Setelah sedikit memijat kaki Uri, bang Arif menyuruh Uzi untuk mengantarkan Uri pulang kerumahnya. Uzi menyanggupinya, ia juga akan menjemput dan mengantar Uri ketika sekolah mulai besok sampai sembuh. Ya, namanya juga tak sengaja. Kalau bisa, ia tak akan membuat seperti ini.
Uzi membantu Uri berjalan pelan-pelan. Ia memaklumi, kali ini Uri sama sekali tak protes karena kakinya yang begitu sakit. Sulit digerakkan. Tetapi, ia mencoba memaksakan supaya tak merepotkan orang lain.
"Aws, lo bisa pelan-pelan nggak sih?!" bentar Uri kesal.
"Maaf," balas Uzi cuek.
"KAK UZI. AKU MAU NEBENG."
Uri menatap kebelakang. Di sana, ada Naya yang tengah berlari kearah mereka dengan kencang. Naya menatap Uri sinis, rencananya untuk mengajak Uzi pulang bareng hari ini pupus begitu saja.
Tak menghiraukan rengekan Naya, Uzi kembali memapah Uri ke mobil gadis itu. Uzi yang akan menyetirnya. Setelah memapah Uri sampai masuk mobil, Uzi berjalan menuju kemudi, tapi sebelumnya Naya sudah menghalang didepannya.
"Anterin aku!" kata Naya memaksa.
"Ga bisa."
Tanpa sepatah kata lagi, Uzi melajukan mobil dengan kencang meninggalkan Naya yang menghentakkan kakinya kesal. Ia menyesal, mengapa ia bodoh seperti ini. Kalau ia langsung masuk saja pasti Uzi mengantarkannya pulang, pikirnya pede.
Suasana didalam mobil hening. Tak ada yang memulai pembicaraan. Uzi fokus mengemudi, sedangkan Uri sibuk memegang kakinya yang masih terasa sakit.
Menoleh sedikit kearah Uri, Uzi meminta maaf lagi. "Maaf." Uzi menghela nafas pelan. "Gue nggak sengaja."
Uri hanya diam. Percuma minta maaf berkali-kali. Kakinya juga tak akan sembuh dalam detik ini juga dengan kata maaf. Lagian sudah terjadi juga. Mau bagaimana lagi, ya, terima saja.
Sesampainya di rumah Uri. Uri langsung keluar dengan pegangan pintu mobil. Lalu berjalan pelan sendiri kedalam rumahnya. Sama sekali Uri tak mengajak Uzi masuk kedalam rumahnya. Ia tak ingin menerima tamu.
"Kunci mobil," ujar Uzi menunjukkan kunci mobil.
"Taruh aja," balas Uri cuek.
"Gue pulang."
"Ga ada yang nyuruh lo mampir ke rumah gue."
"Besok gue jemput," teriak Uzi keras. Pastinya, masih terdengar oleh Uri yang sudah berada didalam rumahnya.
Uzi berjalan menuju jalan raya. Ia ingin mencari ojek atau taksi. Ia ingin pulang segera. Bertemu Sopi yang pasti sudah menunggunya. Uzi jadi tak sabaran untuk bertemu dengan adik kecilnya yang masih di perut Sopi.
Lama menunggu, akhirnya Uzi mendapatkan taksi. Ia hanya ingin pulang, motornya ditempat silat sudah dibawa oleh salah satu anak silat pesuruh bang Arif. Setelah sampai, Uzi membayarnya dan langsung masuk kedalam rumah.
Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Liko tengah duduk santai seraya menyesap kopi hitam nya dengan tontonan berita di TV. Uzi menghampiri Liko untuk menyalaminya.
"Assalamualaikum, Mama mana, Pa?" tanya Uzi.
"Tidur," jawab Liko singkat.
"Pa, Mama sayang sama Papa."
"Sudah tau."
"Kenapa Papa tega siksa Mama? Papa nggak pulang-pulang hanya karena wanita itu?! Mama, Mama istri pertama Papa," kata Uzi tak habis pikir.
"Ada anak dan istri kedua saya yang harus saya utamakan sekaran."
Uzi tertawa hambar. "Bentar lagi, Papa akan punya anak kedua dari Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
UriUzi [ END ]
JugendliteraturSpin off Garuda *** Auristela Keisya, cewek tomboi yang nggak suka basa-basi. Iya, ya, iya. Nggak, ya, nggak. Uri panggilannya, semua olahraga ia lakukan, bahkan mengunjungi semua tempat latihan khusus olahraga yang tempatnya terkadang hanya diisi...