08 • A Coward

110 40 9
                                    

Di bawah langit senja, dua pasang tungkai yang menopang semenjana daksa sang empu berjalan beriringan menyusuri jembatan yang menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai untuk dilalui kendaraan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di bawah langit senja, dua pasang tungkai yang menopang semenjana daksa sang empu berjalan beriringan menyusuri jembatan yang menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai untuk dilalui kendaraan. Sepasang anak muda itu saling melempar kelakar hingga gurat tawa tercanang pada wajah mereka. Saking tenggelam dalam keseruan, tak sadar dengan lelehan es krim yang berada di tangan masing-masing. Orang mengira pasti dua sejoli itu adalah sepasang kekasih. Faktanya bukan. Mereka masih berada dalam kata 'teman' saja untuk mendefinisikannya. Namun, bukankah biasanya tak hanya ada kata 'teman' di antara lelaki dan perempuan? Entahlah, mereka masing-masing pun tak tahu kendati terkadang percikan afeksi itu terjadi tanpa disadari dan tak mau diakui.

"Ah, perutku rasanya ingin meledak," rengek YoonA sembari mengusap perutnya.

"Kau tahu begitu kenapa mengajakku membeli es krim?" cibir Taehyun. Oh, dia kembali lagi ke mode Taehyun yang dingin dan suka berkata menusuk. Padahal tadi suasananya sudah mencair bagaimana hangatnya seorang Kang Taehyun meski candaannya terkesan garing. Ya, Taehyun adalah Taehyun.

YoonA mendengkus. "Es krim itu kewajiban sebagai kudapan penutup."

"Pantas saja dulu kau dengan kuat bisa menarikku. Ternyata ini alasannya. Ah, aku berharap kau takkan pernah pingsan di depanku, sehingga aku harus menggendong tubuhmu yang—" Taehyun tak melanjutkan kalimatnya sebab delikan tajam seperti ingin menelannya bulat-bulat lebih dulu membungkamnya.

"Oh, jadi kau bilang aku berat? Gendut?" cecarnya.

"Aku tak bilang begitu."

"Tapi secara tak langsung kau bilang begitu!"

"Justru kau sendiri yang bilang begitu."

Oh, benar-benar, Taehyun itu lama-lama menyebalkan juga. YoonA sebenarnya lelah dan kesal, tetapi entah ada gaya gravitasi apa yang membuatnya terus mendekati Taehyun.

YoonA memasang wajah masam lalu mendengkus kasar lagi. "Bukannya berterima kasih kau malah meledekku. Masih untung waktu itu kutolong. Jika tidak, kau mati, aku pun yang repot karena sebagai saksi di sana. Bisa-bisa aku jadi tersangka."

Ya, memang benar perkataannya. Jika ia tak ditolong, mungkin saat ini ia tak bisa menatap indahnya nabastala yang dipoles kroma oranye serta menghabiskan waktu luang yang tak pernah ia pikirkan dan lakukan. Biasanya pada akhir pekan pun tubuhnya terkurung di ruang belajar atau akademi dan terantai oleh sekelumit soal dalam buku-buku tebal yang menjeratnya. Sebenarnya itu memuakkan. Memang ia menyukai belajar karena terpaksa menjadi terbiasa. Namun, jika lama-lama, rasanya ingin muntah.

Taehyun menoleh ke samping di mana gadis yang membuatnya merasakan secuil kebebasan itu tengah memasang wajah masam karena keusilannya. Ia tak tahu bagaimana jika tak bertemu dengannya dulu di atap sekolah. Katakanlah Min YoonA adalah penolongnya. Ia tak menyangkalnya, ia sangat berterima kasih.

anesthesie • Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang