nya yang telah bersarang laba-laba.
"Konsepnya bukan begitu kali ya?" tanya Yangyang dengan tatapan yang berharap bisa mengeluarkan sesuatu dari matanya dan dapat menghilangkan teman anehnya ini dari alam semesta. Kalau di avada kadavra aja enak kali ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Sulung • lhc [00L]
Fiksi PenggemarPART 1 OF SIBLINGS SERIES "Gimana kalau homo cuman alasan gue biar bisa dekat lo terus." Haechan, si sulung dari tiga bersaudara, yang hidupnya tak jauh-jauh dari kata belajar untuk sekedar memenuhi tuntutan orang tuanya. Bertahan sekuat tenaga men...