18

121 5 0
                                    

Seminggu kemudian Melisa sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit.

Dian dan Leony sudah menyusun semua baju dan perlengkapan selama Melisa di rumah sakit ke koper kecil. Mereka duduk menunggu staf rumah sakit datang menyerahkan administrasi rumah sakit.

Selama seminggu terakhir, Tobi sama sekali gak pernah lagi menjenguk Melisa. Sedangkan Caleb tiap hari datang dengan Timo ataupun Nic.

Melisa menghembuskan nafas berat, ia memandang seluruh ruangan VVIP yang dua minggu lebih ia tempati ini. Ada sedikit rasa janggal saat tahu ia akan meninggalkan ruangan ini.

Melisa teringat saat awal-awal opname, Tobi begitu baik padanya. Menyuapinya makan, datang berpuluh kali setiap hari, kadang datang dengan kikuk dan kebingungan karena ia sebenarnya gak punya alasan untuk melihat Melisa.

Ia kesal waktu itu, melihat Tobi hilir mudik tanpa berkata banyak kecuali omelan tentang makan atau minum obat.

Seperti dejavu, Melisa pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Ingatan masa kecil saat ia masih dalam pemulihan sehabis kecelakaan dulu kembali terlintas.

Hal yang sama berulang hari ini. Tobi pergi saat ia masih terbaring sakit tanpa ucapan perpisahan. Seolah-olah perhatian yang ia berikan kepada Melisa  hanya sebatas lalu. Sekarang, Melisa merasa hampa. Ia merasa ditinggalkan lagi.

Minggu terakhir tanpa kehadiran Tobi membuat Melisa menyadari, Tobi masih seperti Tobi yang dulu. Untungnya Melisa sudah lebih dulu memasang tembok di antara mereka, sehingga ia tidak berharap lebih pada Tobi yang hanya akan menyakiti hatinya.

Dulu, Melisa akan menangis selama 3 hari dan mogok makan saat tahu Tobi dan keluarganya sudah meninggalkan kampung halaman tanpa ucapan perpisahan.

Kali ini, tidak! Tidak ada setetespun airmata di pipi Melisa. Hanya buang-buang tenaga jika ia menangisi pria tak berperasaan seperti Tobi.

Sejam kemudian, staf administrasi dan Suster Anita masuk ke ruangan Melisa.

"Hai Melisa, senang dong udah bisa pulang hari ini ya?" suara Suster Anita sangat ceria, senyuman lebar  terpampang di wajah keibuannya.

Melisa tersenyum. Ia merasa cepat sembuh akibat perhatian perawat baik hati ini. Rasanya, Mama ada di sampingnya, menemaninya saat ia sedang sakit.

"Nah, ini surat pengantarnya, dan administrasinya." staf rumah sakit menyerahkan beberapa lembar kertas ke tangan Melisa.

Melisa memeriksa lalu terbelalak membaca bahwa ia sudah membayar semua biaya selama di rumah sakit.

"Loh, ini siapa yang bayar ya?"

"Oh, pagi tadi kakaknya yang membereskan semua administrasi."

Melisa terlihat bingung. Dian dan Leony berebut membaca selembar berkas itu lalu serempak menjawab, "Ini kak Tobi yang bayar!"

Mereka menunjukkan bukti pembayaran di slip belakang bertuliskan nama Tobi di atasnya.

"Dokter Tobinya sekarang ada di mana ya, Sus?" Melisa bertanya kepada Suster Anita.

Suster Anita melihat jam tangannya, "Sekarang ada jadwal operasi kayaknya."

"Sampe jam berapa ya, Sus?" Melisa mendesak Suster Anita, ia gak mau terhutang budi pada Tobi di saat mereka sedang perang dingin seperti ini.

"Bisa jadi sampe sore atau malam. Operasi besar soalnya."

Melisa terduduk lesu. Gak ada harapan bisa bicara dengan Tobi hari ini.

"Udah, yuk Mel. Kita pulang dulu. Nanti lu telpon aja Kak Tobi." Leony dengan lembut membujuk Melisa. Melisa berdiri setuju, Leony menggandeng lengannya sambil berjalan.

Setelah mengucapkan terimakasih dan memeluk singkat Suster Anita, mereka bertiga pulang ke kosan dengan taksi online.

Di mobil, Leony dan Dian gak berani mengajak Melisa bicara, melihat Melisa hanya diam dengan wajah murung.

Dian dan Leony gak berani bilang, bahwa diam-diam di belakang Melisa, mereka rutin berkomunikasi dengan Tobi lewat pesan singkat.

Tobi selalu menanyakan segala hal yang Melisa lakukan, apakah sudah makan, apa ia masih mual, sudah minum obat, semuanya. Dian dan Leony sudah berjanji tutup mulut. Dan mereka memegang teguh perjanjian dengan Tobi itu.

Tapi melihat Melisa murung begini membuat hati Dian dan Leony mencelos. Pasti Melisa merasa diabaikan, padahal sikap penolakan Melisa dan fakta bahwa Tobi memergokinya berciuman dengan Caleblah yang membuat Tobi menjauh. Namun meninggalkan Melisa? Tobi tidak pernah sedetikpun melakukannya. Namun Melisa tak tahu itu.

                                      ******
Tobi memandang Melisa dan kedua temannya berjalan keluar dari rumah sakit dari jauh. Ia menjaga jarak supaya Melisa gak bisa melihatnya.

Hatinya sedih melihat Melisa berjalan pelan, ia terlihat masih sangat lemah. Wajahnya pun masih sedikit pucat.

Tobi sudah menitipkan vitamin ke Suster Anita untuk diberikan sekaligus obat jalan untuk Melisa.

"Kemana laki-laki itu?" Tobi memperhatikan sekeliling, mencari keberadaan Caleb, "Seharusnya dia di sini menjemput Melisa pulang!"

Tobi menggeretakkan rahangnya karena kesal, "Bagaimana bisa Melisa tertarik dengan laki-laki seperti itu!"

Tobi sudah mencari tahu tentang Caleb. Selama 3 tahun berkuliah saja, dia sudah memacari 6 orang junior di kampus. Dan hanya Tuhan yang tahu entah berapa orang lagi yang ia pacari di luar kampus.

Rasanya mulutnya gatal ingin membongkar semuanya pada Melisa. Tapi setiap kali kakinya melangkah ingin masuk ke ruangan Melisa, ia selalu melihat Caleb dan Melisa sedang ngobrol dan tertawa.

Mana mungkin ia mencoba masuk ke dalam hubungan mereka padahal dia bukan siapa-siapa? Mana mungkin Melisa mau mendengarkan dirinya? Apa haknya untuk menyabotase hubungan yang Melisa dan Caleb miliki hanya bermodalkan kisah petualangan cinta Caleb? Toh Caleb tidak menduakan Melisa.

Rasa frustasi membuat Tobi ingin meledak. Jika saja ia tidak terbiasa mengendalikan diri, ia sudah meremas leher Caleb dan menculik Melisa untuk dirinya sendiri.

Sekarang Tobi hanya bisa menyaksikan Melisa masuk ke taksi online tanpa dirinya, ia merasa tidak berdaya. Rasanya ia ingin berlari membopong Melisa dan mengantarnya sendiri pulang.

Lalu kata-kata Melisa kembali terngiang, ditambah sikap bermusuhan yang selalu Melisa tunjukkan. Tobi kembali tersadarkan tentang siapa dirinya.

Kedua tangan Tobi terkulai lemas di samping tubuhnya. Ia berbalik masuk ke area rumah sakit begitu taksi yang Melisa tumpangi hilang di ujung jalan.

Ia tak berdaya. Ada tembok tak kasat mata yang menjadi penghalang antara ia dan Melisa. Dan dirinyalah yang membangun tembok itu sendiri.

MY GUARDIAN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang