PROMISE II

664 73 2
                                    

Wooyoung mengambil kunci cadangan rumah di bawah batu kerikil tepat di bawah jendela kamarnya. Saat ini sudah menunjukkan pukul 12 malam, dia bukan tidak ingin membangunkan Yeosang, hanya saja tetangganya selalu akan mengumpat keras ketika dia membuat keributan.

Dia akhirnya masuk ke dalam rumah lalu meraba dinding untuk menyalakan lampu ruang tengah. Rumahnya bersih dan wangi. Wooyoung tersenyum kecil, dia tahu bahwa Yeosang benar-benar dapat diandalkan. Wooyoung mengakui bahwa Yeosang sudah mengurus dirinya dengan baik hingga dia dapat bertahan sampai sejauh ini.

Wooyoung menarik kertas kecil di pintu kulkas. Dia tahu bahwa itu adalah tulisan tangan Yeosang. Yeosang menuliskan menu makan malam yang sudah dia letakan di dalam kulkas agar tidak basi. Wooyoung tidak ikut makan bersama teman-temannya karena mereka memesan sup kaki babi. Wooyoung tidak menyukai itu dan memilih meminum air ginseng panas buatan Nyonya Im.

"Wah dia masak banyak sekali hari ini" Wooyoung bergumam seraya mengeluarkan lauk yang ada di dalam kulkas untuk dipanaskan. Suara berisik yang dia timbulkan, membuat Yeosang terbangun dari tidurnya. Wooyoung sedikit melakukannya dengan sengaja.

"Kau mau apa?" suara serak milik Yeosang menyadarkan Wooyoung yang tengah meletakan wajan di atas kompor.

"Aku ingin memanaskan ini" sahut Wooyoung. Yeosang meremas rambutnya kasar lalu berjalan ke arah kompor untuk memanaskan lauk yang lain.

"Minggir. Mandi dan ganti bajumu, aku akan memanaskannya" Wooyoung tersenyum lebar. Hal ini yang dia inginkan. Dia tidak ingin memakan makanannya sendiri malam ini. Setidaknya, makan malam tidak terasa sunyi pikir Wooyoung.

•••

"Kenapa memasak banyak sekali, Yeosang?" tanya Wooyoung di sela-sela waktu makan makannya. Yeosang tengah sibuk meletakan lauk di atas meja kala itu.

"Aku pikir kau pulang lebih awal tadi" ujar Yeosang memberikan satu mangkuk berisi nasi hangat. Nasi itu segera diambil oleh Wooyoung dan ia makan dengan lahap. Makanan buatan Yeosang tidak pernah mengecewakannya. Meskipun hanya makanan sederhana, Wooyoung tetap menyukainya.

"Aku mau tidur" Yeosang bangkit dari duduknya untuk pergi menuju kamar. Wooyoung melebarkan kedua matanya lalu menahan Yeosang.

"Aku belum selesai makan. Tunggulah sebentar lagi" katanya.

"Kau ini anak kecil ya? Makan saja sendiri! Aku sudah mengantuk" Yeosang melepaskan tangan Wooyoung yang berada di pergelangan tangannya.

"Ck, anak manja" gumam Yeosang meninggalkan Wooyoung sendiri di ruang makan.

Wooyoung segera menghabiskan makanannya saat itu. Waktu sudah menunjukkan jam 1 malam sehingga dia harus segera tidur karena besok pagi dia harus datang ke tempat kerja. Wooyoung tidak ingin terlambat dan diomeli oleh pemilik toko lagi.

Setelah dia membersihkan seluruh tempat makannya, Wooyoung berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Hari ini benar-benar melelahkan untuknya karena harus berlatih menari untuk kompetisi bulan depan. Dia tidak ingin melewati acara itu lagi mengingat tahun kemarin, Wooyoung harus pergi ke desa untuk menjenguk neneknya yang sakit. Wooyoung tidak akan melewatkan kesempatan itu.

"Kang Yeosang tidur berdiri lagi" gumamnya seraya menghela nafas dengan berat. Yeosang memiliki kebiasaan tidur dengan posisi berdiri. Dia tidak melakukannya setiap hari, namun sering. Tidak jarang pula Wooyoung membantunya tidur di dalam kamarnya dan memindahkannya ke kamar.

"Kau ini kenapa selalu merepotkanku setiap malam" bisik Wooyoung menggendong Yeosang di punggungnya. Wooyoung membawa Yeosang ke kamarnya di sebelah kamar Wooyoung. Kamar Yeosang sangat rapi dibanding kamar Wooyoung. Hal itu benar adanya karena Yeosang adalah anak yang rajin. Berbeda dengan Wooyoung, dimana seluruh kegiatan yang dia lakukan akan selalu ada Yeosang yang mengurusnya.

"Dia semakin ringan saja" Wooyoung menarik selimut ke seluruh tubuh Yeosang dan pergi meninggalkannya setelah itu. Wooyoung menyetel alarm miliknya pukul 5 pagi lalu dia tertidur.

•••

"Wooyoung bangun! Sudah jam 5" Yeosang menggerakan tubuh Wooyoung yang masih tertidur. Dia terus menggoyang tubuh pria itu sampai Wooyoung terbangun. Sudah hampir 5 menit Yeosang membangunkannya namun tidak ada tanda-tanda bahwa Wooyoung sudah sadar dan akan segera bersiap.

Yeosang tidak kehabisan akal. Dia tahu apa yang harus dia lakukan ketika berada di situasi seperti ini. Yeosang menyentuh hidung Wooyoung lalu menekannya keras hingga Wooyoung tidak bernafas. Akhirnya pria itu bangun.

"Yeosang! Kau ingin membunuhku, ya??!!" Wooyoung berteriak.

"Lekas bangun dan mandi! Aku tidak menerima ocehanmu pagi ini. Pemilik toko akan memarahimu nanti kalau kau terlambat!" sahut Yeosang tidak kalah kerasnya. Wooyoung menggaruk bagian belakangnya lalu segera berdiri untuk mandi dan bersiap.  Sementara Yeosang membereskan tempat tidur Wooyoung ketika dia sudah beranjak dari sana.

"Bajumu di atas kasur! Makanan sudah aku siapkan di bawah. Aku harus pergi ke toko bunga nenek" teriak Yeosang pada Wooyoung yang sedang mandi.

Yeosang berjalan meninggalkan rumah menuju toko bunga yang berada 1 km dari rumah mereka. Toko bunga itu adalah satu-satunya milik keluarga Yeosang yang dia punya. Dia punya seluruh surat dan sertifikat toko itu. Bahkan, Yeosang dengan rutin membayar pajak untuk toko bunga kecil miliknya.

Setiap Senin hingga Jumat, Yeosang bekerja di toko bunga dan menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk merawat bunga-bunga di sana, meskipun dia tahu pembeli bunga akhir-akhir ini sedang sepi karena pandemi. Tapi dia tidak memikirkan hal itu. Yeosang hanya senang merawat anak-anaknya hingga sore tiba.

Bunga yang paling Yeosang sukai adalah mawar putih dengan bunga baby breath yang mengelilinginya. Yeosang pikir, mawar putih sangat indah dan suci. Dia benar-benar merawat bunga-bunga itu dengan baik.

"Oke, mari kita bersihkan tempat ini lebih dulu"

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang