Dennis kembali menunggu di depan kelas Madoka yang bertujuan untuk mengantar Madoka pulang dengan aman dan nyaman. Tak lupa ditemani oleh Rini ke luar kelas.
“Maaf, aku buat kamu nunggu…”
“Gak apa-apa, kok…”
“Kalau udah cinta tuh, mau nunggu satu minggu juga gak apa-apa, Madoka… hehehe…”
“Ah kamu bisa aja…”
Mereka bertiga berjalan pulang bersama menuju pintu gerbang sekolah. Namun, belum sampai pintu gerbang sekolah, salah seorang teman Dennis dari tim basketnya menghampirinya dan berbicara sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Setelah mereka selesai bicara, Dennis kembali menuju Madoka.
“Err… maaf ya, Madoka, Rini… aku gak bisa nganter kalian sampai gerbang… tim basketku membutuhkanku… kalian gak apa-apa, kan?” Dennis berbicara dengan nada yang punya salah.
“Gak apa-apa kok, Dennis… kita baik-baik aja…”
“Yoi, kak Dennis…”
“Ya udah, aku mau ke ruang olahraga dulu…”
Dennis pun pergi, meninggalkan tanggung jawabnya kepada Rini. Rini dan Madoka melanjutkan perjalanan mereka.
Di perjalanan, Madoka berbicara sedikit kepada Rini.
“Maaf ya, Rini… aku jadi merepotkan kamu…”
“It’s okay… it’s okay… aku ikhlas kok…”
Madoka membalas dengan senyuman. Tak lama, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Ada telepon masuk ke HP Rini.
“Siapa ini? Ayah?” Rini menerima panggilan tersebut. “Halo? Ayah? Ada apa?” Rini menjauhkan HPnya sebentar untuk berbicara pada Madoka. “Madoka, kamu jangan kemana-mana oke? Ini kayaknya penting…” Madoka hanya mengangguk. “Iya? Ayah?” Rini meninggalkan Madoka ke tempat yang jauh dari keramaian.
Madoka merasa khawatir, dirinya tidak aman, dia berharap Rini segera mengakhiri teleponnya, tapi sepertinya, dilihat dari ekspresi yang dikeluarkan oleh Rini, Madoka merasa menjadi lebih khawatir.
“Gue tunggu di ruang peralatan di lantai tiga… kalau gak, foto kemaren lu telanjang gue sebar… risiko ada di tangan lu sendiri”
Seorang gadis dari belakang Madoka membisikkan sesuatu kepada Madoka dengan sebuah ancaman. Saat Madoka berbalik, gadis itu sudah tiada, hilang dari pandangan Madoka.
Madoka takut akan ancaman, dia ingat saat dia di-bully, walaupun blur, ada gemerlap cahaya seperti flash pada kamera. Dan pada akhirnya, Madoka memenuhi permintaan gadis tersebut. Madoka pergi ke ruang peralatan di lantai tiga.
Rini yang sudah mengakhiri teleponnya keheranan karena Madoka tidak berada di tempat.
“Madoka? Madokaaaa?”
Madoka yang sudah berada di ruang peralatan, tidak melihat ada seorang pun. Dalam hatinya dia terus berdo’a agar tidak ada sesuatu hal yang buruk terjadi. Kadang do’a tidak langsung terkabul. Dua orang dari belakang Madoka menyergap Madoka, memegang kedua tangan Madoka juga melepaskan kacamatanya dan kemudian dipaksa masuk ke dalam ruang perlatan yang penuh debu.
Madoka sedikit melawan, tapi apa daya jika dua orang lawan satu, Madoka tidak berdaya melawannya. Lalu, Madoka didorong sekeras mungkin hingga terjatuh.
“Aduh…”
Madoka merasa kesakitan. Madoka juga tidak bisa melihat dengan jelas wajah-wajah orang yang membuatnya menjadi tawanan. Madoka hanya melihat ada tiga orang gadis, yang tidak lain Stacey, Kirana, dan Miranti.
![](https://img.wattpad.com/cover/24049341-288-k657599.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother's Troubles (On Revision)
Novela JuvenilIzumi, seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung semester lima yang mengambil bidang fisika, orangtuanya merupakan campuran Indo-Jepang (ibu) dan Indo-Persia (ayah), hidup seorang diri di sebuah rumah kecil yang dibeli oleh almarhum kedua orang t...