40

140 6 0
                                    

"Di, coba jujur ke gue. Sebenarnya Melisa dimana sekarang?" pagi-pagi Caleb udah menyantroni rumah kontrakan Dian dan Leony untuk menanyakan keberadaan Melisa.

Dian dan Leony hanya saling memandang lalu tersenyum dengan gugup untuk menutupi keadaan Melisa yang sebenarnya.

"Maksud lu apa sih, Cal? Gue kan udah bilang, Melisa nginap di rumah sodaranya." Dian berkali-kali menegaskan ke Caleb alasan Melisa tidak ada di rumah saat ini.

Caleb menggeleng tak percaya, "Gue gak percaya. Melisa gak punya sodara di kota ini. Kalian jujur aja ke gue, kemana Melisa sebenarnya?"

"Lu gak percaya ke kita?" tepis Dian.

"Bukan gue gak percaya. Tapi dia udah janji ke gue kemarin, kalo kita bakalan bicara. Tapi dia sama sekali gak ngabarin gue satu pesanpun. Chat gue gak dibaca, telpon gue gak diangkat. Sekarang HP-nya gak aktif dan dia gak di rumah. Gue takutlah Melisa kenapa-kenapa!"

"Cal, Melisa gak kenapa-kenapa. Kami yakin seratus persen! Lu tenang yah!" bujuk Leony dengan suara halus namun Caleb menunduk dengan wajah yang tegang. Dia tak bisa lagi tenang jika ini menyangkut soal Melisa.

"Lu harus sabar, Cal. Tunggu aja, besok pasti Melisa udah pulang. Lu bisa tanyain sendiri ke dia besok." ujar Leony mendukung pernyataan Dian.

"Terus, kenapa HP-nya gak aktif?"

Dian melirik Leony lalu menunduk sambil mengigit bibir bawahnya karena ketakutan. Setengah mati keduanya memutar otak mencari alasan yang tepat bagi Caleb sementara mereka berdua saja gak tau keberadaan Melisa sekarang.

"Mungki HP-nya mati. Pasti chargernya ketinggalan!" seru Leony.

"Ya!" Dian menimpali dari belakang.

Caleb justru makin tak percaya, dia mengerutkan keningnya curiga.

"Kalian gak lagi menutupi sesuatu kan?" desaknya.

Dian dan Leony menggeleng serempak, "Nggak!"

"Melisa bukan lagi jalan sama yang lain, kan?"

Dian dan Leony melotot sambil menahan napas. Lambat baru mereka menggeleng.

"Nggak mungkin! Lu gila aja!" ujar Dian sambil cengengesan.

"Yaudah, tapi kalo kalian udah bisa ngubungin Melisa, tolong bilang gue pengen bicara ke dia ya?" pinta Caleb sambil berdiri.

"Cal!" tiba-tiba Dian memanggil Caleb sebelum pria itu menghidupkan sepeda motornya.

Caleb yang udah terlanjur memakai helm, melepaskan helm itu kembali.

"Cal. Gue cuma mau bilang, tolong lu coba ngertiin Melisa, apapun masalah kalian nanti. Coba tanya dulu ke dia apa alasannya, oke?" saran dari Dian membuat jantung Caleb berdetak kencang. Firasatnya sangat buruk kali ini, ditambah lagi kata-kata Dian yang membuatnya semakin curiga bahwa Melisa menyembunyikan sesuatu.

"Lu gak akan bilang ke gue?" tanya Caleb dengan suara pelan.

"Kalopun gue mau, gue gak bisa karena itu bukan ranah gue. Gue gak bisa ikut campur kehidupan pribadi lu dan Melisa. Sebagai temen, gue cuma mau yang terbaik buat kalian berdua."

Caleb mengangguk. Ia gak akan memaksa Dian dan Leony untuk bicara hal-hal yang Melisa saja belum bisa bicarakan padanya. Caleb akan menunggu pengakuan Melisa.

"Trims, Di! Gue cabut dulu." Caleb keluar dari pekarangan dengan lesu, sedangkan Leony dan Dian terduduk di kursi teras dengan perasaan tak enak hati karena berbohong pada Caleb.

Bagaimanapun, selama setahun ini, Caleb baik pada Melisa dan mereka berterimakasih untuk itu. Membohonginya seperti ini membuat keduanya merasa seperti pengkhianat.

"Di, apa gak sebaiknya kita nelpon Kak Tobi, nanya keberadaan Melisa?" tanya Leony.

"Gue coba telpon Kak Tobi deh. Tapi jangan ungkit soal Caleb ke Kak Tobi ya?" Dian meraih HP lalu menelpon Tobi yang langsung menerimanya pada deringan ke tiga.

"Kak Tobi?"

"Yap! Ada apa Di?" suara Tobi sedikit pelan karena ada suara berisik di belakangnya.

"Melisa bareng Kak Tobi?" tanya Dian dengan suara agak keras, ia ingin mengimbangi suara-suara di belakang Tobi yang riuh rendah.

"Bentar, saya panggilkan, yah!" jawab Tobi lalu sesaat suara hening.

"Ya, Di?!" suara Melisa terdengar riang dan sepertinya habis tertawa.

"Lu dimana? Parah lu ya?! HP lu mati! Caleb ke sini nyariin lu!" Dian setengah memekik karena bersemangat mendengar suara Melisa. Mendengar nama Caleb, Melisa seketika pucat dan berjalan menjauh dari Tobi.

Melisa yang sedang berada di pinggiran sungai dekat sawah Nenek berjalan mendekati gubuk yang menjadi tempat peristirahatan mereka.

Setelah menemukan tempat yang jauh dari teriakan Tiffany, Theo dan anak-anak Om, terutama Tobi, Melisa kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Dian.

"Kenapa dengan dia?"

"Gila lu, gila! Caleb nyariin lu barusan ke sini! Dia curiga karena lu gak ada di sini!" jerit Dian emosi.

Melisa menelan ludah dengan getir, "Terus, lu gak cerita kan keadaan gue?"

"Ya nggaklah! Itu bukan tanggungjawab gue ngasih tau dia yang sebenarnya. Itu kewajiban lu!"

Melisa maklum jika temannya geram padanya. Salahnya sendiri yang gak sampai hati memberitahu semuanya pada Caleb.

"Gue lagi di desa, Di. Tobi tiba-tiba aja ngajak gue ke sini."

"Terus kenapa lu gak ngabarin Caleb? Gak batalin janjian lu sama dia?"

Melisa menunduk mengamati kakinya yang telanjang dan basah, "HP gue ketinggalan, Di. Gue minta maaf...."

"Bukan ke gue lu minta maafnya. Lu harus minta maaf ke Caleb." ujar Dian, "Lu gak kasian apa sama tuh anak. Dia kayak orang bego tau, nyariin lu kemana-mana."

Melisa sangat merasa bersalah sekarang, "Besok gue pulang. Gue janji bakal bicara sama dia besok."

Dian diam beberapa lama, nampaknya dia juga kasihan sama keadaan Melisa, "Lu sama Tobi baik-baik aja kan?"

Melisa mengangguk, "Iya."

Terdengar suara Dian menghela nafas lega, "Baguslah. Besok lu pulang, beresin urusan lu sama Caleb ya? Janji?"

"Janji!" ucap Melisa pelan.

"Yaudah, nikmatin deh bulan madu lu! Jangan lasak-lasak lu. Pulang-pulang bawain kita ponakan baru!"

Melisa tertawa ringan mendengar candaan Dian, "Ponakan dari hongkong? Belum juga anu!"

"Hah?! Serius lu!" Dian memekik tak percaya sehingga memancing Leony bertanya-tanya dari belakang. Melisa bisa membayangkan mereka berdua sedang tarik menarik HP karena candaannya.

"Lu belum having sex sama suami lu, Mel?!" kali ini Leony menang dalam perebutan HP.

Melisa menggigit bibirnya sambil tersenyum malu, "Gitu deh!"

"Wah! Parah! Lu yang nolak atau Kak Tobi yang gak inisiatif?"

Melisa tersenyum kecut, "Gak tau deh, gue! Pusing! Udah yaa, besok gue ke rumah kalian buat cerita."

"Bener ya? Awas kalo nggak!" ancam Leony garang.

"Yaudah, ya?!" ujar Melisa lalu menutup telepon buru-buru. Dia tertawa mendengar teman-temannya yang kocak itu.

Sedetik kemudian tawanya memudar, pikirannya melayang ke Caleb. Dia benar-benar lupa akan janjinya dengan Caleb. Pantas saja Caleb mencarinya membabi buta seperti ini.

Melisa memandang langit abu-abu yang mulai menebal lalu mendesah gundah. Seandainya dia bisa menghentikan waktu, dia ingin menghindari bicara terus terang dengan Caleb selamanya.

MY GUARDIAN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang