Melisa memainkan air yang sejuk di kakinya. Mereka sekeluarga sedang piknik kecil-kecilan ke sungai di samping sawah Nenek. Sehabis makan siang yang lezat di gubuk, Tante dan Om turun ke sawah untuk memperhatikan para pekerja, Tiffany bermalas-malasan di gubuk beratap rumbia sambil membaca novel, sedangkan Theo dan anak-anak Om Fadli terlihat asyik bermain di sungai.
Melisa tertawa kecil melihat anak-anak itu saling menyipratkan air lalu menangkap ikan-ikan mungil yang sepertinya tidak takut pada manusia.
"Tadi Dian nelpon, ada masalah, Mel?" Tobi yang sedari tadi duduk di sebelah Melisa memberanikan diri bertanya pada gadis itu. Ia sudah sangat penasaran begitu melihat mimik Melisa yang syok dan berjalan jauh hanya untuk menerima telpon.
Melisa menghela napasnya pelan. Ia menatap wajah Tobi yang memandangnya dengan mata sayu. Dari jarak sedekat ini, Melisa bisa melihat mata pria itu ternyata berwarna cokelat.
"Ada apa?" tanya Tobi lagi dengan suara pelan.
Melisa menunduk menatap kakinya yang terendam air. Dia ingin jujur pada Tobi tentang hubungannya dengan Caleb. Kalau dia gak bisa jujur ke Caleb tentang pernikahannya karena takut Caleb stress dan tidak bisa mengerjakan skripsinya, dengan Tobi dia tak punya alasan untuk menutup-nutupi keadaan.
Di depan mereka, suara Theo, Adit dan Bayu terdengar riuh rendah memekik dan tertawa.
"Di sini airnya dangkal, gak bisa berenang! Ayo ke hilir! Di sana kita bisa berenang sambil nangkap ikan besar!" Adit, anak Om Fadli, mengajak sepupu-sepupunya yang keranjingan itu dengan semangat.
"Kak, ayo ke sana!" Theo mengajak Tobi yang sedang menatap serius ke arah Melisa sambil menangkupkan kedua tangannya. Sepertinya dia berhasil menangkap seekor ikan sepat.
"Duluanlah, kakak nyusul. Tiff, temani mereka ya?" ujar Tobi pada Tiffany yang asik membaca novel misteri di gubuk. Ia memberengut kesal namun mematuhi Tobi.
"Bocil! Ayo!" ajak Tiffany yang dibalas sorak sorai oleh ketiga anak itu.
Tobi dan Melisa memandangi kepergian mereka sampai mereka menghilang dari pandangan. Suasana jadi sangat hening. Saat ini hanya tinggal mereka berdua, dan itu membuat suasana menjadi canggung.
"Kamu tau kan alasanku memintamu menikahiku?" Melisa mulai bertanya tanpa memandang Tobi.
Tobi mengangguk pelan, pikirannya siaga dan terbuka atas segala kemungkinan yang akan Melisa lontarkan, "Ya."
"Kamu juga tahu kita menikah buru-buru tanpa aku sempat mempersiapkan apapun."
Tobi hanya diam. Ia menunggu kalimat Melisa selanjutnya dengan hati berdenyut ketakutan. Jika ini soal pernikahannya, dan Melisa ingin berubah pikiran dan meninggalkannya, Tobi tau, dia tak akan bisa menahan gadis itu tetap di sisinya.
"Aku belum sempat memutuskan Caleb!"
Tobi terperangah. Ia menatap Melisa dengan pandangan tak percaya. Selama ini dia pikir Melisa sudah menelepon Caleb dan mengakhiri hubungannya dengan pria itu.
"Jadi, kenapa...?" Tobi tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
Melisa kembali menghela nafas berat, "Kami baru saja jadian sebelum aku berangkat ke Jakarta. Sementara kondisi keluarganya gak baik, dia diusir dari rumah dan dia sendirian. Sekarang dia lagi nyusun skripsi, aku gak mau gara-gara aku dia frustasi dan gagal dalam perkuliahannya." jelas Melisa pelan.
Tobi berusaha mencerna semua perkataan Melisa dengan pikiran terbuka. Ia ingin mengerti maksud Melisa, tapi kenapa dadanya terasa sakit?
"Jadi di rumah sakit dulu?" Tobi teringat saat Melisa berciuman dengan Caleb di depan matanya saat Melisa diopname dulu yang membuatnya melepaskan gadis itu dan menghilang tanpa jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY GUARDIAN ANGEL
RomanceMelisa sudah berpacaran dengan Bentala Bumi selama 3 tahun. Namun keputusan Ben untuk melanjutkan study ke Aussie membuat Melisa patah hati. Di awal perkuliahan sebagai mahasiswi baru, Melisa bertemu Tobi Jaya Amerta, seorang dokter yang sedang meng...