07 • Weekiende

119 42 2
                                    

Di tengah lalu-lalang para pejalan kaki di trotoar, Taehyun berlari secepat ia bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah lalu-lalang para pejalan kaki di trotoar, Taehyun berlari secepat ia bisa. Sesekali ia melirik ke arah arloji yang melingkar pada lengan kirinya. Jarum jam sudah menunjukkan lebih sedikit dari waktu janji mereka. Dengan perasaan cemas, ia tak ingin membuat gadis di sana menunggunya lebih lama. Taehyun itu perfeksionis. Ia tahu perasaan bagaimana menunggu orang lewat dari jam janji. Ia tak menyukainya, tetapi saat ini ia melanggar ketentuannya sendiri.

Jika saja ia tak ke perpustakaan lebih dulu, mungkin ia tak perlu sampai berpeluh begini. Janji adalah janji. Namun, jika ia tak pergi ke perpustakaan, izinnya akan menjadi kebohongan dan ia tak mau menambah bekas seperti di ujung bibirnya karena kebohongannya itu. Setidaknya ia pergi ke perpustakaan walau menghabiskan waktu yang singkat. Berarti ia tak berbohong 'kan, meski memang hanya sebagai dalih?

Tatkala netra kembarnya menangkap entitas seorang gadis yang telah menunggu di halte depan sana, tungkainya perlahan berayun pelan. Siluet yang berkelebat dalam mindanya akan berbagai kemungkinan terburuk bagaimana mimik gadis itu pudar. Sebab, bukan air muka masam seperti yang ia bayangkan, tetapi lengkungan manis menyambutnya hingga rasa lelahnya sekonyong-konyong langis. Ajaib bukan? Sebenarnya gadis ini punya ramuan ampuh apa hingga bisa meluluhkannya?

"Astaga, kau berlari dari perpustakaan pusat kota sana?"

Taehyun merunduk, memegang kedua lututnya seraya mengatur napas. Napasnya benar-benar tersengal, ia tak lantas menjawab pertanyaan gadis itu yang sebenarnya lebih bertendensi sebagai pertanyaan retorik.

"Padahal aku bilang tak perlu buru-buru. Waktu kita masih banyak, kok."

Tubuh Taehyun seketika tersentak tatkala gadis itu mencondongkan tubuhnya. Rasanya bagai tersengat aliran listrik saat YoonA mengulurkan lengan guna menyeka peluh pada wajahnya menggunakan tisu—yang Taehyun yakini pasti barang itu selalu ada di dalam sakunya. Ia benar-benar tersihir melamati paras jelita sedekat ini. Profilnya yang manis dan ukuran wajahnya yang mungil. Wajah baru itu kini menjadi sosok amikal dalam daftar hidupnya. Apakah kemungkinan sosok itu pun akan menjadi bagian krusial dalam hidupnya? Agaknya belum mencapai itu.

"Kangtae?"

Taehyun mengerjap. "Ya?"

"Maaf, tapi apa kau bisa melepaskan genggamanmu?"

"Ya?"

Taehyun melirik pada tangannya yang tak sadar menggenggam tangan YoonA. Lekas ia melepaskannya. Oh, Taehyun bodoh, mengapa kau bergerak secara impulsif seperti itu?

Keduanya mendadak diselimuti suasana rikuh. Mereka saling membuang muka dan salah tingkah. Apalagi kebiasaan Taehyun yang kini tengah menggaruk tengkuknya meski tak gatal.

"Maaf, tadi aku bermaksud biar aku saja yang melakukannya," kilahnya. Bagus, Taehyun, kau cerdas sekali mencari alasan logis.

"Tak apa. Maaf, sepertinya aku pun lancang."

anesthesie • Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang