Melisa dan Tobi tiba di kediaman keluarga Tobi di Medan setelah perayaan pernikahan mereka di Jakarta.
Alasan mereka begitu cepat kembali ke Medan adalah atas permintaan Melisa yang ingin segera masuk kuliah setelah bolos hampir sebulan lamanya. Dia gak boleh absen sekalipun sekarang kalau dia ingin mendapatkan nilai yang bagus.
Itulah sebabnya Melisa menggeleng saat diajukan pilihan tempat berbulan madu. Tak perlu ada bulan madu saat dia hanya melakukan pernikahan layaknya perkerjaan.
Ya, Melisa memperhalus perbudakan dirinya dalam wadah pernikahan sebagai 'pekerjaan'. 'Pekerjaan' yang menggadaikan dirinya demi kesejahteraan orangtuanya.
Begitu mereka sampai, Tobi mempersilakan Melisa masuk ke dalam rumahnya yang luas itu sementara supir dan asisten rumah tangga Tobi mengangkat koper-koper mereka ke lantai atas.
"Maaf, saya belum sempat mencarikan rumah untuk kamu. Kita tinggal di sini untuk sementara." ujar Tobi dengan nada datarnya yang biasa.
Melisa mengangguk sambil menatap ke seluruh penjuru rumah. Rumah itu sangat minim perabot sehingga tampak sangat luas. Di lantai satu hanya ada satu sofa besar. Di ruang tengah ada dapur bersih yang sama sekali bersih tanpa ada satupun peralatan dapur di atasnya. Meja makan hanya berupa meja kayu lebar dengan 8 kursi yang kaku.
Gak ada foto yang terpajang di dinding, gak ada sofa santai untuk menonton TV, gak ada aksesoris apapun. Bahkan gordyn di rumah itu berwarna biru gelap yang membosankan.
"Hm, Mel." panggilan Tobi membuat Melisa menyadari bahwa di sampingnya telah berdiri 1 orang wanita paruh baya dan 2 perempuan berusia 30an sedang tersenyum menatapnya.
Tobi mengenalkan Melisa pada ketiganya, "Kenalkan, ini Bi Suci, pengurus rumah." Melisa tersenyum pada wanita paruh baya yang berpakaian sederhana namun rapi. Terlihat dari sikapnya berdiri, Bi Suci pasti sangat disiplin dan teratur. Ia menyalam wanita itu yang spontan membalas genggaman Melisa dengan kaku.
"Kamu bisa membicarakan mengenai menu atau apapun yang kamu inginkan dengan Bi Suci." lanjut Tobi.
Ia lalu berlanjut pada kedua wanita lain, "Ini Mbak Dwi dan Mbak Laras. Mereka akan membantu segala pekerjaan di rumah ini." Melisa menyalam keduanya sambil membalas senyuman Mbak Dwi dan Mbak Laras yang tersipu malu dan mencuri-curi pandang padanya.
"Bi, Tiffany dan Theo sudah sampai?" tanya Tobi kepada Bi Suci. Mereka berdua memang lebih dulu pulang ke Medan.
"Sudah, Mas. Mereka lagi di kamar." jawab Bi Suci.
Melisa tak terkejut adik-adik Tobi tidak menyambutnya. Sejak perkenalan singkat Melisa dengan keduanya, sepertinya adik-adik Tobi tidak begitu menyukainya. Mereka menatap Melisa terang-terangan dengan wajah masam. Melisa gak mengerti kenapa bisa seperti itu.
Tobi mempersilakan Melisa menuju ke lantai 2 dengan sikap sopan yang kaku, yang membuat Melisa meliriknya gemas.
"Ini kamar kamu." Tobi membukakan pintu menuju sebuah kamar yang cukup luas. Di dalam kamar itu semuanya terlihat rapi dan bersih, terlalu rapi, terlalu tertata, hingga membuat Melisa gak nyaman.
Ranjang besar di tengah ruangan diselimuti bedcover berwarna biru tua yang senada dengan gordyn. Meja rias terlihat sama sekali kosong bersebelahan dengan lemari putih. Sebuah TV besar menempel di dinding yang bermoulding putih.
Ruangan itu lebih tampak seperti kamar tamu yang tak pernah dihuni daripada kamar yang sesungguhnya.
"Apa seperti ini kehidupan Tobi selama ini?" pikir Melisa. Di dalam imajinasinya, kamar pria itu akan tampak seperti perpustakaan atau museum, bukan seperti showroom yang terlalu rapi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY GUARDIAN ANGEL
RomanceMelisa sudah berpacaran dengan Bentala Bumi selama 3 tahun. Namun keputusan Ben untuk melanjutkan study ke Aussie membuat Melisa patah hati. Di awal perkuliahan sebagai mahasiswi baru, Melisa bertemu Tobi Jaya Amerta, seorang dokter yang sedang meng...