Tatapan matanya tak pernah lari dari serpihan kayu yang telah menghitam dan juga tumbuhan yang sudah menjadi abu. Tubuhnya diam membeku berdiri di ujung jalan tak jauh dari bangunan yang kini telah rata dengan tanah. Angin semilir bertiup kencang serta membawa abu hitam itu ke udara. Orang-orang juga sudah bersiap untuk meninggalkan tempat itu karena hampir 2 jam mereka berkutat dengan api.
Setelah mereka pergi, kesunyian dengan kekal menyelimuti pria yang berdiri tegap di ujung jalan. Dia tidak memiliki tenaga serta gairah yang kuat untuk mendekat ke arah bangunan yang telah habis dilahap oleh api. Pria itu tidak memikirkan siapa 'pelaku'nya namun dia mengkhawatirkan bunga dan tanaman di sana. Sekian lama dia merawat dengan baik bunga-bunga itu dan kini telah berubah menjadi abu dengan sejekab.
Air matanya tidak mampu dia bendung lebih lama lagi. Air matanya mulai memenuhi pelupuk matanya dan mengalir di wajah pria itu.
Hanya ini yang aku punya
Batinnya meronta-ronta untuk segera menangis sejadi-jadinya. Dia tak pernah membayangkan bahwa dalam waktu singkat, pria itu akan kehilangan segalanya. Kakinya melemah hingga tubuhnya terjatuh ke jalan. Yeosang akhirnya menangis hingga tubuhnya naik turun karena terisak perih. Dia berusaha bangkit namun tenaganya tidak memberikan kesempatan untuk Yeosang berdiri dan mendekat ke tokonya yang sudah terbakar.
Tidak berhenti sampai di sana, dia mendorong tubuhnya maju ke depan dengan menggunakan tangan. Tangisnya tak terhenti kala dia berusaha mendorong tubuhnya maju lebih cepat ke arah toko. Dia ingin menyentuh dan merasakan abu hitam dari bangunan itu untuk terakhir kalinya. Yeosang fikir, dia telah kehilangan segalanya karena hanya toko itu peninggalan keluarga mereka. Terlalu banyak kenangan terkumpul manis di sana hingga dia tidak mampu untuk menahan kesedihannya.
"Yeosang..." seseorang memeluknya dari belakang. Yeosang berhenti mendorong tubuhnya dan menangis seunggukan di dalam dekapan seseorang. Pria itu memeluk erat Yeosang berusaha untuk menenangkannya.
"Maafkan aku" ujar pria itu memeluk erat Yeosang yang tengah menangis meminta untuk dilepaskan. Dia berusaha melepaskan pelukan itu untuk dapat mendekat ke arah toko yang sudah terbakar. Namun seorang pria tetap menahannya untuk mendekat dan terus memeluknya.
"Aku mau tokoku.." ucap Yeosang dengan tangannya yang melambai di udara memaksa untuk terus mendekat.
"Lepaskan aku, aku-" tiba-tiba pria itu meraih wajah Yeosang dan mengarahkan pandangannya hingga mereka berdua saling berhadapan. Air mata Yeosang masih membanjiri wajahnya ketika berhadapan dengan pria itu. Mata keduanya bertemu dan mereka saling menatap satu sama lain.
"Wooyoung..." lirih Yeosang ketika matanya bertemu dengan mata yang tegas milik Wooyoung. Sudah sekian lama dia tidak bertemu dengan mata itu dan kini dia melihatnya lagi.
Wooyoung mengusap air mata yang mengalir pada wajah Yeosang dengan lembut. Dia juga menyingkirkan rambut yang menutupi dan menganggu mata Yeosang.
"Maaf karena terlambat" ujar Wooyoung pelan sembari memegang wajah Yeosang. Nafas Yeosang kini mulai beraturan dan dia terlihat lebih tenang dibanding sebelumnya. Wooyoung mendekap tubuh Yeosang dan mengangkatnya menuju tempat yang lebih aman. Dia membawa Yeosang ke sebuah teras ruko tepat di sebelah bangunan yang terbakar itu.
Wooyoung membenarkan posisinya hingga dia berhadapan dengan Yeosang. Dia meraih tangan Yeosang lalu menggenggamnya erat. Yeosang menatap Wooyoung dalam begitu pula sebaliknya.
"Semua akan baik-baik saja. Aku akan selesaikan ini semua" ucap Wooyoung.
"Aku berada di sisimu"
"Tidak ada yang bisa menyakitimu bahkan menyentuhmu sekalipun. Akan aku pastikan itu"
"I promise you"
•••
Wooyoung membawa Yeosang kembali ke rumah yang mereka tempati bersama. Dia tidak ingin Yeosang berada di sana terlalu lama karena mungkin sesuatu yang berbahaya akan terjadi pasca kebakaran itu. Wooyoung tidak membiarkan Yeosang sendirian setelah mereka sampai di rumah. Sudah hampir 2 jam Wooyoung berada di samping Yeosang yang tengah tertidur di atas sofa. Dia tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya pada Yeosang sehingga Wooyoung tetap berada di sampingnya.
Yeosang menggerakan tubuhnya pelan dan Wooyoung dengan sigap memeriksa. Yeosang terbangun dari tidurnya lalu Wooyoung membantunya untuk duduk. Yeosang bersandar pada sofa sembari memegangi kepalanya.
"Kau kenapa?" tanya Wooyoung.
"Kepalaku sedikit pusing" jawab Yeosang pelan. Yeosang mencoba untuk berdiri namun kakinya masih terasa lemah hingga dia kembali duduk. Wooyoung menolongnya lagi dan membenarkan posisi tubuh Yeosang.
"Kau mau apa?" ujar Wooyoung pada Yeosang.
"Aku mau ke toilet"
"Aku akan bantu" Wooyoung menawarkan.
"Tidak perlu aku bisa sendiri" timpal Yeosang yang masih berusaha untuk berdiri.
"Ayo jalan, aku akan tunggu di luar" Wooyoung seketika membopong tubuh Yeosang menuju kamar mandi. Dia tidak ingin mendengar penolakan dari Yeosang untuk saat ini.
Ketika sampai, Yeosang berjalan dengan pincang masuk ke dalam kamar mandi. Wooyoung mengawasi dari luar ketika pria itu masuk dan akhirnya menutup pintu. Yeosang memberikan tatapan sinis pada Wooyoung ketika ingin menutup pintu karena Wooyoung dengan spontan ikut masuk ke dalam. Setelah menyadari itu, Wooyoung mundur beberapa langkah dengan semburat merah di wajahnya.
Kendalikan dirimu, Wooyoung
"Sudah?" kata Wooyoung ketika Yeosang keluar dari kamar mandi. Dia kembali menolong Yeosang untuk kembali dan berjalan. Sebenarnya, Yeosang sudah mampu untuk berjalan sendiri namun Wooyoung tetap menahan tubuhnya dan membantunya.
"Ayo kita bersihkan toko besok" ajak Wooyoung pada Yeosang yang masih terlalu banyak berdiam diri. Yeosang memandang wajah Wooyoung dengan tatapan yang sendu, bahkan Wooyoung mengerti akan itu. Dia paham bahwa Yeosang masih bersedih karena dia kehilangan tokonya. Wooyoung benar-benar paham bahwa hanya toko tersebut milik Yeosang.
"Kenapa orang-orang tega melakukan ini" ucap lirih Yeosang. Wooyoung duduk di sampingnya dan mengusap bahu Yeosang untuk menenangkannya.
"Kita akan selesaikan ini semua. Aku pastikan tidak akan ada lagi yang mengganggu kita"
"Kau mengetahui sesuatu, Wooyoung?" tanya Yeosang.
"Ini semua kesalahanku" ucap Wooyoung menundukkan kepalanya.
"Sesegera mungkin kita tidak akan pernah berada di kondisi seperti ini lagi. Aku janji" sambungnya pelan.
"Mingi yang melakukannya?"
Wooyoung mengangguk. Yeosang menghela nafasnya panjang ketika mendengar perkataan dari Wooyoung. Dia tidak pernah menyangka bahwa Mingi akan melakukan sesuatu sejauh ini.
"Aku harus memberinya pelajaran" kata Wooyoung.
"Jangan lakukan itu" Wooyoung menatap Yeosang heran karena melarangnya.
"Masalahnya akan tambah rumit bila kau membalas perbuatannya. Kau tidak ada bedanya dengan Mingi jika berbuat hal-hal yang tidak baik" sambung Yeosang.
"Jangan, ya?" ujar Yeosang menggenggam tangan Wooyoung.
"Tapi dia sudah berani mengusikmu" balas Wooyoung yang berkutat dengan pikirannya untuk memberi Mingi pelajaran.
"Tidak apa. Aku masih di sini dan baik-baik saja, jadi kau tidak perlu khawatirkan apapun" jawab Yeosang meyakinkan Wooyoung.
Wooyoung menatap Yeosang dalam kala itu. Mereka saling menatap satu sama lain dimana Wooyoung meyakinkan dirinya bahwa mereka akan baik-baik saja. Dia benar-benar menahan dirinya untuk marah dan menghabisi Mingi karena Yeosang memintanya.
"Janji?" Wooyoung mengecup bibir Yeosang secara tiba-tiba.
"Janji"

KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RomanceJung Wooyoung & Kang Yeosang hidup bersama di rumah sederhana milik keluarga Jung. Yeosang adalah anak dari asisten rumah tangga di rumah keluarga Jung. Wooyoung dan Yeosang tidak pernah akur satu sama lain pada awalnya, namun sebuah kejadian besar...