PROMISE XIII

388 52 12
                                    

Wooyoung berjalan menyusuri jalan setapak di keheningan malam. Pria itu meninggalkan rumah setelah bertengkar dengan Yeosang beberapa waktu lalu. Wooyoung masih terkejut dengan fakta yang baru saja dia ketahui. Bagaimana bisa dia tidak tahu soal orang tuanya setelah bertahun-tahun lamanya. Selama ini, Wooyoung mengetahui kondisi orang tuanya yaitu Ibu yang sudah menikah lagi. Tidak pernah dia pikirkan, bahwa hal ini akan terjadi. Terlebih, Yeosang yang sudah dia anggap saudara, berbohong pada Wooyoung.

Akhirnya, Wooyoung telah sampai di rumah seseorang yang cukup jauh dari kediamannya. Dia pergi ke rumah Choi San, teman dekatnya di club sepak bola.  Sebelumnya, jika Wooyoung sedang dalam kondisi yang buruk dia akan pergi ke tempat kerja. Namun saat ini, Wooyoung mengambil cuti kerja karena pertandingan sepak bola yang akan berlangsung dalam waktu dekat.

"Oh, Wooyoung?" San membuka pintu dan mengizinkan Wooyoung masuk ke dalam. Rumah San sangat hangat serta rapi ketika Wooyoung datang. San tinggal sendiri sejak lama karena dia memutuskan untuk berpisah tempat tinggal dari orang tuanya.

"Apa yang terjadi?" tanya San pada Wooyoung yang terlihat murung saat itu. Wooyoung memeluk lutut dan membenamkan kepalanya. Wooyoung masih tidak terima dengan fakta yang mana hal itu benar-benar menyakiti batinnya.

"Tidak apa" kata San menepuk pelan pundak Wooyoung yang bergerak naik turun. San mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh mengingat kondisi Wooyoung yang masih belum membaik.

Drrt.

Drtt.

Ponsel San bergetar di saku celananya. Ketika dia membuka ponsel, terlihat nama "Yeosang" di dalamnya. Wooyoung melihat San begitu pula sebaliknya kala itu. Wooyoung seakan tahu bahwa Yeosang yang sedang menelpon San. Dia menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa San tidak harus mengangkat telpon dari Yeosang. San mengerti hal itu dan memutuskan untuk tidak mengangkat telepon.

"Ayo istirahat" ajak San pada Wooyoung. Dia membawa Wooyoung ke kamar tamu yang berada tepat di sebelah kamar San. San juga memberitahu Wooyoung kalau dia membutuhkan sesuatu dapat memintanya pada San.

Wooyoung mematikan ponselnya dan malam itu Wooyoung menginap di rumah Choi San.

•••

Yeosang bangun lebih awal hari ini. Dia memutuskan untuk bangun lebih awal dari biasanya karena pria itu ingat mengenai pertandingan sepak bola yang Wooyoung ikuti. Pria itu sudah memberitahunya berkali-kali beberapa hari lalu untuk datang melihat pertandingan. Yeosang akan datang dan menyiapkan beberapa makanan untuk Wooyoung. Tidak lupa, dia juga menyiapkan baju ganti Wooyoung dan juga handuk.

Dia tahu, kesalahannya terbilang fatal hingga membuat Wooyoung meninggalkannya sendiri di rumah. Mungkin hari ini Wooyoung sudah membaik, pikir Yeosang. Dia akan mencoba untuk bertemu dengannya di gedung olahraga lebih dulu.

Yeosang memasuki gedung olahraga dengan membawa tas di tangan kanannya. Suasana gedung olahraga sudah sangat ramai hingga dia harus berhimpitan untuk sekedar masuk ke dalam. Dia pikir pertandingan sudah mulai karena sorak-sorak penonton sudah menggema dari gedung itu.

Yeosang duduk di bangku penonton dan meletakan tas berisikan keperluan Wooyoung di sampingnya. Permainan sudah dimulai 30 menit yang lalu. Yeosang pikir dia sudah bangun lebih awal lalu dapat menyaksikan permainan. Dia juga baru tahu jika permainan dimulai lebih awal karena hal tertentu.

Pria itu melihat Wooyoung tengah bermain di lapangam dengan semangat. Jarang bagi Yeosang menyaksikan Wooyoung bermain karena kesibukannya di toko bunga. Hari ini, dia terpukau dengan permainan Wooyoung. Dia tidak menyangka bahwa pria itu baik sekali saat bermain bola di lapangan. Berkali-kali dia memuji Wooyoung di dalam benaknya.

Tidak lama, permainan dihentikan karena waktu yang sudah habis. Kemenangan diraih oleh kesebelasan dari Wooyoung. Yeosang tersenyum lebar ketika peluit wasit dibunyikan dan diwaktu yang sama Wooyoung mencetak angka.

"Wooyoung!" seru Yeosang ketika pria itu tengah berlari menuju kursi pemain cadangan. Yeosang melambaikan tangannya ke arah Wooyoung dan pria itu menyadarinya. Namun Wooyoung memalingkan wajahnya lalu tetap berlari menuju kursi pemain.

Yeosang masih berfikir baik bahwa Wooyoung mungkin tidak mendengarnya karena sorakan penonton yang sangat keras. Pria itu memutuskan menyusul Wooyoung ke bawah dan memberikan tas berisi baju, makanan serta handuk. Dia berlari kecil agar Wooyoung tidak meninggalkan lapangan lebih dulu. Yeosang menepuk pelan pundak Wooyoung yang basah akan keringat ketika telah berhasil menemuinya.

"Wooyoung, bawa ini ya aku sudah menyiapkan semuanya-" Wooyoung bahkan tidak menatapnya sama sekali. Dia terus berjalan keluar gedung olahraga, diikuti Yeosang yang berjalan cepat mengikutinya di belakang.

"Wooyoung tunggu!" Yeosang menahan pergelangan tangan Wooyoung.

"Lepaskan, brengsek!" dia berteriak hingga semua yang ada di sana memperhatikan mereka berdua. Yeosang terkejut dan berhenti ketika Wooyoung membentaknya.

"Jangan menyentuhku! Aku tidak butuh ini semua!" dia meraih tas dari tangan Yeosang lalu membuangnya di lapangan. Seluruh baju, handuk serta makanan berserakan di sana. Yeosang menutup mulutnya tidak percaya atas apa yang dilakukan pria itu. Wooyoung tidak pernah memarahinya sampai seperti ini.

"Pergi dari sini!" teriak Wooyoung namun Yeosang masih berdiri mematung.

"Kataku pergi dari sini!" ulang Wooyoung lebih keras pada Yeosang dan akhirnya pria itu berlari ke luar gedung olahraga. Semua mata tertuju pada mereka berdua kala itu.

Yeosang berlari keluar dari gedung olahraga sembari menahan air matanya. Sampai ketika dia berada di luar, air matanya tumpah hingga membasahi wajahnya. Dia tidak pernah tahu bahwa Wooyoung akan bersikap seperti itu padanya di depan banyak orang. Wooyoung berhasil membuatnya malu.

"Siapa pria itu?" ujar seorang pria dengan tubuh semampai dan suara yang berat saat melihat Yeosang menangis di luar gedung olahraga. Dia adalah Song Mingi.

"Ntahlah. Dia tinggal bersama si pecundang" sahut salah satu dari beberapa teman di sampingnya.

"Ini adalah kesempatan yang bagus" kata Mingi dengan seringaian di wajahnya.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang