15 • Lifeless House

94 33 2
                                    

Meski di bawah langit kelam, masih tampak sosok bayangan dari sorot cahaya lampu temaram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski di bawah langit kelam, masih tampak sosok bayangan dari sorot cahaya lampu temaram. Langkah sang pemuda itu terseok-seok, tungkainya entah membawa daksa itu ke mana bilamana sampai esok. Angin malam musim semi cukup membuatnya menggigil, suhu dingin benar-benar menusuk. Sesekali ia mendekap dirinya sembari mengusap-usap guna sekadar menghangatkan tubuh.

Katakanlah Taehyun berkepala besar dan banyak tingkah. Angkat kaki dari rumah yang lebih seperti sangkar memang keputusan yang bagus bila sudah memiliki segala hal. Setidaknya beberapa lembar uang dan tempat untuk bernaung meski menyewa pun sudah cukup. Kenyataannya ia hanya seorang siswa yang sejatinya tak memiliki apapun selain sehelai pakaian yang dikenakan dan anggota tubuh yang utuh.

Anak tak tahu diuntung. Mungkin itu yang berada di benak sang ayah. Namun jika terus berada dalam jeratan dan di bawah telunjuk otoritas beliau, hanya menyiksa diri. Memang ada yang mengatakan jika keputusan dan keinginan orang tua tak pernah salah, tetapi tak ada kebebasan sama sekali itu hanya membuat sang anak sebagai boneka mereka.

Lebih menyakitkan ketika sang ibu pun menjadi sasaran atas kesalahan Taehyun dengan dalih ibunya tak mendidik putranya dengan baik. Jika memang itu salah Taehyun, mengapa tak dilampiaskan padanya saja? Namun bukan itu esensi problematikanya, justru yang harus jadi pertanyaan ialah; mengapa harus melibatkan kekerasan? Apakah tak ada cara lain? Mengingat kembali sang ibu, tubuhnya sempat bereaksi spontan untuk berbalik. Takut jikalau ayahnya mengingkari perjanjian di antaranya.

Apa ibu baik-baik saja?

Jawabannya pasti tidak baik-baik saja. Ibu mana yang baik-baik saja kala anaknya angkat kaki dari rumah di depan mata kepalanya sendiri. Cukup menyayat hati. Sama menyakitkannya kala Taehyun menyaksikan sang ayah melampiaskan amarahnya pada sang ibu, sementara ia hanya diam atau terkadang melawan meski mendapat bekas tanda kasih sayang darinya.

Jujur saja Taehyun tak ada tempat tujuan sekadar bernaung sampai esok saja. Ruang latihan di agensi takkan pernah mengizinkan ada trainee yang bermalam di sana. Bahkan, pergi ke kediaman YoonA ataupun Kak Yoongi itu mustahil sebab ia tahu diri. Selain bukan siapa-siapa, tak sopan bertamu di larut malam—lebih tepatnya sudah pagi buta. Opsi terakhirnya hanya ruang belajar yang buka 24 jam, jujur saja ia sudah lama tak ke sana semenjak resmi menjadi trainee. Terlebih lagi telah diputuskan debutnya sudah di depan mata.

Tungkainya yang baru saja mencapai tangga pertama gedung ruang belajar seketika stagnan kala mendapati Soobin yang sama terkejutnya. "Taehyun?"

"O-oh, Soobin, kau baru saja mau pulang?"

Soobin mengangguk, masih dengan air muka kaget, tidak, lebih tepatnya heran. "Kau mau ke mana?"

"Belajar, tentu saja," kilahnya. "Ah, boleh kupinjam meja belajarmu? Aku sudah lama tak kemari. Jadi, mejaku pun pasti sudah dipakai orang lain."

anesthesie • Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang