"Ayo pergi!" ajak Wooyoung pada Yeosang yang tengah melahap sarapan paginya. Dia bahkan belum menghabiskan setengah dari makanannya, namun Wooyoung dengan buru-buru mengajak Yeosang untuk pergi membersihkan toko.
"Aku pikir kau akan bersemangat pagi ini" ujar Wooyoung memasang sepatunya di depan pintu. Yeosang juga melakukan hal yang sama dengan mulut yang tidak berhenti mengunyah roti.
"Ya memang begitu. Setidaknya biarkan aku habiskan sarapanku" sahut Yeosang ketus.
Pagi itu, mereka berdua bergegas menuju toko yang terbakar beberapa hari lalu untuk dibersihkan dan mungkin sedikit dibenahi. Wooyoung pikir, tidak apa membawa Yeosang ke toko karena Pria itu sudah terlihat baik-baik saja. Sebetulnya, bisa saja Wooyoung memanggil seseorang dan membayarnya untuk membersihkan toko. Namun, dia mengurungkan niat itu karen ingin mengenang toko bunga bersama Yeosang untuk terakhir kali.
"Kau baik-baik saja kan?" tanya Wooyoung memastikan.
"Ya, tapi sedikit cemas"
Wooyoung menghela nafas ketika mendengar jawaban dari Yeosang. Mungkin benar Yeosang telah baik-baik saja namun tidak sepenuhnya. Pria itu masih merasa bersalah karena tidak bisa menjaga toko peninggalan orang tuanya. Meskipun, dia sudah memberikan kabar ke mereka dan orang tuanya juga siap memberikan bantuan uang, hal itu tidak membuatnya menjadi lebih baik. Saat ini, dia juga tampak murung tidak seperti yang dipikirkan Wooyoung sebelumnya. Dia berjalan dengan perlahan seakan tak siap untuk melihat toko bunganya. Wooyoung menyadari hal itu dan berhenti berjalan hingga membuat Yeosang ikut berhenti. Dia berbalik melihat Yeosang juga menatap Wooyoung di depannya.
"Kita pulang saja, ya" tawar Wooyoung pada Yeosang.
"Maksudmu?"
"Aku tidak mau bekerja dengan orang yang terlihat murung"
"Aku?"
"Ayahmu! Kau pikir siapa lagi di sini yang terlihat murung kecuali kau" Wooyoung berbicara dengan sarkas hingga membuat Yeosang merasa tidak nyaman.
"Maafkan aku"
"Kita panggil orang lain saja untuk membersihkan toko. Sekarang ayo pulang" Wooyoung mulai melangkah untuk pergi namun Yeosang menahan tangannya.
"Ayo tetap ke toko" ujar Yeosang dengan nada yang sedikit memaksa Wooyoung.
"Jangan memaksakan diri, Yeosang. Kita bisa ke sana setelah dibersihkan"
"Tidak. Aku ingin ke tokoku" Wooyoung pada akhirnya mengalah untuk Yeosang dan mereka memutuskan untuk menuju toko.
•••
Mingi membuka pintu kamarnya yang terkunci rapat beberapa hari setelah bertengkar dengan Ayahnya. Dia berjalan keluar untuk mengambil sedikit makanan di kulkas. Namun sebelumnya, dia mendapati Ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu sembari menatapnya.
Ayah Mingi menepuk pelan sofa kosong di sampingnya. Dia meminta Mingi untuk duduk lebih dulu dan mendengarkannya bicara. Mingi mendekati Ayahnya lalu duduk bersama menonton televisi.
"Sudah lama tidak begini, ya" Ayahnya memecah keheningan yang menyelimuti mereka kala itu. Mingi menolehkan kepalanya menatap sang Ayah.
"Maaf karena Ayah sering kali meninggalkanmu sendiri" Mingi terdiam membisu.
"Ayah tidak pernah membayangkan jika hal yang tidak Ayah harapkan benar-benar terjadi kepadamu. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga lupa bahwa Ayah perlu juga mendidikmu"
"Katakan..kau bukan Mingi yang Ayah kenal kan? Mingi yang Ayah kenal tidak pernah berbuat kejahatan dulu. Mingi yang Ayah tahu sangat baik dan tidak pernah menyakiti siapapun" Mingi menundukan kepalanya.
"Tapi, apa yang kau perbuat belakangan ini sangat keterlaluan Nak. Bagaimana bisa kau menghancurkan ruko milik orang lain dengan sengaja? Itu perbuatan yang salah." air mata Mingi perlahan jatuh membasahi wajahnya kala itu. Setiap kata yang terlontar dari mulut Ayahnya, seakan benar-benar menampar wajahnya keras.
"Maafkan aku, Ayah." Ayah Mingi memeluk pria itu dengan erat. Dia juga ikut menangis melihat anaknya yang menangis tersedu dipelukannya. Malam ini, kali pertama Mingi menunjukkan sisi lain dari dirinya.
•••
"Yeo! Minum" kata Wooyoung menyerahkan minuman dingin pada Yeosang. Mereka sudah membersihkan toko dimana keduanya menyingkirkan benda-benda yang mungkin menghalangi jalan dan mengganggu. Yeosang bersender di bawah pohon karena lelah mengangkat sisa-sisa kayu dan menepikannya. Untunglah Wooyoung segera datang membawa minuman untuk Yeosang saat itu."Terima kasih" sahut Yeosang mengambil minuman itu dari Wooyoung.
"Tidak gratis" sahutnya.
"Ya sudah tidak jadi" Yeosang menyerahkan minuman itu kembali pada Wooyoung.
"Astaga, aku hanya bercanda. Kenapa kau sensitif sekali sih?"
Yeosang mengambil kembali minuman dingin dari tangan Wooyoung lalu menghabis seluruhnya dengan sekali tegukan. Yeosang benar-benar kelelahan hingga tidak punya tenaga untuk bercanda. Dia membuang botol minuman dingin ke dalam tumpukan sampah-sampah tokonya. Wooyoung heran bagaimana bisa Yeosang dapat menghabiskan minuman dengan cepat seakan tanpa jeda.
"Kau ingin membangun toko bunga lagi tidak?" tawar Wooyoung pada Yeosang. Pria itu menatapnya dengan tatapan mengejek karena dia yakin, Wooyoung hanya akan bercanda pada akhirnya.
"Cih. Dari mana kita akan dapatkan uang kalau begitu? Meminta ayah ibumu? Aku bahkan tidak punya muka untuk menemui mereka" sahut Yeosang meremas daun kering di tangannya.
"Uang itu sudah di depan mata" kata Wooyoung lalu membaringkan tubuhnya dengan kepala di atas paha Yeosang.
"Maksudmu?"
"Besok akan ada pertandingan sepak bola lagi, yang menang akan mendapatkan uang. Jadi tidak perlu khawatir soal itu" kata Wooyoung meyakinkan Yeosang.
"Wah, lihatlah orang sombong ini. Kalau kalah bagaimana? Ucapanmu sekarang hanya akan menjadi omong kosong belaka" jawab Yeosang menyikirkan rambut yang menghalangi mata Wooyoung.
"Jika kalahpun aku akan tetap mendapatkan uang. Pemain bola nasional akan diberikan uang setiap kali bermain, tapi mungkin harus menabung sebentar" Yeosang terkejut ketika Wooyoung mengatakan soal pemain nasional.
"Apa? Kau terpilih!? Kau tidak memberitahuku!? Dasar bajingan" ujar Yeosang menepuk pelan kening Wooyoung. Namun di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia benar-benar senang mendengar kabar itu dari Wooyoung. Akhirnya apa yang Wooyoung inginkan terwujud.
"Menang atau kalah, itu semua tergantung padamu" sambung Wooyoung menatap Yeosang.
"Hah?"
"Ya, tergantung kau akan datang atau tidak" Wooyoung seketika mencium lembut bibir Yeosang singkat lalu meninggalkannya untuk membuang botol minuman dingin. Yeosang tidak dapat menahan rasa bahagianya hingga dia hanya tersenyum malu dan menyusul Wooyoung.
![](https://img.wattpad.com/cover/244369535-288-k21476.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RomansJung Wooyoung & Kang Yeosang hidup bersama di rumah sederhana milik keluarga Jung. Yeosang adalah anak dari asisten rumah tangga di rumah keluarga Jung. Wooyoung dan Yeosang tidak pernah akur satu sama lain pada awalnya, namun sebuah kejadian besar...