PROMISE IV

519 69 7
                                    

Senja mulai menghitam ketika pria pemilik rambut panjang dan bergelombang berjalan melewati trotoar. Toko bunga miliknya hari ini dibanjiri oleh pembeli hingga pria itu harus terlambat pulang.

Yeosang tidak langsung berjalan menuju rumah. Pria itu pergi menuju swalayan untuk membeli persediaan makanan. Tidak banyak yang akan dia beli, hanya telur kiloan dan juga lobak kesukaan Wooyoung.

Dia hampir lupa dengan selera makan yang dia punya. Hari demi hari Yeosang  hampir selalu memikirkan selera makan Wooyoung dibanding dirinya sendiri. Mengingat Wooyoung memiliki penyakit magh yang cukup serius, dia mematahkan keegoisannya untuk makan mengikuti seleranya.

Wah- kau bahkan sudah lupa makanan seperti apa yang kau suka.

Rintik hujan membasahi rambutnya perlahan. Yeosang membasuh kepalanya sedikit untuk memastikan, dan hujan semakin deras lalu membasahi sebagian tubuhnya.

Yeosang berlari sekuat yang dia bisa untuk menyelamatkan rumah. Rumah Wooyoung mempunyai lubang di bagian atap tepat di kamar miliknya. Dia meninggalkan buku-buku kesukaannya di atas meja. Panik menyelimuti seluruh tubuhnya sembari berlari meuju rumah. Yeosang bahkan tidak mengatur nafasnya ketika dia sampai di rumah untuk sekedar membuka pintu.

Sialan! Habislah sudah

Dia menggerutu kesal saat melihat buku bacaannya sudah basah karena hujan. Yeosang mengambil ember di dapur untuk menampung air hujan itu sehingga tidak membasahi bagian kamarnya yang lain.

"Kamarmu bocor lagi?" Wooyoung bersandar pada pintu seraya melihat Yeosang meletakan ember di atas meja.

"Ya, dan semakin parah" sahutnya meletakan baju bekas di sekeliling ember agar air tidak membasahi meja.

"Kau bisa tidur di kamarku kalau kau mau" Wooyoung berbicara sedikit gugup sambil mengelus bagian belakang kepalanya.

"Tidak akan"

Hujan semakin deras dan menimbulkan bau tanah yang menyengat di kamar Yeosang. Meskipun hal ini sering terjadi, Yeosang masih belum terbiasa. Bahkan pria itu tidak bisa menahan dingin karena lantai di kamarnya menjadi lembab. Dia menarik selimutnya hingga menutupi setengah dari tubuh mungilnya. Namun dingin dan bau tanah bercampur lumut mengusiknya.

Yeosang berjalan keluar membawa bantal dan selimutnya. Dia agak ragu untuk mengetuk pintu kamar Wooyoung. Awalnya, dia ingin mencoba untuk tidur di ruang tamu namun dia rasa suhu semakin dingin jika berada di sana. Wooyoung memiliki penghangat ruangan dan itu satu-satunya yang mereka punya.

"Wooyoung" panggil Yeosang sembari memeluk bantal dan juga selimut tebal. Pintu terbuka pelan menampakkan wajah pria yang setengah mengantuk.

"Apa?" kata Wooyoung dengan mata yang setengah terpejam. Wooyoung menggunakan baju piyama kirby yang membuat Yeosang menahan gelak tawanya.

"Kamarku terlalu dingin dan lembab, boleh aku-" Wooyoung memotong bicara Yeosang dan segera membiarkan Yeosang untuk masuk ke dalam kamar.

Kamarnya terasa lebih hangat dan nyaman. Wooyoung menjaga kamarnya dengan baik meskipun tidak sebaik Yeosang. Yeosang menangkap lilin aroma terapi di kamar Wooyoung. Aromanya sama seperti mawar putih yang dia sukai.

Sejak kapan Jung Wooyoung menyukai hal seperti ini?

"Tidurlah" ujar Wooyoung memberikan jarak di tempat tidurnya untuk Yeosang. Sebelum itu, Wooyoung mengatur penghangat ruangan agar Yeosang dapat tidur dengan nyaman. Wooyoung tahu, bahwa Yeosang tidak bisa tidur dengan baik jika penghangat ruangan terlalu panas.

Selamat malam, Yeosang.

•••

Yeosang membuka perlahan kelopak matanya. Dia pikir, hujan telah berhenti pagi itu. Namun, hujan seakan tidak memberinya kesempatan untuk melihat mentari. Ketika dia bangun, badannya terasa lebih berat. Yeosang menolehkan kepalanya dan dia mendapati Wooyoung tengah menempelkan tubuhnya pada Yeosang.

Lihat! Dia berlagak mengatur penghangat ruangan dan akhirnya kedinginan.

Jemari Wooyoung memeluk erat lengan Yeosang hingga dia sulit untuk bergerak. Yeosang menarik pergelangan tangannya secara perlahan agar tidak membangunkan Wooyoung. Saat tangannya mulai bergerak, Wooyoung menggeliat pelan dan semakin memeluk pergelangan tangan Yeosang.

"Kau mau apa pagi-pagi begini?" Wooyoung bergumam membuat Yeosang menoleh ke arahnya.

Brengsek Jung Wooyoung

"Aku harus bangun untuk menyiapkan sarapan, Wooyoung. Jadi lepaskan" jawab Yeosang menggerakan pergelangan tangannya untuk terlepas dari Wooyoung.

"Kau harus menanggungnya. Aku kedinginan malam ini karena membiarkanmu menggunakan penghangat ruangan dengan suhu rendah" Wooyoung mengubah posisi tubuhnya menjadi memeluk erat Yeosang. Yeosang berusaha untuk melepaskan pelukan itu tapi Wooyoung dengan tenaga yang dia punya berhasil menahan Yeosang.

"Sebentar saja, aku kedinginan"

"Ini semua karenamu, kau tahu?"

"1 menit" ujar Yeosang berhenti menggerakan tubuhnya.

"Eung- 5 menit" Wooyoung memeluk Yeosang dengan erat dan semakin kuat.

"Aku tidak bisa bernafas!" ujar Yeosang menepuk pelan tangan Wooyoung yang melingkar di tubuhnya.

"5 menit aku bilang" sambung Wooyoung.

"Ya, 5 menit"

...Hujan tidak membawa luka, tapi pemusnah duka

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang