Mundur ke jam tujuh lewat lima belas pagi, di mana Madoka sedang berada di lapangan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Biasanya, setiap pelajaran olahraga, Madoka ditemani oleh Rini karena Madoka sangat kikuk dalam pelajaran olahraga, ditambah dia adalah orang yang berkacamata tebal sedangkan Rini adalah gadis yang sporty. Kali ini, dia tidak ditemani oleh Rini, dia merasa kebingungan, tapi Madoka masih beruntung karena masih ada teman yang lain walaupun tidak sedekat Rini.
“Rini kemana ya?”
Tanya Madoka dengan nada yang mengeluh dan khawatir kepada temannya yang lain.
“Gak tahu, aku SMS juga ga ngebales…”
“Jadi khawatir…”
“Tenang aja, cantik… mungkin dia bolos lagi gara-gara tugas minggu kemarin…”
“Iya mungkin ya…”
Pelajaran olahraga pun dimulai setelah guru olahraga yang rambutnya cepak, kekar, brewokan, dan besar seperti pemain Smackdown The Rock masuk ke area lapangan. Madoka juga melihat Dennis yang berada di lantai dua sedang memandang Madoka. Dia menjadi groggy.
Olahraga kali ini adalah bermain volley untuk semua murid. Baju olahraga yang ketat yang sangat membuat Madoka tidak nyaman dan membuatnya malu karena buah dadanya sangat terekspose. Murid-murid yang tidak ada guru, semuanya berada di luar ketika Madoka bermain volley bersama murid-murid 2-A yang lain yang terkenal kelas tercantik, Madoka menjadi bintang lapangan, bukan dari hebatnya dia bermain, tapi ke-kikuk-kan dan kecerobohannya dalam bermain volley seperti melamun, sulitnya pergerakan tangan, ditambah kakinya yang sering bergetar menjadi sulit bergerak. Di hari-hari sebelumnya, pelajaran olahraga masih belum ke permainan olahraga, masih ke teori dan materi serta senam lantai yang masih simple.
“Madoka! AWAS!”
“He?!”
Bola volley yang di smash keras oleh temannya tepat mengenai dada Madoka yang tepat berada dibawah net, tumbukkan antara dua setengah bola yang lembek dan bola volley pun terjadi, Madoka terdorong hingga jatuh dan membuat kacamatanya terlepas. Orang-orang yang disekitarnya bukan membantu Madoka, tapi menertawakan Madoka terlebih dahulu.
“Aduuuhh…”
“Madoka! Ganti!”
Suara guru olahraga yang keras terdengar begitu pahit di telinga Madoka, pada akhirnya dia keluar dari permainan dan duduk di bawah pohon bersama teman-teman yang lain yang belum ikut main.
Madoka melamun sejenak, dia ingin bisa bermain olahraga, dia ingin mengatasi kecerobohan dan kekikukan dirinya. Kebimbangan Madoka terjawab, Dennis berdiri disampingnya tanpa sepengetahuan Madoka, kemudian dia mendekatkan kepalanya ke telinga Madoka dan membisikkan sesuatu dengan lembut.
“Hey…”
“KYAAAA!!!”
Madoka berteriak dengan kaget. Lalu dia melihat siapa yang mengagetkan dirinya.
“Ternyata kamu Dennis…”
“Hehehe… Boleh ikut duduk?”
“B-boleh…”
Dennis duduk di samping Madoka dengan jarak beberapa centimeter, tidak begitu rapat. Tanpa di sadari, teman-teman perempuan Madoka yang berada di dekatnya tertawa-tertawa kecil dan iseng melihat Madoka yang duduk berdampingan dengan Dennis.
“Bahasa Padangnya satu apa? Cie.. Bahasa Padangnya dua? Cie cie... hahaha”
Sorak teman-temannya. Madoka yang tadinya biasa saja ketika Dennis berada di sampingnya, mendadak malu dan mukanya mendadak memerah atau blushing. Dennis membalas sorakan teman-temannya dengan senyuman yang indah di mata mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother's Troubles (On Revision)
Teen FictionIzumi, seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung semester lima yang mengambil bidang fisika, orangtuanya merupakan campuran Indo-Jepang (ibu) dan Indo-Persia (ayah), hidup seorang diri di sebuah rumah kecil yang dibeli oleh almarhum kedua orang t...