28

132 8 0
                                    

"Mel, kayaknya kamu terlalu keras sama Tobi." keesokan harinya masih di ruang tunggu ICCU rumah sakit, Mama menggenggam tangan Melisa mencoba meluluhkan hati putrinya ini.

Melisa hanya menunduk memandang cangkir kopi di genggamannya. Sebenarnya kepalanya sakit sekali. Dia sama sekali belum tidur sejak turun dari pesawat. Dan dia bersikeras menemani Mama di rumah sakit.

"Sayang, Tobi udah banyak berkorban buat kita." lanjut Mama dengan nada lembut.

Masih sambil menatap cangkir kopi, Melisa menjawab, "Meminjam uang, Ma. Bukan pengorbanan gimana. Toh buat dia itu gak seberapa."

Mama menghela nafas berat, "Menjagamu selama setahun ini, apa itu bukan pengorbanan?"

"Mama tau apa." hati Melisa beku. Selama setahun di Medan, intensitas dia dan Tobi bertemu bisa dihitung pakai jari.

"Loh, masak Mama gak tau gimana selama ini dia menjagamu waktu sakit, memperhatikan makananmu sampai-sampai memilihkan rantangan dengan menu yang sehat biar kamu ga sakit lagi."

Melisa menoleh ke arah Mama, "Maksud Mama? Jadi dulu makanan Mel di kosan bukan Mama yang urus?"

Mama menggeleng, "Sayang, kalo gak ada Tobi, Mama udah kebingungan cara ngurus Papa. Saat Papa jatuh kena serangan jantung, Mama hanya bisa panik dan nelepon Tobi. Tobilah yang ngurus semuanya sampai Papa dirawat."

Melisa menggigit bibir bawahnya sambil berpikir, apa iya dia yang terlalu keras pada pria itu?

"Apa Mama tau, kalo dia ninggalin Mel selama 6 bulan ini?" tanya Melisa.

Mama mengangguk, "Mama tau. Tobi tugas ke desa kita selama setahun. Makanya Mama berniat mudik saja ke desa. Kita udah gak punya apa-apa di sini. Tapi Tobi melarang Mama, katanya Papa gak bisa melanjutkan pengobatan kalau pindah ke desa."

Melisa mengiyakan. Membawa Papa pulang kampung justru membunuh Papa namanya.

"Sekarang Mama pindah ke mana?"

"Mama menyewa rumah dekat rumah sakit. Itupun pakai uang Tobi."

Melisa menghembuskan nafas berat. Rasanya hidup keluarganya berkutat pada pria itu. Melisa jelas-jelas gak mau berhutang budi pada pria arogan seperti Tobi. Ia harus memikirkan cara untuk mendapatkan uang dan mengembalikan pinjaman mereka tanpa mengorbankan kuliahnya.

"Ma, gimana kalo kita pindah ke Medan?" ide itu tiba-tiba melintas di pikiran Melisa.

Kening Mama berkerut, "Terus pengobatan Papa?"

"Yah, kita lanjut di Medan. Pengobatan Papa ditanggung asuransi, kan?"

Mama terlihat panik, "Limit asuransi Papa udah habis buat pengobatan tahun lalu, Mel. Ini aja biayanya Mama gak tau harus bayar pakai apa."

Melisa mencelos kecewa, "Emang berapa kira-kira biaya Papa, Ma?"

"Hm, Mama tanya-tanya ke kasir kemarin perkiraan bisa sampai 500 juta termasuk biaya operasi Papa nanti." jelas Mama. Papa memang akan dijadwalkan untuk operasi bypass setelah kondisinya lebih stabil.

Mendengar nominal sebanyak itu, Melisa lemas tak berdaya. Ia bersandar ke kursi dan menengadah ke langit-langit rumah sakit. Ia berandai-andai jika saja satu lengannya bisa ditukar dengan uang sebanyak itu.

Kemana dia akan mencari uang sebanyak itu? Bekerja? Pekerjaan apa yang bisa menghasilkan uang 500 juta dalam sekejap?

Melisa merasa kepalanya hampir meledak memikirkan semuanya. Ia memijit keningnya yang berdenyut sakit.

"Mel, kamu jangan terlalu memaksakan diri, Sayang. Biar Mama yang mikirin semuanya. Mama udah bilang ke Tobi untuk meminjamkan uang, Mama janji akan kembalikan begitu Papa sembuh." perkataan Mama malah membuat Melisa berang. Rasa panas mengalir dari dada ke atas kepalanya.

MY GUARDIAN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang