…
Sang nilakandi melukis cantik sang nabastala dipadukan dengan segurat putih sang gegana—yang biasanya menggumpal bagai kapas melayang di atas sana. Cerahnya mentari sama halnya dengan suasana hati Taehyun. Ia manifestasikan dengan senandung merdu yang lolos dari bilah bibir ranumnya seraya memanjakan netranya mengagumi keindahan mahakarya Tuhan yang tak akan ia sia-siakan. Agaknya, sudah lama sekali ia bisa menikmati secuil kebebasan tanpa beban yang dipikulnya.
Sembari menyandarkan punggung di lantai rooftop sekolah, ia menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan kepala. Lalu ia pejamkan mata menikmati angin yang tengah membelai pipinya dengan lembut. Damai sekali, terlepas dari jam istirahat yang biasa ia dedikasikan untuk pergi ke ruang belajar khusus.
Ia menikmati kedamaian tanpa resonansi bising memekakkan rungu dari siswa-siswa lain yang melepaskan ruwetnya berbagai rumus yang pasti membuatnya frustasi sampai kepala menjadi botak. Tak hanya itu, ia juga dapat menjauh dari kehebohan yang diciptakan seorang gadis yang baru-baru ini masuk ke dalam lingkaran hidupnya.
Namun, kedamaian itu terpaksa raib begitu saja tatkala terdengar suara debaman pintu menuju atap sekolah sinkron dengan suara melengking yang memanggil epitelnya. Taehyun sudah memastikan jika itu adalah ulah gadis yang baru saja ia ceritakan. Asumsinya terbukti kala ia merasakan siluet menghalangi sinar mentari yang menerpa wajahnya kendati kelopak matanya tengah terpejam.
"Kang Taehyun!"
Bagaimana bisa ia selalu menemukan Taehyun di mana saja? Apakah ia menempelkan alat pelacak di tubuh atau di ponselnya? Tak ada yang tahu, mungkin naluri perempuan.
Taehyun tetap memejam tak menyahut. Ia terlalu pusing harus selalu berada di sekitar Min YoonA dan berurusan dengannya.
"Aku tahu kau tidak tidur, Tae. Jangan berpura-pura, aku itu tak bisa dibohongi!"
Erangan dalam diam ingin sekali ia suarakan, tetapi ia urungkan. Sebelah kelopak matanya menyingkap dan menemukan eksistensi gadis bersurai hitam sebatas punggung, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Gadis itu tengah bersedekap dengan raut muka masam layaknya orang merajuk. Oh, Taehyun tahu akan begini. Seharusnya ia tak kabur dari gadis ini jika tak ingin masalahnya jadi panjang, terutama akan terjadinya perdebatan. Entah mengapa ia takkan bisa berkelit, biasanya ia lihai dalam bersilat lidah. Namun, tidak dengan Min YoonA. Ia berbeda.
Ingin sekali Taehyun menjambak rambutnya frustasi, tak peduli helaian rambutnya tercabut. Kali ini ia baru tahu bagaimana sulitnya menghadapi seorang perempuan. Perempuan itu tak bisa dimengerti, banyak sekali kode bagai morse yang sulit dipecahkan. Agaknya ia harus memiliki kamus bahasa perempuan, tetapi di mana ia bisa mendapatkannya?
Akan tetapi—hei, perlu digarisbawahi mengapa ia harus bersusah payah seperti itu? Keduanya tak ada hubungan apa-apa. Taehyun bukan kekasihnya, mengapa ia merasa seperti itu? Apakah olokan Beomgyu jika mereka sepasang kekasih menjadi sugesti baginya? Oh, tidak, tidak, cukup menjadi teman YoonA saja itu merepotkan, bagaimana ia menjadi kekasihnya? Pasti lebih merepotkan. Itu mimpi buruk. Lagi pula, ia tak ada waktu untuk itu. Taehyun bergidik ngeri hingga tak menghiraukan YoonA yang sedari tadi mengoceh. Oh, tamat riwayatmu Kang Taehyun, kau membuat kesalahan baru lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
anesthesie • Kang Taehyun
Fanfiction[COMPLETED] Di dunia adikara ini Taehyun hanya berpijak sendiri. Tak ada yang berpihak padanya. Sekalipun ada, mereka hanya berusaha mendorongnya jatuh ke dasar jurang. Alih-alih membiarkannya terbang tinggi, tetapi masih terperangkap dalam sangkar...