23 • Our Fight

122 32 11
                                    

"Pemenang kategori artis pendatang baru terbaik jatuh kepada …

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pemenang kategori artis pendatang baru terbaik jatuh kepada …."

Seluruh tamu mendadak tegang setiap kali pembaca nominasi hendak menyebutkan pemenang tiap kategori. Terlebih lagi, para nominasi yang sebelumnya telah disebutkan. Sorot kamera yang menampilkan deretan nominasi ditampilkan pada monitor lebar di panggung, termasuk Kang Taehyun. Masuk nominasi saja sudah cukup bersyukur sebab ia kira terlalu cepat kalau kariernya melejit di awal.

"… KANG TAEHYUN!"

Bagai memenangkan lotre rasanya pemuda yang baru saja melegalkan usianya tengah bermimpi. Jantungnya seakan meloncat dari rongga dada begitu namanya diumumkan simultan sorotan cahaya serta kamera dan diiringi riuh tepuk tangan. Oh, jangan lupakan musik yang menambah suasana meriah. Langkahnya patah-patah, ragu kalau salah dengar atau pembaca nominasinya keliru membacakan. Pada saat itu juga ia gamam. Namun, ternyata itu benar dirinya. Senang, haru, terkejut, dan perasaan lainnya yang bercampur menyambangi. Sampai-sampai ia tak tahu harus memilih tersenyum atau meniti air mata saja, rasanya keduanya memang tengah ia canangkan pada wajahnya tatkala menyampaikan rasa syukur dan terima kasih.

Kendati rasa bangga dan haru menyelimuti, tak mengelak dirinya masih merasa kurang pantas. Perasaan inferioritas seketika menyambangi. Pasalnya, bukankah kariernya terlalu naik dengan cepat? Tak bohong rasa gamang menghantuinya, takut akan kariernya bagai menaiki rollercoaster. Naik dengan cepat, kemudian dijatuhkan pula dengan cepat bahkan tiba-tiba. Apakah ini masuk akal dengan masa trainee-nya yang sebentar lalu dalam waktu beberapa bulan pula ia langsung terkenal sampai mendapatkan penghargaan? Sejujurnya, ia tak begitu dibawa senang sebab takut-takut ada tangga yang menimpanya.

"Sudah kubilang bukan kalau kau pasti pulang membawa trofi? Selamat Taehyunnie, kau hebat!"

Manajer Kim lekas menyambutnya dengan pelukan hangat dan bangga, tentu saja. Beberapa artis dan staf lainnya pun ikut memberi selamat dan menyalami.

"Kau telah berjuang, kau berhak!"

Berjuang? Ya, setidaknya ini hasil perjuangannya. Ini adalah awalnya, ia harus lebih dari ini. Jalannya masih panjang, tapi tak ada garis finish untuk mimpi. Garis simetris berubah menjadi kurva kala ditarik, ia ingat bahwa ini juga demi pembuktian pada keluarganya, teman-temannya, dan gadisnya. YoonA memberi harapan padanya dan akhirnya ia wujudkan. Ini sudah hari keempat berada di Jepang, tak sabar ia kembali menemui dan mendekapnya. Sebab, semua mimpi ini berawal darinya.

Media memang cepat memublikasikan berita. Namanya tentu saja sudah menjadi headline di beberapa artikel. Terkadang ia kecewa karena kalah cepat dengan para awak media, keluarga dan orang terdekat selalu tahu lebih dulu dari media.

"Kau mewujudkan mimpimu, putraku. Kau membuktikan pada kami, termasuk ayahmu."

"Taehyunnie, terima kasih kau sudah wujudkan mimpiku juga!"

"Taehyun, ayah minta maaf. Selamat putraku dan pulanglah dengan selamat."

Untaian kalimat hangat tersampaikan dari seberang sana. Untuk ke sekian kalinya, tangisnya pecah. Terutama saat ayahnya kini perlahan mulai menerima keputusannya. Benar, ia telah membuktikan usahanya. Namun, dia takkan berhenti sampai di sini.

"Terima kasih, sampai jumpa besok. Aku cinta kalian," pungkas Taehyun sebagai penutup sambungan.

Ibu jarinya menggulir layar gawai, mencari nama kontak yang paling ia ingin hubungi. Dia benar-benar rindu. Namun, kala hendak menekan panggilan terinterupsi oleh ketukan pintu kamar hotel. Lekas ia beranjak dan membuka siapa pelakunya.

"Maaf mengganggu waktumu, Taehyunnie. Segera bersihkan diri lalu kita ke restoran hotel untuk makan malam bersama merayakan kemenanganmu," ujar Manajer Kim. Sudah dipastikan pasti beliau, lantas siapa lagi yang berani?

Mau tak mau ia menuruti meski tubuhnya lebih ingin bergulung dengan selimut sambil mendengarkan alunan suara lembut sang terkasih di seberang sana. Itu cukup membuatnya relaks dan menambah energi. Baru saja ia menyalakan keran air dan melakukan bersih-bersih, tanpa ia ketahui ponselnya beberapa kali berdering. Sayang, suara air lebih keras dan ruangannya terlalu kedap suara.

Sementara sang penelepon di seberang dengan muka kacau terus saja berusaha. Namun, hasilnya nihil. Air mukanya sudah tak bisa didefinisikan seperti apa. Frustrasi, panik, marah, lelah, lara, dan pasrah berbaur, pelik dipilih salah satu yang mendominasi.

"Bagaimana Kak Yoongi? Taehyun bisa dihubungi?" Beomgyu mendekati Yoongi. Mendapati gelengan kontan wajahnya memerah, emosinya naik pitam. Namun, Nyonya Min dengan mudah menenangkannya yang sudah ia anggap sebagai putranya sendiri juga.

"Sudahlah, kalian duduk. Taehyun masih di Jepang, 'kan? Lagi pula kita sudah janji pada YoonA 'kan untuk rahasiakan dari Taehyun, biar dia yang memberi tahu semuanya?"

Beomgyu hendak menyanggah, tapi mulutnya kembali mengatup kala Yoongi menepuk bahu. "Ibuku benar. Kita hanya perlu do'akan yang terbaik untuk YoonA," tutur Yoongi dengan muka yang sudah terlihat kuyu.

Beomgyu tahu bukan hanya dia satu-satunya sebagai sahabatnya dari kecil—sarkasnya sudah makan sepiring tidur sebantal—yang mengkhawatirkan kondisi YoonA saat ini. Paling terpukul pasti ibunya, ayahnya, dan Kak Yoongi. Namun kala melihat Kak Yoongi, sepertinya dia yang paling tegar dibandingkan dirinya. Mungkin itu terlihat dari luar sebab kenyataannya, wajahnya menyorotkan definisi lain. Meski bibirnya mencoba mengukir senyum tipis, tetapi ada secuil perasaan sadrah sebab nestapa yang dirasakannya telah mencabik-cabik hati.

Di dalam sana YoonA tengah berjuang dengan dirinya sendiri bersama bantuan para tenaga medis. Selain mereka, tak ada yang boleh diizinkan masuk. Satu-satunya yang bisa dilakukan hanya berdo'a dan menyerahkan semuanya pada Tuhan juga para tenaga medis yang membantu.

YoonA dikabarkan kondisinya semakin drop kala dijadwalkan untuk kemoterapi. Sampai diputuskan untuk dirawat sampai kondisinya cukup membaik agar bisa melakukan kemoterapi. Sebab, dosis kemoterapi memang cukup keras, tapi hanya itulah satu-satunya yang bisa jadi harapan guna pulih kembali. Kendati kasarnya ada yang bilang kalau kemoterapi hanya sebagai penghambat si tengil menggerogoti imun tubuhnya, bukan sebagai penyembuh. Sayang, tadi siang seketika ia tak sadarkan diri seperti dalam keadaan koma kemudian kondisinya semakin buruk saat garis normal pada elektrokardiograf berubah menjadi garis yang sangat tak wajar, begitu pun ritme suaranya yang tak normal. Nyonya Min tentu panik bersama Beomgyu yang kebetulan menemani.

Dokter dan tenaga medis lainnya kini berusaha agar mengembalikan ritme denyut jantung YoonA yang tak normal. Meski rasanya tak kuasa melihat dua lempeng defibrilator yang dialiri arus listrik ditempelkan pada dadanya dan memberi reaksi tubuhnya berkelojot, tetapi hanya itulah cara satu-satunya harapan agar bisa ia stabil.

"Naikkan pada tegangan maksimal."

"Bukankah bahaya jika sampai titik maksimal, Dok?"

"Tak ada pilihan lain."

Peluh dokter maupun tenaga medis lainnya sudah mengucur di wajah mereka. Air muka pun sudah kacau balau sebab nyawa seseorang ada di tangan mereka meski semuanya kembali pada takdir Tuhan. Satu kejutan terakhir dan berakhir dengan suara dengung panjang. Garis dinamis pada elektrokardiograf berubah menjadi garis statis. Wajah mereka merunduk simultan helaan napas berat lolos.

Setidaknya, YoonA telah berjuang meski Tuhan lebih menginginkan yang terbaik untuknya.[]

[240721]

—luv, ara

anesthesie • Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang