"Kau senang sekali bicara yang aneh-aneh" Yeosang menepuk pelan dada Wooyoung lalu turun dari pangkuannya. Saat itu Wooyoung telah lengah dan Yeosang mengambil ponselnya. Semburat merah pada wajahnya tidak dapat dia dia sembunyikan. Tidak dipungkiri bahwa Yeosang benar-benar malu.
"Kenapa bertanya dengan Choi San? Kenapa tidak langsung padaku? Apa bedanya?" Wooyoung mendengus sembari menggerak-gerakan tangannya ke udara. Dia tidak berhenti bicara sampai Yeosang menjawab semua pertanyaan itu.
"Kau berpacaran dengan Choi San, ya?!" Wooyoung seketika menembakkan pertanyaan tidak masuk akal pada Yeosang. Pria itu tersedak ketika mendengar Wooyoung yang tengah mengomel di kursi pelanggan. Yeosang melempar Wooyoung dengan buntalan kain hingga mengenai kepalanya.
"Kau gila?! Sakit bodoh!" teriak Wooyoung.
"Kau yang gila! Mana mungkin aku berpacaran dengan Choi San!" sahut Yeosang lebih keras dari Wooyoung.
"Tentu tidak mungkin seleramu selevel Choi San. Akulah seleramu, Jung Wooyoung" ucap Wooyoung dengan sedikit menekankan pada pengucapan namanya. Yeosang semakin memerah berusaha mencari barang yang bisa dia gunakan untuk melempar Wooyoung.
Yeosang berlari ke arah Wooyoung dengan membawa pot bunga untuk memukul pria itu. Wooyoung seketika berdiri dan menahan tangan Yeosang dengan cepat.
"Biar aku pukul mukamu itu!" kata Yeosang geram. Wooyoung terkekeh pelan sembari menahan tangan Yeosang dan mengambil pot bunga itu. Dia membuangnya ke lantai setelahnya.
"Ya, aku tahu. Aku hanya ingin mengganggumu" Wooyoung melepaskan tangan Yeosang pelan. Yeosang menjadi lebih tenang ketika Wooyoung bicara dengan nada yang lebih lembut dari biasaya. Semburat merah di wajahnya kembali lagi kala itu.
"Ayo pulang"
◇◇◇
Senja telah menghitam sejak beberapa waktu lalu membuat kedua insan itu harus bergegas untuk pulang. Lampu penerangan jalan telah menyala sebagai tanda bahwa saat ini sudah menjelang malam. Rintik hujan sedikit membasahi kepala kedua pria itu ketika berjalan pulang. Sebenarnya, salah satu dari mereka ingin berteduh sebentar agar hujan tidak membasahi lebih banyak tubuh mereka. Namun mengingat waktu, mereka memutuskan untuk tetap berjalan.
Mereka berjalan melewati toko olahraga yang masih buka dan terlihat dari luar apa saja produk yang mereka sediakan. Pandangan mata Wooyoung tidak dapat terlepas dari toko itu dimana Yeosangpun juga menyadarinya. Wooyoung masih menggunakan sepatu lamanya yang sudah sedikit rusak di bagian depan juga bagian bawah sepatunya. Tapi mengingat bahwa keperluan keduanya lebih banyak, mungkin dapat mereka pertimbangkan kembali untuk membeli.
"Ah mungkin lain waktu" Wooyoung bergumam pelan melewati toko itu diikuti Yeosang yang berjalan di sampingnya. Yeosang paham bagaimana kondisi Wooyoung dimana dia ingin mengganti sepatu olahraganya dengan yang baru. Namun, mengingat dia juga tidak memiliki pemasukan tetap, mungkin di lain kesempatan Yeosang akan membelikanya.
"Wah~ lihatlah Jung Wooyoung kita ini" Wooyoung dan Yeosang berhenti berjalan ketika gerombolan siswa dari sekolah menengah lain menghadangnya. Wooyoung mendorong Yeosang mundur ke belakang.
"Apa maumu Song Mingi?" sahut Wooyoung menatap tajam mata pria dengan tinggi semampai itu.
"Ck- kesombonganmu terlihat jelas sekarang" kata Mingi melangkahkan kakinya mendekati Wooyoung.
"Kau pikir, kau bisa dengan bebas pergi setelah meminta pelatih menggantikanku?" sambungnya dengan suara yang meninggi.
"Kita semua punya hak yang sama untuk bermain!" Wooyoung berusaha menimpal Mingi dimana suaranya telah berubah dan mulai bergetar.
"Ya, benar. Semua orang mempunyai hak untuk bermain, tapi tidak dengan kau! Kau hanyalah sebuah ancaman bagiku, Jung Wooyoung!"
"Ancaman? Aku bahkan tidak pernah menantangmu. Bagaimana bisa kau menganggapku sebagai ancaman? Berhenti bermain-main, Song Mingi! Sudah saatnya untuk kau mengurusi hidupmu sendiri. Ayolah" kata Wooyoung membuat lawan bicaranya seakan-akan menahan kuat amarahnya.
Mingi sudah terlanjur geram kala itu dan meminta teman-temannya untuk menahan Wooyoung. Saat teman-temannya sudah menahan Wooyoung dengan sedikit Wooyoung yang memberontak ingin dilepaskan, Mingi maju beberapa langkah untuk menendang bagian perut Wooyoung.
Bruk
Satu tendangan berhasil menerjang perut Wooyoung yang masih kosong.
Bruk
Dua tendangan melayang kembali ke arah perut Wooyoung hingga dia terjatuh.
Mingi meletakan kakinya di atas tulang kering Wooyoung. Ketika dia akan menekannya, Yeosang datang dengan membawa petugas keamanan toko. Mingi mengurungkan niatnya untuk mematahkan kaki Wooyoung dan berlari meninggalkan mereka di sana.
"Kau tidak apa-apa?! Ayo pulang!" kata Yeosang membopong tubuh Wooyoung menuju taxi yang secara kebetulan berada di tepi jalan. Tidak lupa dia berterimakasih kepada petugas keamanan karena sudah menolong mereka kala itu.
◇◇◇
"Lepaskan Yeosang, aku bisa berjalan sendiri" ujar Wooyoung ketika mereka telah sampai di halaman rumah. Yeosang melihatnya heran karena dia tahu bahwa Wooyoung masih merasakan sakit pada tubuhnya.
"Tidak, kau masih sakit Woo-"
"Kataku lepaskan!" Wooyoung mendorong Yeosang hingga jatuh ke tanah yang dipenuhi salju. Wooyoung terlihat marah dan meninggalkan Yeosang di sana dengan langkah yang masih tertatih.
"Dia kenapa?"
Yeosang mengejar Wooyoung ke dalam rumah untuk memastikan pria itu baik-baik saja. Wooyoung membanting pintu kamarnya ketika Yeosang memasuki rumah. Yeosang tidak mengindahkan hal itu lagi dan langsung berjalan menuju kamar Wooyoung. Yeosang membuka pintu kamar Wooyoung yang tidak terkunci lalu mencari dimana Wooyoung berada.
Pria itu meringkuk di ujung kamar dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. Yeosang berlari meraih tangan Wooyoung dan memeluknya erat. Dia menepuk pelan pundak Wooyoung yang masih menegang untuk menenangkannya. Detak jantung Wooyoung bahkan dapat Yeosang rasakan ketika dia memeluknya.
"Tidak apa-apa" bisik Yeosang. Wooyoung masih menangis di pelukan Yeosang kala itu, dan Yeosang masih setia untuk menemaninya.
Ketika Wooyoung tampak lebih tenang, perlahan Yeosang melepas pelukannya lalu meraih tangan Wooyoung untuk dia genggam. Yeosang menggenggam kedua tangan Wooyoung hingga keduanya saling bertaut.
"Tidak apa-apa, kau hebat" kata Yeosang pelan. Wooyoung menundukan kepalanya dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Di lain waktu, kau harus lebih kuat untuk melawan mereka, ya? Toh mereka tidak lebih hebat darimu, Wooyoung" sambung Yeosang. Wooyoung mengangguk pelan dan tampak lebih tenang dari sebelumnya.
"Ayo bersihkan lukamu" Yeosang membantu Wooyoung berdiri dan pria itu kini duduk di atas kasurnya. Yeosang berjalan keluar untuk mengambil kotak P3K di luar. Dia merasa, bukan saatnya untuk memarahi Wooyoung perihal ini. Yeosang tidak ingin menyakiti Wooyoung lagi dengan kata-katanya.
"Aa pelan-pelan" Wooyoung mendesis ketika Yeosang mengoleskan cream untuk luka di kakinya.
"Ini sudah pelan tahu!" kata Yeosang terus mengolesi kaki Wooyoung.
"Nah selesai. Istirahatlah, aku akan menyiapkan makanan" Yeosang meletakan kembali obat dan alat ke dalam kotak P3K. Dia berjalan keluar untik segera menyiapkan makan malam.
"Terima kasih, Yeosang" seru Wooyoung sebelum Yeosang meninggalkan kamar.
"Ya, sama-sama"

KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RomantikJung Wooyoung & Kang Yeosang hidup bersama di rumah sederhana milik keluarga Jung. Yeosang adalah anak dari asisten rumah tangga di rumah keluarga Jung. Wooyoung dan Yeosang tidak pernah akur satu sama lain pada awalnya, namun sebuah kejadian besar...