Trouble 15: Savina's Arc: Obsesi

181 4 0
                                    

Selasa.

Hari di siang ini dihiasi oleh awan berwarna abu-abu gelap. Udara mulai menjadi dingin dan angin mulai mengubah kecepatannya sedikit demi sedikit. Rini dan Madoka sangat tergesa-gesa untuk segera pulang ke rumah Madoka karena mereka takut kehujanan di tengah jalan. Mereka berlari di lorong sekolah mereka untuk mencapai tempat parkiran di mana motor milik Rini diparkirkan. Setelah sampai dengan nafas yang terengah-engah, Rini segera menghidupkan motornya dan langsung berangkat.

“Rini! Tunggu!”

“Eh iya… lupa! Hehehe”

Rini tidak ingat Madoka ada di belakangnya, jadi dia tidak sengaja meninggalkan Madoka. Rini berhenti dan menunggu Madoka yang hendak naik.

“Ayo cepat! Keburu hujan!”

Rini tancap gas sekuat mungkin. Awan mulai semakin gelap dan semakin gelap, dan mulai terdengar suara-suara gemuruh serta kilatan petir. Terpaksa, Rini harus membawa motor dengan ugal-ugalan seperti sedang balapan liar.

“Rini! Pelan-pelan!”

Kecepatan yang naik turun, belok-belokan yang ekstrem dan polisi tidur yang tidak dipedulikan oleh Rini membuat jantung Madoka layaknya sedang diuji adrenalin oleh Rini.

Biasanya, dengan kecepatan normal, dari rumah Madoka menuju sekolah sekitar tiga puluh menit. Namun kali ini karena Rini membawa motor di atas normal, Madoka hanya sekitar sepuluh menit untuk sampai di rumahnya.

Madoka turun dari motor dengan sempoyongan dan dengan lemas membukakan gerbang untuk Rini dan motornya.

“Udah mulai gerimis nih!”

“Kamu bawanya kecepetan!”

Gerbang sudah terbuka, Rini membawa masuk motornya ke bagian halaman rumah yang biasa dipakai untuk mobil yang dilindungi oleh sebuah kanopi.

Merasa beruntung karena ketika Rini dan Madoka sudah di teras rumah, hujan mengguyur dengan sangat deras.

“Alhamdulillah banget udah sampe…” Madoka mengelus-ngelus dadanya karena merasa lega. “Yuk masuk…”

Madoka membukakan pintu yang tidak terkunci, pertanda ada Mei dan si kembar di dalam rumah. Tapi, ketika Madoka baru beberapa langkah masuk ke dalam rumah, Mei terlihat berjalan tergesa-gesa dan khawatir sambil membawa dua buah payung.

“Kamu mau ke mana, Mei?!”

Tanya Madoka yang terlihat khawatir.

“Aira-Airi lagi main, aku mau coba jemput… padahal aku sudah bilang hari ini bakal hujan… aku cari mereka dulu, kak!”

Madoka melihat Mei yang berlari sambil memegang payung di balik jendela pembatas teras dan ruang depan.

“Mei kamu khawatiran ya… rasanya aku juga pengen punya adik kayak Mei…”

Rini merasa kagum dan iri melihat Madoka memiliki adik seperti Mei.

“Ya memang begitu… dia gak cuma ke si kembar aja… ke semua kakaknya seperti itu… tapi Mei sangat sayang sama si kembar… ya udah kalo begitu, mending kita mulai belajarnya…”

“Oke, bu guru!”

Rini duduk pada single sofa di ruang depan dan mulai mengeluarkan bukunya. Madoka membawakan buku-buku kumpulan soal-soal dan buku-buku saku yang berisi rumus-rumus matematika. Rini merasa heran, mungkin otak Madoka diciptakan untuk soal-soal matematika karena memiliki buku-buku yang sama sekali Rini tidak pernah buka. Pengajaran Madoka kepada Rini di mulai dengan do’a yang khusyuk.

Brother's Troubles (On Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang