Keesokan harinya
Gue masih menatap cermin. Memandangi pantulan muka gue. Lalu gue menyentuh bibir gue, "gue udah lepas first kiss."
Gue menggelengkan kepala, sebelum gue keinget kejadian semalem, gue segera membuka lemari baju gue.
Hari ini gue memakai baju dengan kra baju sedikit tinggi menutupi kiss mark di leher gue.
Gue juga menyiapkan pakaian buat mas Raka lalu turun ke dapur membuat nasi goreng untuk sarapan bareng. Setelah selesai sarapan, kita langsung berangkat ke kantor.
"Vi"
"Vivi," gue denger panggilan dari mas Raka, tapi gue sengaja ga meresponnya. Masih akward kalau inget kejadian semalem.
Andai bisa, gue pengen amnesia tapi cuma untuk tadi malem aja.
Tangan mas Raka memegang lengan gue, "Vivi"
"Vivi malu," ucap gue spontan agak keras.
Mas Raka mengerutkan kening, "kenapa?"
Gue segera melepaskan tangan mas Raka di lengan gue. Makin malu dan juga salah tingkah, "ga kenapa-kenapa".
Fix.. ga malu lagi tapi malu-maluin.
Gue langsung mengalihkan muka gue ke jendela mobil menghindari mas Raka. Gue denger mas Raka menghela nafas panjang lalu kembali fokus menyetir.
Sesampainya di parkiran kantor, seperti biasa gue meminta mas Raka untuk jalan duluan agar tidak ada yang curiga. Saat gue rasa mas Raka udah meninggalkan parkiran, gue baru keluar mobil dan jalan memasuki kantor.
"Selamat pagi, Pak Raka," ucap mbak Siska si tante sekertaris. Panggilan tante sekertaris memang cocok buat dia yang semakin hari semakin menggoda mas Raka.
"Pagi," kata mas Raka singkat sambil terus berjalan.
"Em sepertinya pak Raka selalu berangkat jam segini ya?" tanya si tante sekertaris sambil lari-lari kecil untuk bisa jalan di samping mas Raka.
"Kita sudah dua kali ini papasan saat masuk kantor," tambahnya.
"Idih. Cuma dua kali aja. Gue yang setiap hari berangkat bareng aja biasa." Dumel gue dalam hati.
Dari pada gue melihat tante-tante genit, mending gue nunggu Grizell yang pasti belum sampai kantor. Tak lama kemudian, dugaan gue bener. Terlihat Grizell jalan santai keluar dari parkiran.
"Zell!" panggil gue.
Dia berlari kecil ke arah gue. "Ngapain lo berdiri di sini?"
"jadi patung kantor," jawab gue sambil meninggalkan Grizell yang masih bingung. "Ya nungguin lo lah."
Grizell menyusul langkah gue. "tadi nungguin sekarang ninggal,"
Sesampainya di meja kerja gue, telinga gue di bikin panas oleh ocehan-ocehan beberapa staff cewek. "Ciye yang lagi PDKT sama do'i." Ucap salah satu staff cewek ke mbak Siska.
"Lumayan tuh, udah cakep tajir lagi" goda staff lainnya.
Mbak Siska hanya tertawa-tertawa bangga dengan godaan mereka. Ga lama kemudian dia menerima telfon dengan muka sumringah sambil menunjukkan nama di layar telfonnya ke staff yang menggodanya. Meski gue ga di kasih liat nama di layar handphone nya, tapi gue bisa nebak kalau itu telfon dari mas Raka. Dan tebakan gue benar ketika mbak Siska menjawab, "baik pak Raka."
"oh si do'i panjang umur. Baru di omongin udah telfon aja," kata staff itu lagi.
"Good luck!" Ucap staff yang lainnya. Lalu mbak Siska meninggalkan mereka dengan senyumannya.
"Door!"
"anj*r," spontan gue kaget karna ulah si Delvin.
"lo apa-apaan sih Vin. Main ngagetin orang aja. Kalau gue jantungan gimana" sembur gue dengan kesal.
"eh sorry Vi. Gue Cuma becanda doang," ucap Delvin tanpa merasa bersalah.
Gue menghembuskan nafas, "okay."
"Lagian lo kenapa sih nyet pagi-pagi udah masang jutek aja?" tanya nya sambil nyodorin sebotol susu kedelai ke gue.
"Kalau udah tau muka gue jutek kenapa masih di tambah dengan ngagetin gue segala," jawab gue masih sebel.
"Tuh kan. Yaudah deh gue balik ke meja gue. Jangan lupa minum biar ga marah-marah. Ntar gue beliin lagi kalau habis sampai lo ga marah-marah lagi," ucapnya enteng lalu kepalanya sedikit mendekat ke gue, "lo makin lucu kalau sebel" lalu dia lari sebelum kena pukulan gue.
Gue mulai fokus pada komputer di meja gue. 2 jam kemudian, gue merasa perut gue sakit banget. Sampai gue ga bisa fokus dengan kerjaan gue. Akhirnya saat jam istirahat, gue di izinkan mbak Sela untuk pulang lebih awal. Gue naik ojek online.
Sesampainya di rumah gue langsung tidur.
3 jam kemudian, gue denger pintu kamar terbuka dan menemukan mas Raka dengan membawa plastik hitam ditangannya jalan menghampiri gue.
Tumben pulang sore.
Biasanya lembur sampek malem.
"Masih sakit?" tanya nya datar yang hanya gue balas anggukan kepala pelan.
Ada peningkatan lah. Kemarin dingin sekarang datar.
"Iya." Jawab gue jujur.
"Jadi ini alasan kamu nolak saya semalam?" Tanya nya tanpa melihat gue.
Andai perut gue ga sakit banget kayak gini, pengen gue tonjok tuh mulut yang masih bahas semalem aja.
Gue yakin muka gue udah merah saking malunya.
Sekali lagi, gue lagi sakit. Kita damai dulu yook mas.
"Mas Raka bawa apa itu di plastik?" Tanya gue untuk mengalihkan pembicaraan.
Mas Raka kembali memandang gue lalu mengeluarkan isi di dalam plastik yang ia bawa.
"Ini, diminum!" Dia menyodorkan 2 botol kiranti, 3 botol susu bearbrand dan obat yang gue ga pernah minum sebelumnya.
"Saya tadi sempat tanya kak Vera obat untuk sakit nya menstruasi, lalu di rekomendasiin ini." Jelas mas Raka lalu buru-buru meninggalkan gue.
GUE PENGEN PLASTIKIN MUKA GUE AJA.
Lo berhasil bikin gue malu semalu malu nya, Centhong.
Gimana bisa dia nanya ke kak Vera.
Menstruasi itu privasi bagi cewek.
Tapi pada akhirnya gue meminumnya. Kak Vera berprofesi sebagai dokter, jadi gue percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice Boy and Fussy Girl
RomanceRaka mengira dengan menikahi putri dari sahabat ayahnya bisa meringankan beban hidupnya. Tapi nyata nya, menikahi Vivi yang masih bocah malah membuat bebannya menjadi 2× lipat. Lalu bagaimana Raka mengurus Vivi yang lebih pantas menjadi adik nya? Da...