…
Rintik hujan membasahi bumi di tengah musim panas terkadang mengesalkan kala tak membawa persiapan payung. Begitulah yang dirasakan gadis bersurai sepanjang pertengahan punggung dengan name tag Min Yoona pada seragamnya di bagian dada kiri atas. Memang hatinya senang kala sekolah memulangkan lebih awal dari biasanya yang selalu sampai larut malam. Matahari terbenam yang selalu ingin ia nikmati di kala senja pupus sudah.
"Harusnya aku menurut tadi bawa payung. Hah, perkataan ibu memang selalu benar," gumamnya seraya mendongakkan kepala ke langit. Memang bukan dirinya saja yang terjebak karena tak bawa payung. Apakah ia tunggu saja di dalam kelas sampai reda? Tapi dia ingin cepat-cepat pulang lalu beristirahat ditemani cokelat panas karena ini momen langka alih-alih siswa lain mampir terlebih dahulu ke akademi. Namun, tidak dengan dirinya. Ataukah menerobos hujan saja? Sepertinya itu keputusan bodoh, sudah tahu imunnya semakin lemah malah semakin lemah saja kalau begitu. Dia benci mengetahui kenyataan kondisinya.
Hujan semakin lebat, belum ada tanda-tanda mereda. "Oh, ayolah, jadi gerimis saja sebentar, tak apa. Tak perlu benar-benar reda," gerutunya lagi.
Dia tahu kalau memaki hujan itu tak baik sebab tak lantas tengah memaki Tuhan. Namun, terkadang insan tak sadar tengah melakukannya. Ia mengulurkan lengannya menengadah membiarkan air hujan jatuh pada telapak tangannya. Alih-alih merasa dingin, ini terasa segar. Jika saja kondisinya tak dikenai segala tantangan, mungkin ia lebih suka menerobos hujan dan berakhir baik-baik saja. Kemungkinan terburuk hanya demam saja dan merebahkan diri di ranjang rumahnya, bukan merebahkan diri di bangsal berbau zat kimia memuakkan. Ah, dia benci jadi lemah. Dia benci harus keluar masuk ke tempat itu.
Tiba-tiba sebuah payung lipat berwarna biru gerau berada di hadapannya. Tak mungkin 'kan kalau sekonyong-konyong payung itu berada di hadapannya sendiri? Lantas ia menoleh pada si pemberi payung. Seketika ia mematung dan jantungnya seketika ingin melompat dari tempatnya. Tak bohong dia mengagumi seorang pria tampan sesuai seleranya. Netranya memindai setiap lekuk wajahnya, bagaimana tegas rahangnya, alis tebalnya, sepasang mata bulatnya, hidung bangirnya, tampak garis lesung pipinya kalau saja ia mengulas senyum, dan bibirnya cukup bervolume. Namun, ia baru tahu kalau ada lelaki seperti dia di sekolah.
"Kau tak mau ambil? Kalau tak mau—"
Sejurus kemudian YoonA sadar dari lamunannya dan lekas meraih payung tersebut. "Ah, aku mau!" tukasnya.
"Baguslah. Sepertinya kau lebih membutuhkannya."
"Dan kau—oh, kau punya dua payung ternyata."
Lelaki itu sudah membuka payung satunya lagi dan melengos pergi tanpa pamit. YoonA sangka ini akan terjadi seperti pada drama umumnya; sang pria memberikan payung lalu akan menerobos hujan dan gadisnya merasa bersalah dan akhirnya mereka berdua berada di bawah satu payung. Namun nyatanya, tak seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
anesthesie • Kang Taehyun
Fanfiction[COMPLETED] Di dunia adikara ini Taehyun hanya berpijak sendiri. Tak ada yang berpihak padanya. Sekalipun ada, mereka hanya berusaha mendorongnya jatuh ke dasar jurang. Alih-alih membiarkannya terbang tinggi, tetapi masih terperangkap dalam sangkar...