PROMISE VI

457 62 6
                                    

Sebenarnya ini belum berakhir. Pria itu  masih mencoba bersembunyi di balik senyum dan gelak tawanya. Dia tidak sedang berada di kondisi yang baik. Lingkungan pertemanannya sangat kacau bahkan menakutkan untuk dia ingat.

Pertengkaran itu masih ada.

"Brengsek kau Jung Wooyoung!"

"Kau harusnya mengoper bola kepadaku!"

"Kau benar-benar tidak berguna!"

Suara teriakan keras dari sosok laki-laki  dengan perawakan garang terus memakinya. Dia sudah mencoba melakukan perlawanan melalui kata-katanya, namun berakhir dengan pukulan pada wajah dan perut Wooyoung.

Pria dengan suara besar itu membawa Wooyoung menuju gudang di belakang stadion bersama dengan teman-teman yang lain. Dia mendorong Wooyoung hingga lututnya mengenai kayu yang telah usang. Wooyoung meringis kesakitan dan memijat pelan pergelangan kakinya.

"Mingi, apa salahku?!" ujar Wooyoung menahan rasa sakit pada kakinya.

Pria bernama lengkap Song Mingi itu mendengus keras. Gelak tawanya serta seringaiyan darinya membuat Wooyoung bingung. Pria kecil itu bahkan tidak mengerti dengan kesalahan yang telah dia perbuat.

"Jangan pernah mencoba untuk merebut posisiku!" kata Mingi mendekatkan wajahnya pada Wooyoung. Dia menarik kerah baju Wooyoung hingga mata mereka saling menatap satu sama lain. Cengkraman dari Mingi begitu kuat hingga leher Wooyoung sedikit memar.

"Aku tid-"

"JANGAN MENJAWABKU!"

"AKU TIDAK PERLU JAWABANMU!"

Wooyoung menutup perlahan matanya ketika teriakan Mingi menghantam keras gendang telinganya. Dia terus menutup kedua matanya tanpa sadar pukulan dan tendangan sudah berkali-kali menyentuh tubuh kecilnya itu.

Hentikan...

Batinnya meronta-ronta meminta ampun namun bibirnya terasa semakin kelu. Setiap pukulan dan tendangan Wooyoung terima dengan terus memejamkan kedua matanya berharap semuanya akan berakhir.

"Jangan berlagak hebat di depan pelatih! Kau...tidak akan pernah masuk ke dalam tim nasional"

•••

"Aw!" Wooyoung meringis sakit saat Yeosang mencoba untuk membersihkan lukanya. Tidak lupa, Yeosang juga membawa kantung berisikan es batu untuk diletakan di luka Wooyoung yang memar. Yeosang tidak mengindahkan keluhan Wooyoung yang merasa perih ketika obat luka menyentuh lukanya.

"Aa!! Pelan-pelan" ujar Wooyoung menahan tangan Yeosang yang memegang kepas dengan obat luka di dalamnya.

"Sakit sekali, kau tahu?!" Yeosang melempar kapas itu ke wajah Wooyoung lalu meninggalkannya. Wooyoung merasa heran lalu memanggil nama Yeosang berkali-kali namun pria itu terlanjur masuk ke dalam kamar. Yeosang membanting pintu kamar dengan keras hingga Wooyoung terkejut karenanya.

Kenapa dia?

Waktu terus berjalan dan malam semakin pekat menenggelamkan luka di hari itu. Wooyoung membereskan seluruh kamarnya sebelum dia tidur. Hari ini benar-benar melelahkan bagi Wooyoung. Dia rasa, dia sudah melakukan yang terbaik saat berlatih tapi rasanya tidak adil jika hanya Wooyoung yang berada dalam masalah.

Wooyoung menarik selimutnya hingga ujung dadanya. Angin yang menembus sela-sela jendelanya menyentuh halus kulit tubuhnya. Hembusan angin juga menggerakan jendela kamarnya hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Namun dibalik suara jendela yang bergerak karena angin, Wooyoung mendengar samar-samar isakan tangis dari seseorang dibalik dinding kamarnya. Dia mendekatkan telinganya pada dinding untuk mendengar lebih jelas. Wooyoung berusaha meyakinkan dirinya bahwa yang dia dengar bukanlah Yeosang.

"Yeosang?" Wooyoung mengetuk pelan dinding tipis itu dan memanggil Yeosang disana untuk memastikan.

"Kau kenapa?"

"Kau menangis?"

Wooyoung menendang selimutnya hingga jatuh ke lantai. Dia keluar menuju kamar Yeosang yang berada di samping kamar miliknya untuk memastikan pria itu baik-baik saja.

"Yeosang?" dia mengetuknya pelan.

Tidak ada jawaban dari seseorang di sana. Wooyoung mengetuknya lagi sampai Yeosang menjawab panggilannya.

"Buka pintunya Yeosang. Bicaralah padaku" terdengar suara pintu yang dikunci satu kali dari dalam. Wooyoung menggerakan gagang pintu ketika dia tersadar akan hal itu.

"Yeosang! Yeosang! Buka pintunya!" Wooyoung berteriak sembari mengetuk pintu berulang kali. Namun Yeosang tidak memberinya kesempatan untuk bertemu. Hingga larut telah tiba, Wooyoung tidak lagi mengetuk pintu kamar Yeosang. Dia meninggalkan secarik kertas dan menyelipkannya di bawah pintu agar Yeosang membacanya besok pagi.

•••

Sinar mentari menembus celah kecil di balik jendela kamar Yeosang. Dia terbangun lebih lama dari biasanya dimana saat ini sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Yeosang mendengus kesal karena harus terlambat pergi menuju toko hari ini. Jelas saja, dia melihat ponselnya sudah ada 20 panggilan tidak terjawab dari Seonghwa.

Yeosang membuka pintu kamarnya untuk segera bersiap menuju toko. Handuk telah dia gantungkan di bahu kirinya sembari menuju kamar mandi. Suasana pagi tidak seperti biasanya dimana Wooyoung akan selalu berteriak meminta Yeosang untuk mencarikan kaus kaki. Tapi pagi ini, telihat sangat berbeda. Rumah mereka sudah bersih dan sebagian makanan sudah tersaji rapi di atas meja.

"Apa ini" gumam Yeosang melihat kondisi rumah yang tidak seperti biasanya. Dia berjalan menuju dapur dan mendapati Wooyoung tengah memasak dengan ponsel di tangan kirinya. Yeosang mengira dia sedang mencari resep makanan.

Wooyoung membalikkan tubuhnya dan mendapati Yeosang sedang berdiri di belakangnya. Dia bergegas mematikan kompor lalu meletakan ponselnya ke dalam saku.

"Pagi Yeo-"

Sebelum Wooyoung menyapanya, Yeosang pergi meninggalkan Wooyoung untuk mandi. Wooyoung menurunkan tangannya dengan canggung saat itu dan memutuskan untuk kembali memasak sarapan.

Setelah 30 menit Wooyoung berkutat pada masakannya, akhirnya dia selesai dan menyiapkan seluruh makanan yang tersisa di atas meja. Di waktu yang sama, Yeosang juga telah siap untuk pergi menuju toko.

"Yeosang! Aku memasak makan pagi, cobalah" ujarnya dengan senang melihat Yeosang hadir di hadapannya.

"Buatmu saja" Yeosang meninggalkan Wooyoung yang tengah berdiri di depan meja makan dengan makanan yang sama sekali belum dicicipi oleh mereka.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang