Handphone gue terus berdering tapi mas Raka tak kunjung ngizinin gue untuk angkat telfon dari Sandi.
"Mas, itu Vivi dapat telfon," ucap gue.
"Siapa Sandi?" Tanya mas Raka dingin sambil menatap gue tajam.
Udah kebal gue di dinginin dan di pelototin.
"Temen kuliayah Vivi kemarin," jawab gue.
Mas Raka diam tak bicara lagi ataupun mengasihkan handphone gue.
"Selain Grizell, Sandi juga salah satu sahabat Vivi. Kita sahabatan sejak awal kuliyah sampek sekarang." Jelas gue.
Bodo amat kalau di bilang curhat.
Pokoknya gue mau angkat telfon dari Sandi.
Tapi mas Raka masih diem lagi. Dia tak juga memberikan handphone gue.
"Biarin Vivi angkat mas," pinta gue.
Ga ada sahutan.
"Mas, sekali aja. Vivi mau pamit ke temen Vivi agar mereka ga nyariin Vivi kalau nanti handphone Vivi di mas Raka," ucap gue pasrah.
Lalu mas Raka memberi handphone gue, dalam hati gue akan manfaatin kesempatan ini untuk tidak mengasihkan handphone gue ke mas Raka lagi.
Gue mau pergi ke kamar tapi di cegah mas Raka.
"Angkat telfonnya di sini aja!" Ucap mas Raka.
Dengan terpaksa gue kembali duduk di sofa.
"Halo, iya San," ucap gue di telfon.
"Lo ga kenapa-kenapa? Sekarang udah di rumah kan?" Tanya sandi
"Iya, gue baik-baik aja kok. Ini udah di rumah. Makasih ya udah nganterin gue pulang." Ucap gue
"Vi, bukan gue yang nganter lo pulang," sahut Sandi.
"Ha? Terus siapa yang nganter gue pulang?" Tanya gue khawatir.
"Suami lo yang jemput lo semalem." Jawab Sandi yang membuat gue kaget dan spontan menatap ke mas Raka.
Mas Raka kini menatap gue balik dengan ekspresi seakan-akan berbicara 'Sudah tau sekarang?'
Sekelebat gue inget semalem gue di gendong laki-laki yang gue kira Sandi sambil ngomongin ga enak tentang mas Raka. Dan ternyata itu malah mas Raka.
HAH? APA DIA DENGER KALAU GUE NGATAIN DIA KAKTUS CENTHONG?
"Vi. Vivi. Halo," panggil Sandi di seberang telfon.
"I-iya San."
"Sekarang lo jelasin kenapa lo nikah ga bilang ke temen-temen lo!" Pinta Sandi.
Mampus lo Vi.
Gimana lo jelasinnya ke Sandi?
"Vivi," panggil Sandi lagi.
"Siapa aja yang tau ini?" Tanya gue ke Sandi.
"Gue sama Agnes," jawab Sandi.
"Gue akan jelasin ke elo. Tapi tolong jangan bilang ke yang lain ya kalau gue udah nikah! Suruh Agnes tutup mulut juga!" Pinta gue.
"Oke," jawab Sandi lalu gue jelasin semuanya ke Sandi gimana awal mula gue bisa nikah sama mas Raka ini.
"Gue bakal nyimpen rahasia lo. Tapi yang perlu lo tau. Serapat-rapatnya lo nyembunyiin pernikahan lo, suatu saat nanti bakal kebongkar juga. Ini hanya persoalan waktu. Dan sebelum itu terjadi, gue harap lo bisa kasih tau sendiri ke temen-temen lo." Ucap Sandi
"Iya. makasih ya udah ngertiin gue." Ucap gue tulus.
"Santai. Oiya salam ke laki lo. Maaf semalem gue ga tau kalau dia suami lo." Ucap Sandi.
"Iya. Bakal gue salamin." Ucap gue lalu gue tutup handphone gue.
Gue melirik ke mas Raka yang sedang fokus mainin handphone nya. Gue akan langsung ke kamar tanpa balikin handphone gue ke mas Raka.
Gue mulai berdiri dan baru jalan selangkah, tiba-tiba
"Jangan kabur!" Ucap mas Raka mengagetkan gue. Dan dengan terpaksa gue kembali duduk.
"Mas Raka dapet salam dari temen Vivi. Katanya maaf. Semalem dia gatau kalau mas Raka suami Vivi." Gue sampein salamnya Sandi.
"Iya. Mana handphone nya? Kesiniin!" Ucap mas Raka.
Mau ga mau, ikhlas ga ikhlas gue balikin handphone gue ke mas Raka.
"Sekarang jelasin! Kenapa pergi ke bar dan bohongin saya?" Pinta mas Raka.
Kenapa sih semua minta penjelasan dari gue?
"Vivi," panggil mas Raka masih menunggu penjelasan dari gue.
"Vivi ga niat bohongin mas Raka. Temen Vivi ganti lokasinya saat Vivi udah sampek kafe." Jelas gue.
"Kenapa ga kasih tau saya kalau ganti lokasinya?" Tanya mas Raka.
"Gak sempet," jawab gue.
"Lain kali saya ga terima alesan 'ga sempet' untuk hubungin saya," ucap mas Raka tegas.
"Iya iya," ucap gue sambil berdiri.
"Saya belum selesai bicara." Ucap mas Raka menahan gue.
"Apa lagi mas? Vivi laper ini." Tanya gue ogah-ogahan untuk kembali duduk.
"Kenapa semalem kamu minum minuman beralkohol?" Tanya mas Raka.
"Kalah main," jawab gue dengan malas.
"MAIN APA?" Tanya mas Raka cepat yang membuat gue kaget
"Main ular tangga." Jawab gue jujur.
Mas Raka menaikkan satu alisnya tidak puas dengan jawaban gue.
"Emang ga boleh main ular tangga di bar?" Tanya gue.
Mas Raka ga menjawab lalu mengajak gue makan. Eh sarapan.
"Saya sudah pesan go food,"
Gue pun mengikuti mas Raka jalan ke ruang makan dan sarapan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice Boy and Fussy Girl
Storie d'amoreRaka mengira dengan menikahi putri dari sahabat ayahnya bisa meringankan beban hidupnya. Tapi nyata nya, menikahi Vivi yang masih bocah malah membuat bebannya menjadi 2× lipat. Lalu bagaimana Raka mengurus Vivi yang lebih pantas menjadi adik nya? Da...