part 2

10K 272 0
                                    

"hai" Elang menyapa dengan senyum mengembang, setelah melihat Rea berjalan kearahnya, "bagaimana harimu?" mengelus lembut pipi wanita itu.

"hari yang indah setelah melihat abang, belakangan ini kita jarang bertemu"

Elang menghela pelan "mendekat kesini" mengulurkan tangannya ke pinggang wanita itu dan menariknya mendekat, mengelus naik turun, menghantarkan kehangatan dan desiran hebat "kamu masih ingatkan apa yang selalu abang bilang?"

"apapun yang abang lakukan adalah untuk Rea dan masa depan kita"
Menenggelamkan kepalanya didada bidang pria itu, menghirup rakus wangi yang tidak berubah dari beberapa tahun lalu, dan Rea berharap tidak ada satupun yang berubah diantara mereka, masih sama seperti dulu.

"tuh tau" menjawil kecil hidung bangir Rea, "ayo, kamu naik" melepaskan dekapannya dari pinggang wanita itu dan mengedikkan kepala kebelakang, kearah boncengannya "kita bisa ngobrol sepuasnya nanti dan besok abang libur, jadi hari ini serta besok abang sepenuhnya milikmu," mengedipkan mata kearah Rea dengan senyum usil, menggoda.

"ih, abang kok jadi genit gini sih, Rea gak suka" ucapnya dengan bibir mengerucut tapi pipi bersemu merah dan dada berdetak kencang.

Terkekeh pelan dengan reaksi menggemaskan wanita itu, Elang kemudian mengambil helm dan memakaikannya untuk Rea, menepuk pelan bahu wanita itu "ayo naik, tunggu apa lagi"

Rea menurut dengan naik dan duduk diboncengan Elang.

"siniin ransel kamu" suara Elang terdengar lagi. Rea melepaskan ranselnya dan menyerahkan ke tangan Elang yang terulur kearahnya.

"pegangan, sayang" Elang kembali bersuara sebelum membawa tangan Rea mendekapnya.

Rea tersenyum bahagia sambil mendekap erat dari belakang, menyandarkan kepala dipunggung Elang. Kebahagiaan jelas menerbangkan wanita itu, tanpa tau sewaktu-waktu kebahagiaan itu bisa saja menghempaskannya di kesedihan.

Motor Elang memasuki parkiran sebuah bangunan tinggi, dan setelah motor berhenti, Rea turun dengan kerutan samar dikening menatap sekeliling sambil mengikuti Elang yang menggenggam erat jemarinya, menuju lift.

Elang yang hari ini makin gagah mengenakan kemeja biru muda, dengan lengan yang digulung hingga siku, membawa Rea dalam genggaman tangan kanannya dan menyampirkan ransel warna lilac wanita itu di bahunya tanpa risih.

***
Rea duduk di sofa ruang tamu apartemen sederhana Elang, sambil matanya menjelajahi seluruh ruangan meneliti, apartemen Elang bukanlah hunian mewah, lebih terlihat seperti flat sederhana dengan ruang tamu sempit, berisi sofa yang memenuhi seluruh ruang tamu dengan dapur yang bisa langsung terlihat dari tempat Rea duduk, dan juga ada satu pintu, sepertinya itu pintu kamar.

"nah, ini diminum dulu" Elang meletakkan satu gelas jus jeruk didepan Rea. Kemudian duduk tepat di samping wanita itu, membawa tangannya kepinggang untuk mendekap Rea, menepis jarak.

"abang kenapa milih tinggal di apartemen?" menoleh kesamping, menengadah menatap Elang.

"kenapa bertanya seperti itu? Kamu gak suka dengan apartemennya?" menunduk menatap lekat ke dalam manik coklat wanita itu, mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibir mereka, hanya bersentuhan samar "maaf yah, abang baru bisa bawa kamu tinggal di tempat kecil begini, nanti kalau uang tabungan abang udah cukup kita bisa pindah kerumah yang lebih besar dan nyaman lagi, kamu bisa bersabar kan?" Elang berbicara diantara bibirnya dengan Rea yang saling bersentuhan tidak menjauh, menyalurkan kehangatan, seolah satu nafas.

Rea yang mendengarkan ketulusan itu, tidak kuasa menahan air matanya menetes dan kemudian memagut bibir Elang dengan lembut penuh perasaan, melampiaskan segala perasaan dan kerinduannya "Rea sayang abang"

"abang menyayangimu melebihi apapun Rea" mengangkat tubuh Rea agar duduk dipangkuannya, mengelus punggung Rea naik turun.

"Rea hanya ingin tau kenapa abang harus beli apartemen, kenapa tidak ngontrak rumah sederhana aja bang?, ini kan mahal, sekecil apa pun apartemen ini, tapi..."

"shhtt" Elang mengecup sekilas bibir Rea, tidak membiarkan wanita itu melanjutkan kalimatnya yang gak jauh-jauh mencemaskan biaya "kamu lupa, abang udah kerja"

"tapi..."

"nanti lagi kita lanjutin, sekarang habisin jus jeruknya, kita udah gak punya banyak waktu lagi, karena masih harus jemput barang-barang kamu dari panti, menyusun kembali disini, berbelanja bahan-bahan dapur dan masih banyak lagi yang harus kita kerjakan, kamu udah sempat packing kan?"

"udah" jawab Rea pasrah.

"bagus" mengacak pelan rambut Rea.

Tentang pindahnya Rea ke tempat Elang, sudah dijanjikan Elang sejak lama, sejak dia memutuskan untuk hidup mandiri dan Rea menentang keras pilihan pria itu. Tetapi dengan berbagai perdebatan dan janji, akhirnya Rea melepaskan Elang untuk hidup mandiri, dengan kesepakatan yang dibuat oleh dua insan itu.

Falshback
Saat itu Elang sudah diterima di sebuah perusahaan besar dikotanya, sudah lima bulan lamanya bekerja.

"Rea" Elang sedang tiduran di taman belakang dengan Rea yang menjadikan dada Elang sebagai bantalannya, mengelus lembut rambut wanita itu.

Mereka selalu menghabiskan waktu sore disana saat Elang pulang kerja, karena setelah Elang mendapatkan pekerjaan tetap selama lima bulan ini, mereka tidak punya waktu untuk berdua lagi, pria itu lebih sering lembur dan pulang tengah malam.

Sehingga saat ada waktu dan Elang pulang cepat, yang sangat jarang terjadi, mereka menggunakan waktu itu sebaik mungkin. Rea akan selalu menunggu Elang di taman belakang panti sampai Elang pulang kerja dan mereka akan menikmati angin sore, sambil tiduran menatap langit, bercerita, berpelukan, melakukan hal-hal kecil yang makin menguatkan ikatan mereka.

"hmm?"

"abang mau ngomong sesuatu yang serius"

Menyerngit, Rea menengadah menatap Elang dengan wajah penasaran "tentang apa bang?"

"tapi kamu gak boleh marah dan salah sangka ya?" menenggelamkan bibirnya dirambut Rea, mengecupi kepala wanita itu.

"kok perasaanku gak enak yah? Emang tentang apa sih bang?"

"janji dulu, kamu gak akan marah sama abang"

Berdecak pelan "iya iya, janji,"

Mengeratkan pelukannya dibadan Rea "abang udah buat keputusan, untuk keluar dari panti dan hidup mandiri"

Rea sempat terpaku oleh keterkejutan tetapi kemudian kemarahan melingkupi hatinya, Dengan marah Rea mencoba melepaskan diri dari dekapan Elang, memeberontak tetapi Elang tidak melonggarkan dekapannya malah makin mengerat "maksudnya apa?" getaran dalam suara Rea, menimbulkan tusukan pedih dihati Elang "abang mau ninggalin aku?"

"bukan begitu sayang" mengecup kembali kepala Rea yang masih memberontak dalam pelukannya, bangun dari tidurannya, duduk dan membawa Rea duduk didepannya, menangkup pipi wanita itu "kita gak mungkin bergantung terus dan tinggal di panti ini kan?"

"iya abang bener, tidak seharusnya kita saling bergantung" pasrah Rea dengan suara lesu, dan dada naik turun.

"maksud kamu apa sih Re, kok makin ngelantur"

Melepaskan tangan Elang, Rea mulai berdiri membersihkan celananya dari daun-daun kering "gak ada maksud apa-apa bang, abang bebas mau pindah kemanapun, abang gak harus memberi pengertian kepadaku, dan aku juga gak punya hak untuk ngelarang abang, ini hidup abang dan ..." karena tidak sanggup melanjutkan ucapannya Rea berbalik tergesa melangkah untuk meninggalkan Elang yang bergeming dengan wajah memerah menahan marah.

Tbc



Faded (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang