Uzi memegang dadanya yang terasa sakit. Air matanya mengalir begitu deras melihat Sopi, yang tengah tertawa bersama dengan Liko-papanya. Segala cara Uzi lakukan agar Liko mau pulang ke rumah. Dan Liko juga mengajukan syarat pada Uzi, dan Uzi pun menyanggupinya, asalkan untuk Sopi.
Selama delapan bulan ini, Uzi belum pernah melihat Sopi tertawa lebar seperti itu. Berbeda dengan Liko yang biasa saja, bahkan pria paruh baya itu tak mengusap perut Sopi sedikit pun. Tapi, tak apa. Melihat tawa lebar dari Sopi sudah membuat hati Uzi lega, namun juga sakit.
Melirik pada nakas, ada tas seseorang yang ia dapat dari bang Arif. Bang Arif menyuruh Uzi untuk mengembalikan tas itu pada pemiliknya. Uzi pikir, pemilik tas itu akan datang ke tempat latihan. Ternyata tidak, bahkan sudah dua hari lamanya. Dan bang Arif pun berpesan untuk segera menyuruh orang itu kembali latihan.
Uzi menyeka air matanya. Hanya karena Sopi ia menangis begini. Hanya Sopi kekuatannya. Mungkin, jika Liko menyuruh Uzi untuk bunuh diri agar bertemu Sopi, Uzi rela melakukan itu asal Sopi bahagia.
Dengan langkah pelan, Uzi berjalan mendekati mama dan papanya.
"Ma, Pa, aku mau keluar sebentar. Nggak pa-pa, kan?"
Sopi tersenyum senang. Tangannya terulur untuk mengusap rambut sang anak dengan sayang. "Boleh kok. Mama kan udah ada Papa yang jagain."
Uzi mengangguk. Ia menyalami Liko dan Sopi bergantian. Sebelumnya, ia mencium perut Sopi agak lama. Dua bulan lagi, ia akan bertemu dengan adik kecilnya. Bukan untuk menyingung Liko, sebelum pergi Uzi sempat mengatakan, "Abang sayang kamu, jangan jadi orang yang egois, ya."
Setelah mengatakan itu, Uzi berlalu pergi sambil menjinjing tas yang disuruh bang Arif untuk dikembalikan. Uzi berjalan ke garasinya untuk mengambil motor. Setelah mengantar tas ini, rencananya ia akan pergi ke markas Bosporus untuk sekedar bermain saja.
Di lain tempat, Uri tengah bermain basket sendirian didepan rumahnya. Ayah nya khusus membuatkan lapangan basket khusus untuk mereka olahraga. Uri mendribble bola basket dengan kencang.
Dipinggir lapangan, ada Ully yang tengah bermain masak-masak bersama Jepi yang dia paksa untuk memakan masakan abstrak nya. Uri berhasil melakukan shooting yang entah keberapa kalinya.
Saat melempar bola basketnya, Uri terperanjat kaget saat bola basket itu malah mendarat di tangan seseorang. Dengan mudahnya, orang itu langsung memasukkan bola dengan mudah pada ring.
"Nih." Uzi menyerahkan tas Uri dengan enteng.
Yang datang adalah Uzi. Dia disuruh bang Arif untuk mengantarkan barang Uri, sekaligus menyuruh Uri untuk kembali latihan.
"Makasih," kata Uri menerima tasnya.
"KAKAK, KITA KETEMU LAGI," pekik Ully senang, ia berlari ke dekat Uzi.
"Iya," balas Uzi tersenyum simpul.
"Kakak, main basket sama Kak Uri dong. Kak Uri mainnya cuma sendirian, kan Ully nggak bisa main basket," pinta Ully dengan mata bulatnya yang berbinar. Semoga saja, Uzi mau!
"Eh?" Uzi menggaruk tengkuknya. Niatnya setelah ini ingin berkunjung ke markas Bosporus serta menghabiskan malam di sana.
"Please. Ully pengen lihat Kakak kalahin Kak Uri." Ully memelankan kata terakhirnya.
"Ngomong apa?" tanya Uri kesal pada Ully.
"Nggak apa-apa."
"Ya udah, kita battle. One bye one," putus Uzi. Tak apalah, ia menambah jadwal olahraga nya lagi hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
UriUzi [ END ]
Teen FictionSpin off Garuda *** Auristela Keisya, cewek tomboi yang nggak suka basa-basi. Iya, ya, iya. Nggak, ya, nggak. Uri panggilannya, semua olahraga ia lakukan, bahkan mengunjungi semua tempat latihan khusus olahraga yang tempatnya terkadang hanya diisi...