17. Marah?🗣

234 20 0
                                    

Kepala gue terasa berat saat gue mencoba untuk bangun dari tidur. Gue lihat sekeliling ternyata gue udah di kamar.

Siapa yang bawa gue pulang?

Sandi? Apa dia ketemu mas Raka semalem?

Eh mas Raka mana sekarang?

Pasti marah tuh orang.

Ish, ntar an aja deh mikirnya.

Kenapa kepala gue pusing banget?

Rasa kebelet mulai menghampiri gue jadi gue dengan susah payah mencoba untuk bangun tapi,

"Aaaaaaaww," pekik gue saat gue kembali jatuh di atas kasur. Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka dan menampilkan mas Raka yang memakai kaos putih santainya. Mungkin habis nge gym. Hari minggu adalah jadwal mas Raka untuk nge gym.

"Gimana? Masih mau bohong lagi? Masih mau minum lagi?" Tanya mas Raka dingin sambil jalan menghampiri gue.

Gue tak menghiraukan kehadiran mas Raka juga pertanyaannya. Gue memalingkan muka gue agar tidak menatap muka mas Raka yang udah kelihatan marahnya. Dengan susah payah gue mencoba menyeimbangkan tubuh gue agar tidak jatuh saat jalan.

"Eh eh aaaaaaa," kepala yang masih begitu pusing membuat gue jatuh dan dengan sigap ditangkap oleh lengan mas Raka. Kini mata gue bertemu mata mas Raka yang melotot ke gue.

Serem amat nih orang.

Gue mencoba memberanikan diri untuk biasa aja menatapnya.

"Kamu itu malah nyusahin saya," gumamnya lalu menggendong gue ke kamar mandi.

Siapa suruh mau nikahin gue.

"Eh eh mau dibawa kemana saya? Mas turunin. Turunin sekarang juga," ucap gue merontah lemah digendongan mas Raka. Energi gue bener-bener belum terkumpul sempurna untuk menonjoknya.

Mas Raka menurunkan gue di bak kamar mandi, gue berniat bilang terima kasih udah bantu gue tapi mata gue terfokus pada bak berisi baju yang gue inget gue pakai saat pergi semalem. Lalu gue melihat pada pakaian yang gue pakai sekarang dan,

"AAAAAAAAAAAAA," kini energi gue mulai kembali. Entah karna efek alkoholnya udah hilang atau karna kaget. Gue teriak seperti biasanya. Dan karna teriakan gue di kamar mandi menjadi terdengar dua kali lipat kerasnya.

"Kamu itu bisa bikin telinga saya ga berfungsi," ucap mas Raka geram sambil menutupi telinganya.

Gue menatap horor ke mas Raka. Ga ada orang lain lagi yang tinggal di rumah ini selain gue dan mas Raka.

"Mas Raka yang gantiin baju saya?" Tanya gue keras.

"Kamu tuh harusnya berterima kasih udah saya gantiin baju," jawab mas Raka sombong.

Gue ga bisa biarin ini, berani-berani nya mas Raka gantiin gue baju. Gue berdiri dan udah siap untuk menonjoknya kali ini tapi,

"Aaaaaaaaaa," kaki gue kesandung bak kamar mandi dan tubuh gue jatuh di pelukan mas Raka.

Kok aneh?

Gue meraba dada gue kaget.

Gue ga pakai bra?

"AAAAAAAAAAAAAAAA," gue teriak lagi sambil buru-buru berdiri dan menutupi dada gue dengan tangan.

"VIVIIII," geram mas Raka dengan tangannya yang masih setia menutup telinganya.

"Bisa ga sih ga pake ter-"

"Mas Raka ga ngapa-ngapain Vivi kan?" Tanya gue memastikan.

"Ngapain apa sih? Udah cepet mandi, saya tunggu luar," ucap mas Raka mengalihkan pertanyaan gue.

The Ice Boy and Fussy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang