24

126 6 0
                                    

Melisa sedang menggendong si bayi lucu, Achava, saat Leony duduk di sofa di sebelah Melisa.

"Gue udah transfer ya uang sewa rumah." ujarnya.

Dian memeriksa pesan whatsapp-nya, mengecek bukti transferan Leony yang baru masuk. Memang urusan duit, Dianlah yang bertanggungjawab.

Melisa meraih HP-nya dengan satu tangan, ini sudah entah yang keberapa puluh kali ia mengecek pesan dari Mama. Namun nihil. Mama belum mentransfer apapun selama dua bulan belakangan. Untung saja Melisa punya sedikit tabungan untuk biaya hidup.

"Gue belum ditransfer nih, gue nyusul yah?"

"Besok terakhir ya, Mel." Dian mengingatkan Melisa.

Melisa sedikit panik. Perasaannya gak enak. Mama gak pernah telat mentransfernya uang. Bahkan saat SMA saja dia sudah punya bulanan yang ditransfer ke rekening pribadinya.

Sebenarnya ia malu mendesak Mama, tapi ini mendesak. Ia gak mau hanya gara-gara dia, mereka diusir dari kontrakan.

Melisa menyerahkan Achava ke pangkuan Leony lalu menelepon Mama.

Nada dering terdengar berkali-kali. Gak diangkat. Melisa mencoba lagi.

Mama akhirnya mengangkat teleponnya pada percobaan ketiga.

"Ma..."

"Hm-hm! Ya, Sayang!" Mama berdehem seraya menyapa Melisa dengan keceriaan yang dibuat-buat. Melisa bisa merasakan hal itu, dan membuatnya makin khawatir.

"Mama gak kenapa-kenapa kan?"

"Nggak!" suara Mama bergetar, "Mama baik-baik aja, Sayang."

"Papa?"

Mama diam lama, "Papamu biasalah."

Melisa sungguh gak mengerti apa maksud Mama dengan 'biasa'.

"Ada apa, Sayang?" tanya Mama.

Melisa baru teringat tujuannya menelepon Mama, "Mama lagi sibuk gak? Bisa keluar transfer uang sewa rumah Mel?"

Lagi-lagi hening.

"Atau kalo ga bisa hari ini, besok juga gapapa, Ma."

Mama kembali berdehem, "Di sini hujan sayang. Besok ya Mama transfer."

Melisa tercengang.

"Papa manggil Mama nih, Mel. Udah dulu ya, Sayang. Ingat jaga kesehatan. Dah!" lalu telepon Mama terputus.

Melisa masih berdiri dengan kebingungan. Dian dan Leony yang sedari tadi memperhatikan jadi bertanya-tanya.

"Kenapa, Mel?" tanya Leony, ia menarik tangan Melisa supaya duduk di sampingnya.

Melisa melihat ke handphone yang ada di pangkuannya dengan tatapan tak percaya, "Mama gue gak bisa keluar rumah gara-gara hujan."

"Yaelah, Mel. Wajar dong." celetuk Dian.

"Mama gue keluar rumah selalu disetirin sama supir." Melisa masih mencoba memproses segalanya. Alasan Mama sungguh sangat tidak masuk akal.

"Kali aja supir lagi nganterin Papa lu." Leony ikut menambahi.

Melisa menggeleng pelan, "Mama bisa nyetir sendiri kok. Pasti ada yang gak beres sama keluarga gue."

Dian dan Leony menatap Melisa dengan khawatir.

"Yaudah, lu tunggu aja besok. Kalo besok ditransfer berarti kan gak ada masalah?" Dian mencoba menenangkan Melisa. Ia gak mau Melisa tenggelam dalam prasangka buruk.

MY GUARDIAN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang