…
"Let this coward die."
Jika seekor burung dalam sangkar saja bisa bebas, mengapa seorang manusia tidak bisa? Mengapa seorang manusia harus dikungkung dalam segala macam aturan yang membuatnya seperti dalam bui tak kasatmata? Apalagi memaksa untuk mencapai mimpi yang bukan miliknya. Justru, ia dilarang menggapai mimpinya itu. Bukankah jika tak sesuai kehendaknya, maka hanya akan menjerumuskan dirinya sendiri dalam kehancuran yang akan menggerogotinya lambat laun?
Sebagai antisipasi dari itu, Kang Taehyun dengan bodohnya hendak mempercepat penderitaannya. Ia sudah muak hidupnya dikungkungi kunci rantai dan mengikuti arahan telunjuk. Katakanlah tindakannya kali ini imbesil dan infantil. Seakan-akan mati adalah pilihan tepat menyelesaikan problema yang dihadapi.
Pijakannya sudah berada di tepi rooftop sekolah. Sesekali ia menarik-embuskan napasnya yang memburu. Matanya terpejam merasakan embusan angin malam yang membelai rahang tajamnya. Satu helaan napas terakhir mengudara. Ia sudah tetapkan akan melompat sekarang tanpa ragu. Akan tetapi, saat matanya tak sengaja menyingkap, langkahnya kembali mundur.
"Jika kau takut mati, kenapa kau repot-repot melakukan tindakan bodoh itu?" Taehyun menoleh ke sumber suara tatkala suara seseorang mengejutkannya. Ia yakin sedari tadi tak ada orang di sini selain dirinya.
"Kau tahu, pasien yang divonis meninggal tak berapa lama lagi saja masih ingin memperjuangkan hidupnya. Sementara itu, kau yang sehat dengan bodohnya ingin bunuh diri," sambung seorang gadis yang memakai seragam yang sama dengannya. "Hidup itu hanya sekali. Jangan menyia-nyiakan kesempatan itu."
Untaian kata gadis itu—yang masih betah berdiri di pijakannya sembari sepasang lengannya bersedekap di depan dada—membuat hatinya mencelos. Akan tetapi, tak berapa lama dengkusan kasar mengudara.
"Kau tak tahu apa-apa tentangku," cetusnya bertendensi sarkastik.
Gadis itu terkekeh. "Kau juga tak tahu apapun tentangku hingga aku berkata seperti tadi. Baiklah, terserah kau. Silakan bunuh diri, aku akan menontonmu dari sini."
Manik mata dupleks Taehyun membeliak sinkron menoleh ke belakang. Ia menatap nanar sang gadis yang bersikap santai, seolah-olah kalimat yang tadi diloloskannya hanya embusan gegana semata. Ringan dan terkesan tak dipikirkan terlebih dahulu.
"Kau gila?! Bagaimana jika aku mati nanti orang-orang menyangka bukan sebagai kasus bunuh diri, melainkan dibunuh mengetahui kau menjadi saksi di sini? Kau mau dituduh menjadi pembunuh tanpa melakukan hal keji itu?" hardik Taehyun membuat gadis itu tersenyum miring. Ia puas berhasil memprovokasi agar Taehyun pun berpikir jernih. "Kenapa kau tersenyum?" tanya Taehyun lagi menyadari sudut bibir gadis itu kini terangkat.
"Untuk orang yang mau bunuh diri ternyata masih bisa berpikiran jernih, ya. Tidak gila."
"Aku tidak gila."
"Kalau kau masih waras, jangan bunuh diri, Bodoh!"
Ya, Taehyun memang bodoh dan tidak waras. Ia mengakuinya, tetapi ia merasa kesal jika dipanggil seperti itu oleh gadis urakan ini.
"Apa? Kau bilang aku bodoh?" tanya Taehyun seraya memicingkan matanya.
Gadis itu melangkahkan tungkainya mendekati Taehyun seraya mengejek. "Iya, kau itu bo—"
Sang gadis belum menyelesaikan leksikal katanya. Keduanya dibuat terkejut sebab sebelah kaki Taehyun hampir tergelincir dan jatuh jika gadis itu tak gesit menarik lengannya. Tindakannya itu membuatnya jatuh ke belakang di mana posisi Taehyun pun berada di atasnya.
Mereka terdiam menatap keduanya lekat. Namun, tak kunjung lama gadis itu segera tersadar. "Menyingkir, kau itu berat!"
Lekas Taehyun pun bangkit dan merapikan seragamnya. Disusul sang gadis bangkit dengan bantuan Taehyun yang mengulurkan lengan padanya dan ia pun menerima. Keduanya membuang muka, suasana pun menjadi rikuh.
Taehyun meliriknya sekilas seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, tanpa sadar memang itu menjadi kebiasaannya. Lalu, ia berdeham kecil. "Terima kasih," tuturnya.
Gadis itu melirik sekilas dan kembali membuang muka. "Eum, sama-sama. Aku tahu kau sebenarnya tak sungguh-sungguh ingin bunuh diri."
Mereka terdiam hingga ponsel gadis itu bersuara, sepertinya ada telepon masuk. Taehyun menatapnya lekat setiap gerak-gerik gadis itu. Gadis di hadapannya panik, tetapi tak lantas mengangkat sambungannya. "Ah, sepertinya kakakku sudah berada di depan menjemputku. Aku pulang duluan, ya."
Gadis itu berlari hingga ia berhenti tepat di depan pintu dan menoleh ke belakang di mana Taehyun berada. "Hei, kau juga pulanglah! Jangan sampai aku mendengar berita kematianmu besok. Dengar dan ingat kata-kataku, YOLO : you only life once. Kalau begitu, sampai jumpa!" pekiknya kendati sebenarnya jarak mereka hanya sekitar belasan langkah.
Sementara Taehyun masih bergeming meskipun punggung gadis itu sudah raib dari daun pintu. Akhirnya, ia melangkahkan tungkainya dan mengambil tasnya yang sempat ia taruh asal. Kemudian, manik matanya menemukan benda mengkilap seperti gantungan kunci di tempat gadis itu berpijak tadi. Sepertinya memang itu miliknya. Taehyun meraihnya dan memindai setiap ukiran gantungan kunci akrilik itu.
'Min YoonA'
Apakah ini nama gadis itu?
Taehyun tersenyum samar tanpa sadar, lalu memasukkannya ke dalam tas. Ia melangkahkan tungkainya dan melenggang pergi dari sana.[]
…
Hi, welcome back to my new work. Don't forget to gimme ur vote+comment, fellas. C ya~
[030321]
—luv, ara
KAMU SEDANG MEMBACA
anesthesie • Kang Taehyun
Fanfiction[COMPLETED] Di dunia adikara ini Taehyun hanya berpijak sendiri. Tak ada yang berpihak padanya. Sekalipun ada, mereka hanya berusaha mendorongnya jatuh ke dasar jurang. Alih-alih membiarkannya terbang tinggi, tetapi masih terperangkap dalam sangkar...